Sederet Permasalahan MBG di Jakarta: Sering Temukan Ulat hingga Dijadikan Pakan Soang

Masalah pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga terjadi di Jakarta.

Istimewa
Secarik kertas yang dimasukkan siswa SDN Susukan 01 Pagi, Aqila Nurul Aina lewat wadah makan bergizi gratis, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (9/1/2025) 

TRIBUNJAKARTA.COM - Masalah pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga terjadi di Jakarta.

Temuan ulat di makanan hingga lauk yang tak matang menjadi dua dari sederet persoalan program andalan Presiden Prabowo Subianto.

Harapan akan pemenuhan gizi bagi para siswa generasi emas melalui makanan yang disubsidi dari pemerintah bak jauh panggang dari api.

Belum lagi soal teknis wakktu pemberian makan yang dianggap mengganggu jam pelajaran.

Seperti diketahui, masalah MBG yang paling disorot adalah soal siswa yang keracunan.

Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN) sejak Januari hingga 22 September 2025, sudah terjadi 4.711 kasus keracunan MBG.

Sementara, Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih menyebut jumlah korban keracunan menu MBG mencapai 7.368 korban .

Ulat di MBG

Wakil Kepala dari sebuah SMPN di Jakarta, SP mengatakan, pelaksanaan MBG di sekolahnya sudah berlangsung sejak November 2024 lalu.

Menurutnya, selama MBG dilaksanakan, belum pernah ada murid yang mengalami sakit akibat menyantap menu makanan dari program pemerintah ini.

Meski demikian, ia mengungkapkan, beberapa kali sempat ditemukan ulat di menu sayuran MBG.

"Untuk sampai saat ini kami tidak ada siswa yang sakit perut ataupun mual-mual. Tapi pernah sekali memang ada di sayuran ada binatang kecilnya, kayak ulat ya. Tapi itu tidak mempengaruhi fisiknya (siswa), anaknya baik-baik saja," ungkap SP, saat ditemui Tribunnews.com, Senin (29/9/2025).

"Tidak sering (ada hewan ukuran kecil di menu makanan MBG). Dari bulan November 2024 sampai sekarang, dua atau tiga kali itu," sambungnya.

Lauk Tak Matang

Sementara itu, seorang guru di satu dari sejumlah SMAN di Jakarta mengungkapkan momen ditemukannya daging diduga belum matang pada menu sandwich MBG yang diterima sekolahnya.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan di sekolah tersebut, RA mengatakan, kejadian tersebut berlangsung satu kali, tepatnya di hari Jumat.

Menu MBG yang disajikan pada hari itu adalah sandwich berisi daging slice dan sayuran.

Ia mengatakan, setibanya menu makanan tersebut di sekolah, pihaknya melakukan prosedur yang sudah ditentukan, yakni guru diharuskan mencicipi makanan tersebut sebelum didistribusikan kepada para murid.

Lanjutnya, ada tiga orang guru lain yang mencicipi menu makanan tersebut. Namun, tak berselang lama, satu dari tiga guru lain tersebut merasakan mual.

"Pernah kejadian itu sepertinya daging dari sandwich-nya itu belum matang," kata RA saat ditemui Tribunnews.com, Senin (29/9/2025).

Buat Pakan Soang

Permsasalahan lain soal MBG adalah tidak seluruh menu makanannya enak, sehingga sering makanan tidak habis.

Hal itu diungkapkan guru di sekolah negeri di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur yang mengaku punya tugas tambahan sebagai pengepul dadakan MBG.

Saat berbincang dengan Tribunnews.com, D mengatakan dalam sepekan hanya 1-2 hari di mana menu MBG punya cita rasa sesuai lidah para siswa.

Sisanya, zonk alias tidak sesuai harapan.

"Kalau dilihat kayak seminggu makan MBG tuh nggak setiap hari enak, pasti ada aja yang zonk, ada aja yang kurang. Paling 1-2 hari yang enak banget yang ibaratnya anak-anak tuh (makan sampai) abis gitu," kata D kepada Tribunnews.com, Senin (29/9/2025).

Menu makanan MBG itu tidak dihabiskan siswa lantaran berbau, berair, atau menu yang memang tidak sesuai harapan. 

Misalnya, menu tahu semur dengan warna kuah coklat terang yang punya rasa bukan seperti kecap, daging-dagingan yang tidak dimasak dengan baik, hingga nasi utuh yang tidak dimakan siswa.

Semua menu yang tidak habis dimakan siswa tersebut dikumpulkan para guru.

Kemudian dipilah antara menu yang masih layak dan sudah bercampur. 

"Sisanya banyak banget banyak nggak habis, banyak kebuang dan kayak kita tuh guru-guru jadi kayak, apa sih kayak yang menyortir gitu loh karena nasinya banyak yang nggak dimakan yang lauk ini tuh nggak dimakan, terus salad ini nggak, jadi kita tuh kayak punya penampungan yang menampung makanan sisa-sisa anak karena makanan mubazir banget," katanya.

Ketimbang dibuang, makanan sisa MBG ini dialihkan untuk hal lebih bermanfaat.

Seperti untuk pakan ternak ayam dan soang, atau lauk hambar yang dibawa pulang beberapa guru untuk diolah ulang di rumah. 

"Kalau boleh jujur, beberapa guru ada yang bawa pulang sisa MBG. Terus dimasak ulang. Penghematan ya, jadi menu yang nggak ada rasa daripada mubazir akhirnya ada beberapa guru yang bawa pulang dan dimasak ulang," kata D.

Makanan MBG sisa untuk pakan ternak biasanya adalah nasi yang sudah tercampur.

Apalagi di samping sekolah tempat D mengajar, ada masyarakat yang memelihara soang. 

Selain itu, ada beberapa guru juga yang memelihara hewan ternak di rumah.

Sehingga, menurutnya upaya ini merupakan hal positif daripada sisa makanan MBG yang tidak termakan siswa dibuang begitu saja.

"Kalau nasi yang udah kecampur atau nggak dihabisin itu beberapa guru punya hewan ternak, punya ayam, punya soang, jadi dibawa pulang buat makan ternak mereka. Di samping sekolah juga ada pelihara ternak soang, jadi dimanfaatin sisa makanan MBG buat mereka," lanjutnya.

Keluhan Guru

D, guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang mengajar di sekolah, di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, menyoroti efisiensi waktu, porsi yang tidak sama hingga terpotongnya jam belajar siswa akibat adanya sesi program MBG.

Selain itu, para guru di sekolahnya juga dibebankan kerja tambahan untuk mengurusi tumpukan tray MBG hingga membagi-bagikannya kepada siswa. 

Mereka wajib menangani MBG secara hati - hati, sebab jika tray rusak atau hilang, guru dan sekolah wajib mengganti.

"Keluhan sebagai guru, selama ini sih sebenarnya lebih ke efisiensi waktu. Efisiensi waktu karena MBG itu kan pembagiannya repot juga. Jadi karena di tray gitu kan jadi nggak boleh hilang, nggak boleh rusak, karena kita disuruh ganti," kata D kepada Tribunnews.com, Senin (29/9/2025).

Jatah kegiatan belajar mengajar bagi siswa pun terpotong karena adanya alokasi waktu yang dikhususkan untuk siswa makan MBG.

"Terus juga mengurangi jatah waktu pembelajaran karena kalau di kita tuh MBG itu pagi, kita kan istirahat jam 9 sedangkan dia MBG itu jam 7 aja udah datang," ujar dia.

Selain itu, program MBG di sekolahnya juga tidak menihilkan siswa untuk jajan di kantin. Sebab selain tidak mengenyangkan, para siswa juga tidak sepenuhnya menghabiskan makanan MBG. 

Hal ini karena menu MBG tidak memiliki rasa alias hambar, hingga menu yang sudah berair dan berbau akibat adanya jeda antara penyiapan menu MBG, pendistribusian, hingga makanan tersebut disantap siswa di sekolah.

Menu yang berair biasanya terjadi pada buah potong. Ini disebabkan buah-buahan potong tersebut tersimpan sekian lama di dalam tray, terkena hawa panas, berujung berair dan berbau ketika hendak disantap siswa.

"Mungkin karena maunya menu sehat jadi nggak ada rasa, terus warna pucat, terus buah tuh bukan buah yang tertutup ya buah yang terbuka dan sudah dibelah jadi itu kayak semangka, melon dibelah. Jadi ketika sampai (di siswa) itu karena dia ditutup dengan tray stainless jadi kena hawa panas dan berair, terus jadi bau," jelas D.

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved