Kabelnya Menjerat Leher Mahasiswa hingga Tak Bisa Bicara, Bali Tower Muncul Ogah Disalahkan

Penulis: Elga Hikari Putra
Editor: Acos Abdul Qodir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuasa Hukum PT Bali Towerindo (Bali Tower), Maqdir Ismail, menggelar jumper pers terkait kasus mahasiswa Universitas Brawijaya, Sultan Rifat Alfatih, yang terjerat kabel menjuntai milik mereka hingga tak bisa bicara, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023). 

"Berdasarkan hasil penelusuran dan informasi yang dihimpun, perusahaan menduga kejadian yang dialami oleh Sultan disebabkan adanya kendaraan besar yang belum diketahui identitasnya dengan ketinggian di atas 5,5 meter yang melintas di lokasi kemudian tersangkut pada kabel sehingga tiang menjadi melengkung dan kabel menjadi melandai. 

Kemiringan dari tiang pada lokasi tersebut tidak diketahui oleh Perusahaan sampai dengan adanya sinyal fiber optic cut (jaringan kabel fiber optic terputus) pada sistem pusat Bali Tower, pada Kamis, 6 Januari 2023, pukul 00.36 WIB," paparnya.

Klaim Siap Bantu Korban

Sultan Rifat Alfatih (20), seorang mahasiswa harus menggunakan alat bantu di leher untuk bernapas usai terjerat kabel fiber optik menjuntai di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan. (Kolase TribunJakarta.com/Kompas.com)

Maqdir menegaskan meski kecelakaan itu bukan karena kelalaian pihaknya, Bali Tower siap membantu biaya penyembuhan korban.

Adapun korban hingga kini tak bisa berbicara karena mengalami patah tulang tenggorokan.

Dia mengklaim Bali Tower sudah berulangkali bertemu dengan keluarga korban untuk menyelesaikan kasus ini.

"Sejauh ini, sudah lebih dari empat kali pertemuan dan rangkaian komunikasi tersebut, dan sudah menawarkan bantuan kemanusiaan sebagai bentuk empati dan keprihatinan Bali Tower atas musibah yang dialami oleh Sultan,” tutur Maqdir.

Terakhir, pada pertemuan pada 28 Juli 2023, Bali Tower telah menawarkan bantuan  berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan Sultan selama 5 bulan terakhir dan bantuan kemanusiaan sebesar Rp 2 miliar. 

Dijelaskan Maqdir, tawaran penggantian biaya pengobatan sesungguhnya bisa diterima keluarga namun mereka keberatan menunjukkan dan menyerahkan bukti-buktinya. 

Sedangkan, untuk bantuan kemanusiaan ditolak dan menyatakan akan mengirimkan counter offer atas penawaran tersebut.

“Mereka juga meminta jaminan biaya pengobatan sampai sembuh total dengan melakukan pengobatan di Paris, serta ganti kerugian material dan immaterial hingga Rp 10 miliar,” ujar Maqdir.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Berita Terkini