TRIBUNJAKARTA.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PDI Perjuangan tidak menyetujui program siswa bermasalah dibawa ke barak militer yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi pun seakan menyindir pihak yang mengkritik kebijakan barak militer
Politikus Partai Gerindra itu mengungkit kepemimpinannya di Jawa Barat belum genap 100 hari.
Selain itu, sosok pemimpin harus kuat menghadapi kaum nyinyir.
Awalnya, ia mengingatkan bahwa seorang pemimpin di Indonesia harus memiliki mental yang kuat kalau ingin melakukan perbaikan.
"Kenapa? harus kuat menghadapi kaum nyinyir dan biarkan yang nyinyir suruh sakit hati selamanya karena Jawa Barat akan terus mengalami peningkatan pembangunannya," kata Dedi Mulyadi saat pidatonya saat memperingati Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Gasibu, Kota Bandung pada Selasa (20/5/2025).
"Ini baru 3 bulan 100 hari itu tanggal 30 Mei, 100 hari kepemimpinan saya belum 100 hari sudah banyak orang yang kepanasan apalagi 5 tahun," tegas Dedi.
Dedi mengklaim bahwa ribuan orang mengantre untuk mengikuti pendidikan sekolah kebangsaan.
Selain itu, Dedi Mulyadi melemparkan sejumlah pertanyaan retoris yang seolah menegaskan bahwa program tersebut tidak melanggar hak anak.
"Kalau anak-anak dibangunkan kemudian disuruh membereskan tempat tidur, apa salahnya?"
"Dan apa pelanggaran hak anaknya?"
"Kalau anak-anak disuruh salat subuh, apa pelanggaran haknya?"
"Kalau anak-anak mengikuti kuliah subuh, apa pelanggaran anaknya?"
"Kalau anak-anak mengikuti kuliah subuh, apa pelanggaran anaknya?"
"Kalau anak-anak disuruh ngantri, kemudian makan pagi, sarapan pagi dengan telor dengan nasi dengan pisang dan minum susu, di mana letak salahnya?"