Kenangan Abah Yasin di Lubang Buaya Saat G30S: Sore Nonton Kesenian, Malamnya Jenderal Diculik

Abah Yasin, kenang momen setiap malam di penghujung September 1965 di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

|

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Cahaya obor dan lampu petromaks menyinari panggung kecil di sebuah lapangan tanah. Musik reog menggema, diselingi tawa anak-anak dan suara pedagang menjajakan jajanan.

Itulah suasana yang diingat Muhammad Yasin (72), atau yang akrab disapa Abah Yasin, warga Lubang Buaya, Jakarta Timur. Ia salah satu saksi mata peristiwa Gerakan 30 September atau G30S

"Setiap hari Bapak nonton di situ. Dari habis Magrib, kadang sampai jam 11, jam 12 malam. Ada tontonan, ada reog, kadang film juga," kata Abah Yasin saat wawancara ekslusif dengan TribunJakarta.com di kediamannya, Senin (29/9/2025).

Lokasi Hiburan Jadi Saksi

Namun siapa sangka, lokasi yang setiap malamnya penuh hiburan itu kemudian tercatat dalam sejarah kelam Indonesia.

Ya lokasi tersebut adalah tempat diculik dan dihabisinya para jenderal yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi.

Abah Yasin mengatakan sebelum terjadinya peristiwa G30S, warga di Lubang Buaya mengetahui bahwa lokasi hiburan itu ada di rumah Bambang Harjono, seorang Kepala Sekolah Rakyat.

Rumah itu bersebelahan langsung dengan asrama yang digunakan sebagai markas aktivitas kelompok militer Pemuda Rakyat dan Gerwani.

Dua organisasi tersebut adalah sayap partai dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Lapangan buat keramaiannya itu sebelahan banget sama jalannya asrama mereka. Jadi kayak satu lokasi," ujarnya.

Yang membuat ingatan itu semakin membekas adalah fakta bahwa penculikan para jenderal terjadi tak lama setelah kegiatan hiburan rakyat itu selesai.

"Katanya suara penculikan itu muncul abis orang nonton. Tapi kan kita enggak tahu jam berapanya," tutur Abah Yasin.

"Waktu itu kita taunya tuh udah beberapa hari kemudian, 'Oh ternyata jenderal-jenderal itu udah diculik'," ia menambahkan.

Ia mengenang, informasi yang beredar di kampung kala itu simpang siur.

Bahkan ada narasi bahwa para jenderal yang diculik adalah orang-orang yang membuat harga sembako mahal dan mengacaukan ekonomi.

"Katanya yang diculik itu ya emang udah harus dimatiin. Katanya yang bikin rusuh, bikin harga beras mahal. Ya orang kampung sih mikirnya, 'Oh yaudah, syukur deh',” ucapnya lirih.

Namun seiring waktu, narasi itu terbantahkan. Rakyat mulai menyadari bahwa yang dilakukan adalah kejahatan besar terhadap para pemimpin militer bangsa.

"Nyatanya kan salah. Mereka itu ternyata jahat sama jenderal-jenderal itu," kata Abah Yasin.

Ia juga masih ingat jelas saat menonton film tentang peristiwa G30S yang selalu diputar tiap tahunnya di masa Orde Baru.

Di situ diperlihatkan bahwa penculikan dimulai tengah malam dan sampai di Lubang Buaya menjelang subuh.

"Kalau liat filmnya sih ya, mereka cabut dari rumahnya jam 12 malam. Nyampe sini tuh subuh. Nah sorenya, saya nonton lagi tuh pertunjukan. Tapi siapa sangka, malamnya kejadian itu," kata dia.

Kini, lokasi tersebut telah berubah menjadi Monumen Pancasila Sakti, tempat warga dan pelajar datang untuk mengenang peristiwa kelam dalam sejarah bangsa.

"Jadi ya gitu cerita yang masih saya inget sampai sekarang. Pokoknya enggak bakalan bisa lupa," kata Abah Yasin.

Tokoh Terlibat G30S

Peristiwa G30S tahun 1965 memang sudah berlalu bertahun-tahun. Tapi tak sedikit publik masih bertanya-tanya siapa saja mereka yang terlibat?

Peristiwa yang kerap disebut malam pembunuhan masal itu diduga melibatkan sejumlah tokoh penting pada masa tersebut.

Sebanyak enam jenderal dan satu perwira TNI gugur dalam peristiwa G30S yang terjadi pada malam hari tanggal 30 September 1965 hingga dini hari tanggal 1 Oktober 1965.

Siapa saja tokoh yang diduga terlibat dalam peristiwa G30S?

Letnan Kolonel Untung Syamsuri

Letkol Untung SUtopo bin Syamsuri, kunci G30S
Letkol Untung SUtopo bin Syamsuri, kunci G30S (ISTIMEWA/TribunJogja.com)

Dikutip dari esi.kemdikbud.go.id, Letkol Untung Syamsuri alias Koesman, lahir di Kedungbajul, Kebumen, Jawa Tengah pada 3 Juli 1926.

Untung adalah Komandan Batalyon I Cakrabirawa, pemimpin Gerakan 30 September.

Untung menyebutkan tujuan gerakan ini adalah untuk mencegah kudeta oleh Dewan Jenderal, kelompok fiktif yang diklaim akan menggulingkan Presiden Soekarno.

Namun, dalam prosesnya, gerakan ini justru berakhir dengan pembunuhan beberapa jenderal penting.

Letkol Untung bertindak sebagai pemimpin lapangan (komandan) berkumpul bersama pasukannya pada malam 30 September di daerah Lubang Buaya.

Pasukan kemudian dibagi menjadi tujuh kelompok sesuai dengan jumlah Jenderal yang menjadi target penculikan.

Mereka juga seringkali melakukan komunikasi melalui kurir dengan Ketua PKI, DN Aidit yang juga berada di sekitar pangkalan udara Halim.

Setelah melarikan diri, Letkol Untung tertangkap di Brebes dan dieksekusi mati pada 1966.

DN Aidit

DN Aidit
DN Aidit 

Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, adalah Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pada saat peristiwa G30S terjadi.

DN Aidit dianggap sebagai tokoh intelektual di balik gerakan ini.

Ia ditangkap di rumah persembunyiannya di Solo.

Eksekusi terhadap DN Aidit berlangsung di sebuah sumur tua di Boyolali pada November 1965.

Keterlibatan PKI dalam peristiwa ini menyebabkan pembantaian besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKI setelah gerakan ini digagalkan oleh militer.

Sjam Kamaruzaman

Sjam Kamaruzaman menjadi sosok ketiga yang diduga terlibat dalam G30S.

Peran Sjam Kamaruzaman disebut bergerak di belakang layar G30S

Sjam dikenal sebagai pemimpin Biro Khusus PKI, organisasi rahasia yang berperan dalam hubungan antara PKI dan militer.

Sjam tertangkap di Cimahi pada 9 Maret 1967.

Dia mengakui perannya dalam G30S di pengadilan dan dieksekusi pada 1986.

7 Pahlawan Revolusi

Berikut tujuh korban peristiwa Gerakan 30 September:

  • Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
  • Mayor Jenderal TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
  • Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
  • Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
  • Brigadir Jenderal TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
  • Brigadir Jenderal TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
  • Letnan Satu Pierre Andreas Tendean (ajudan Jenderal Abdul Harris Nasution yang tewas karena G30S mengira ia adalah Jenderal Nasution)

Berita Terkait

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved