TRIBUNJAKARTA.COM - Di balik tegak dan gagahnya para Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) ada cerita haru di baliknya. Hal itu yang terjadi di Tangerang Selatan (Tangsel).
Salah satu anggota Paskibraka, yang dipercaya sebagai Komandan Pasukan 17, kehilangan sang ayah hanya sehari jelang pengukuhan.
Pengukuhan Paskibraka HUT ke-80 RI di Kota Tangerang Selatan dilaksanakan pada 15 Agustus 2025, sementara ayahanda Rahmat meninggal dunia pada 14 Agustus 2025.
Dengan hati yang berat, Rahmat tetap memilih berdiri tegak, mengibarkan bendera Merah Putih—sebuah amanah yang tidak hanya ia jalani untuk bangsa, tetapi juga untuk mengenang sang ayah yang selalu mendukung mimpinya.
“Saya sempat kaget dan menangis saat dikabari, lalu pulang untuk memakamkan ayah. Tapi setelah itu saya kembali latihan, karena saya punya semangat besar untuk tetap menjalankan amanah ini," ujar Rahmat usai melaksanakan tugasnya mengibarkan bendera pada upacara HUT Kemerdekaan ke-80 RI di Lapangan Batalyon Kavaleri 9 Serpong Utara, Sabtu (17/8/2025), dikutip dari keterangan resmi Pemkot Tangsel.
Menurut Rahmat, tekad untuk terus bertahan, melanjutkan latihan di tengah duka yang dialami ini berangkat dari motivasi untuk membanggakan kedua orang tuanya, terutama sang ayah yang selama ini sakit dan dirawat olehnya.
"Saya ingin membuka kedua orang tua saya dan membuktikan kepada orang tua saya juga saya bahwa mampu bisa. Pesan orang tua selalu sederhana, tetap semangat walau ada apa pun. Itu yang membuat saya bertahan,” ucapnya.
Pada momen HUT ke-80 RI ini, Rahmat pun mengajak seluruh pemuda-pemudi di Tangsel agar dapat terus semangat, melakukan yang terbaik di bidang masing-masing, meski banyak rintangan pada perjalanannya.
Pembina Paskibraka Tangsel, Eka Imelda Novitasari, mengatakan Rahmat dikenal sebagai pribadi yang kuat dan ceria sejak awal latihan.
Bahkan, semangatnya membuat ia terpilih sebagai Komandan Pasukan 17.
"Rahmat ini dari awal hadir sebagai pribadi yg kuat, sangat ceria, dan ikon karena suka menghibur teman-teman. Sampai gladi bersih dia dipilih Komandan kelompok pasukan 17. Dia berdiri di paling depan bersama komandan paskibra," ujar Eka.
Ia menambahkan, Rahmat sempat menyembunyikan kabar duka itu dari rekan-rekan paskibrakanya agar tidak mengganggu konsentrasi mereka menjelang upacara.
Baru pada malam renungan suci, ia menceritakan hal tersebut.
"Setelah ayahnya meninggal, kami beri pilihan apakah ingin berhenti atau lanjut. Dia tetap memilih maju dan tidak bilang ke teman-temannya karena takut ganggu konsentrasi yang lain. Setangguh itu anaknya memang,” ceritanya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya