Salah satu cara Parcok ialah mengintimidasi pemerintah desa di Sumut untuk dijadikan tim sukses di dalam pemungutan suara. Bahkan, ada oknum di polsek yang bertugas untuk mengamankan suara Bobby.
Namun, kata Djarot, mereka yang mengetahui hal itu berupaya dibungkam.
”Saya bertemu dengan beberapa teman di sana termasuk orang-orang desa yang diintimasi oleh Parcok. Saya bilang, sebaiknya kalau bicara apa adanya dan mau bersaksi, tetapi dia takut. Kenapa? Karena akan dicari-cari dan sudah dicari-cari salahnya, terutama di dalam pemerintahan dan anggaran desa. Semua ini suruh mereka hingga mereka merasa ketakutan. Inilah bentuk intimidasi secara nyata dan dia mengatakan pada saya, 'Mohon maaf Pak Djarot saya tidak berani',” ujar Djarot dikutip dari Kompas.id yang tayang 28 November 2024.
Meski demikian, Djarot menyebut tim hukum PDI-P di Sumut telah menghimpun barang bukti.
Nantinya, barang bukti ini akan diadukan lewat Bawaslu.
Ia berharap laporan itu dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur, meski Djarot menduga adanya oknum penyelenggara pemilu yang ”masuk angin”.
Atas temuan itu, Djarot mengingatkan, menang dan kalah dalam demokrasi adalah hal wajar.
Namun, Djarot mempersoalkan cara yang ditempuh Bobby dalam meraih kemenangan itu tergolong tidak wajar.
”Persoalannya adalah di dalam memenangi proses demokrasi dalam negara apakah kira-kira demokrasi nilai-nilai demokrasi, norma-norma negara itu bisa dilaksanakan dengan baik atau tidak, apakah di dalam memenangkan pasangan calon tertentu itu juga menempatkan ada etika moral dalam diri seseorang,” tuturnya. (TribunJakarta.com/Kompas.id)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya