Anak Pejabat Pajak Aniaya Pemuda

Ada Bukti Chat WA, Mario Dandy Satriyo Sebut Sang Kekasih yang Pertama Kali Ajak David Bertemu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase Foto Dolfie Rompas dan Mario Dandy Satriyo. Mario Dandy Satriyo (20) mengaku sang kekasih AG sebagai orang pertama yang menghubungi David untuk mengajak bertemu. Ini kata pengacara Mario. Dolfie Rompas, Kamis (9/3/2023).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Mario Dandy Satriyo (20) kembali menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor, Cristalino David Ozora (20), Kamis (9/3/2023).

Pengacara Mario, Dolfie Rompas, mengatakan pada pemeriksaan hari penyidik hanya mendalami keterangan yang telah disampaikan kliennya.

"Ada pemeriksaan lanjutan, yang semalam kan karena sampai jam tujuh. Jadi dilanjutkan hari ini dan hari ini hanya pendalaman saja sih sebenarnya terkait keterangan yang sudah disampaikan," kata Dolfie kepada wartawan, Kamis (9/3/2023).

 

Dolfie menjelaskan, salah satu yang didalami penyidik yaitu soal awal mula Mario, Shane Lukas (19), dan remaja perempuan berinisial AG (15) bertemu dengan korban.

Berdasarkan keterangan Mario, lanjut Dolfie, AG adalah orang pertama yang menghubungi David untuk mengajak bertemu.

Baca juga: Dari Tahanan, Mario Dandy Ngaku Selalu Doakan Kesembuhan David Tapi Tak Peduli Kondisi Sang Kekasih

"Ya (AG menghubungi David). Artinya menggunakan handphone tuh, yang melakukan chat, yang menulis tuh saudara AG," ujar dia.

"Jadi ada percakapan melalui Whatsapp, di mana Whatsapp handphone itu dipegang oleh saudara Agnes, menyampaikan pada korban. Itu yang didalami," tambahnya.

Seorang wanita berinisial AGH (15) akhirnya ditangkap dan ditahan polisi menyusul kekasihnya, Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas (19) atas kasus penganiayaan terhadap David Ozora (17). (Kolase TribunJakarta)

Dalam kasus penganiayaan David, Polda Metro Jaya telah menetapkan Mario Dandy dan Shane Lukas (19) sebagai tersangka.

Sementara itu, polisi juga telah menangkap dan menahan AG pada Rabu (8/3/2023) malam. AG berstatus sebagai pelaku.

AG ditangkap dan ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai pelaku selama sekitar enam jam di Polda Metro Jaya, Rabu (8/3/2023).

Penangkapan dan penahanan AG diumumkan langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi.

"Dari hasil pemeriksaan kami kurang lebih 6 jam, malam ini kami putuskan untuk melakukan penangkapan dan penahanan (terhadap AG)," kata Hengki saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.

Namun, berbeda dengan Mario dan Shane, AG ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS).

Tersangka Mario dan Shane Lukas serta pelaku AG dijerat dengan Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan.

Itu adalah pasal terberat dalam tindak pidana penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Adapun peristiwa penganiayaan ini terjadi di Komplek Green Permata, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2023) malam sekitar pukul 19.30 WIB.

Dalam video yang viral di media sosial, Mario menganiaya David secara brutal.

Mario memukul, menendang, dan menginjak kepala David hingga korban menderita luka serius dan sempat mengalami koma.

Baca juga: Kondisi Terkini David Seusai Sempat Mengamuk, Lebih Tenang Setelah Diputarkan Musik Kesukaannya

Mario mengawali aksi penganiayaan brutalnya dengan menyuruh David push up sebanyak 50 kali.

"Tersangka MDS menyuruh anak korban D push up 50 kali. Karena korban tidak kuat, dan hanya sanggup 20 kali," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary saat jumpa pers, Jumat (24/2/2023).

Selanjutnya, Mario menyuruh David memeragakan sikap tobat atau berlutut dengan kedua tangan di belakang.

Saat itu, David menyampaikan tidak bisa memeragakan sikap tobat. Mario pun meminta rekannya, Shane Lukas (19), untuk mencontohkan sikap tobat.

"Kemudian anak korban D juga tidak bisa, sehingga MDS menyuruh korban untuk mengambil posisi push up sambil tersangka S melakukan perekaman video dengan menggunakan HP milik tersangka MDS," ujar Kapolres.

Ketika David dalam posisi push up, Mario menendang, memukul hingga menginjak kepala korban.

Sementara itu, Kombes Hengki Haryadi mengatakan, penyidik menemukan bukti bahwa penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Cs kepada David sudah direncanakan sejak awal.

"Kami melihat di sini bukti digital bahwa ini ada rencana sejak awal. Pada saat menelepon SL kemudian ketemu SL, pada saat di mobil bertiga, ada mensrea atau niat di sana," ungkap Hengki saat jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (2/3/2023).

Salah satu bukti yang ditemukan adalah chat atau percakapan Whatsapp (WA).

"Setelah kami adakan pemeriksaan, kami libatkan digital forensik, kami temukan fakta baru dan bukti baru, ada chat WA," kata Hengki.

Selain itu, lanjut Hengki, polisi juga menemukan bukti lain seperti video di handphone (HP) dan rekaman CCTV.

Dengan bukti-bukti tersebut, polisi dapat melihat secara jelas peran dari masing-masing tersangka dan pelaku.

"Video yang ada di HP, CCTV di TKP sehingga kami bisa liat peranan masing-masing orang. Kami komitmen semua yang salah harus dihukum, meskipun anak secara formil ini diatur di Undang-Undang peradilan anak," ungkap Hengki.

Mario dan Shane disangkakan Pasal 355 KUHP ayat 1 subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP subsider Pasal 353 ayat 2 KUHP subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau Pasal 76 C jo 80 Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.

Sedangkan AG dijerat Pasal 76 C jo Pasal 80 UU Perlindungan Anak dan atau Pasal 355 ayat 1 jo Pasal 56 subsider Pasal 354 ayat 1 jo 56 subsider Pasal 353 ayat 2 jo 56 subsider Pasal 351 ayat 2 jo 56 KUHP.

Namun, AG berpeluang tidak ditahan meski telah berstatus sebagai pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum.

"Ada aturan secara formil yang memang harus kami taati yaitu amanat dari Undang-Undang. Kalau kami tidak melaksanakan, kami salah," kata Hengki.

Sementara itu, ahli hukum pidana anak Ahmad Sofyan menjelaskan, penyidik harus memiliki alasan objektif jika hendak menahan AG.

"Kalau dilakukan (penahanan), ada tiga alasan objektif. Pertama melarikan diri, diduga melakukan tindak pidana lagi, kemudian merusak barang bukti," ujar Sofyan.

Menurut Sofyan, AG tidak wajib ditahan meskipun dijerat pasal berlapis dan terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.

"Orang dewasa kalau ancaman 5 tahun bisa ditahan. Kalau anak, ini ancamannya 12 tahun nggak wajib. Bahkan kesalahan jika penyidik bisa melakukan penahanan jika tidak ada alasan objektif yang terpenuhi pada diri anak," ucap dia.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

 

Berita Terkini