Tanggal 10 Agustus 2025 sampai dengan Tanggal 11 Agustus 2025 dilakukan Cek Kurva BSS dan Pemantauan Tekanan Darah.
Tanggal 11 Agustus 2025 Pada Pukul 06.00 di lakukan cek BSS Kembali di dapatkan hasil 303 mg/dL Pada Pukul 06.05 dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam.
Pada Pukul 08.30 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien.
Selanjutnya disampaikan bahwa dahak masih sedikit dan pasien tidak bisa batuk untuk mengeluarkan dahak.
Tanggal 12 Agustus 2025
Pada Pukul 06.30 WIB dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam, Kemudian keluarga pasien bertanya “Kapan bisa pindah Ruangan?”
Kemudian dijelaskan oleh dokter Residen Bahwa Menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM
Pada Pukul 06.45 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien.
Keluarga pasien Kembali bertanya mengenai “Kapan Bisa Pindah ke Ruangan Petanang,
Kemudian dijelaskan oleh dr. syahpri, Sp.PD bahwa menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM.
Kemudian keluarga pasien menjawab, jika dahak tidak keluar maka pasien akan dibawa pulang karena menurut keluarga tidak ada kepastian.
Selanjutnya dijelaskan kembali oleh dr. Syahpri, Sp.PD jangan dulu dibawa pulang karena pasien masih belum stabil dengang menggunakan nada yang lembut.
Lalu keluarga pasien menanyakan Kembali, apakah ada cara lain selain dahak untuk menentukan pemeriksaan kepastian TBC, dr. syahpri Sp.PD menjelaskan ada cara lain yaitu dengan hasil pemeriksaan Radiologi Foto Thorax, sambil menunjukkan hasil Foto Thorax (Rontgen) kepada keluarga pasien bahwa hasilnya terdapat Infiltrat di Paru-paru kanan atas pasien, dan untuk lebih memastikan yaitu dengan pengecekan dahak / TCM.
Kemudian Respon keluarga pasien kembali bertanya selain itu apa lagi, dan berkelit-kelit pemeriksaan ini sambil nada tinggi dan marah.
“Apakah dokter ini abal-abal, kalau dokter abal-abal saya akan laporkan, dan saya akan cabut lisensi dokter,".
Kemudian dr. Syahpri mengatakan “sabar pak”. Namun keluarga pasien bukannya sabar malah semakin emosi.
Kemudian keluarga pasien menarik lengan baju dokter syahpri sambil mengancam verbal.
Lalu keluarga pasien sambil merekam dengan handphone, dr. Syahpri mengatakan jangan merekam pak, namun Keluarga pasien bertambah emosi, hingga dr. Syahpri menginstruksikan kepada perawat untuk merekam juga. Ns. Siska mengambil handphone di nurse station kemudian melaporkan ke Kepala Ruangan untuk meminta bantuan Satpam.
Pasien bertambah emosi memaksa dr.syahpri untuk membuka masker sambil merekam dengan handphone.
Pasien sambil mengarahkan tangan ke leher dr. Syahpri, hingga masker dr. Syahpri terputus dari ikatannya akibat kontak fisik yang dilakukan oleh keluarga pasien.
Kemudian pasien terus marah-marah, sambil memvideokan. Yang dilakukan dr. Syahpri hanya diam mendengarkan keluarga pasien marah-marah. (TribunJakarta/TribunSumsel/Bangkapos)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya