Cerita Pengrajin Roti Buaya di Jakarta Timur: Proses Pembuatan hingga Filosofi Kesetiaan

Roti buaya yang menjadi tradisi hidangan sekaligus lambang kesetiaan dalam masyarakat Betawi masih eksis.

|
Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Bima Putra/TribunJakarta.com
PROSES ROTI BUAYA - Proses pembuatan roti buaya di Jimboys Bakery, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (9/10/2025). Roti buaya menjadi hantaran wajib dalam proses pernikahan masyarakat Betawi. TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA 

TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Roti buaya yang menjadi tradisi hidangan sekaligus lambang kesetiaan dalam masyarakat Betawi masih eksis.

Di tengah gempuran akulturasi, nyatanya roti buaya masih jamak hadir pada hantaran pengantin ibu kota.

Sejumlah toko roti dan kue pun tidak menarik roti jumbo itu dari daftar menu andalan.

Di antaranya Jimboys Bakery di Jalan Kramat Ganceng, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Pemilik Jimboys Bakery, Hayati Suminar (50) mengungkapkan, dalam pembuatan roti buaya waktu yang paling lama dibutuhkan adalah membuat adonan dan proofing atau mengembangkan adonan.

"Kalau saya untuk pembuatan roti buaya itu enam jam. Pertama membuat adonan, ini waktunya agak lama karena harus didiamkan terlebih dahulu," kata Hayati di Jakarta Timur, Kamis (9/10/2025).

Dalam proses pembuatan adonan ini seluruh bahan harus dipastikan masuk, karena bila ada satu saja bahan yang terlupakan seperti gula dan ragi maka dipastikan hasilnya tak sesuai.

Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya adonan siap dibentuk serupa buaya, selanjutnya adonan kembali didiamkan terlebih dahulu agar dapat mengembang dengan sempurna.

PEMBUATAN ROTI BUAYA
PEMBUATAN ROTI BUAYA - Mengintip pembuatan roti buaya di Jimboys Bakery, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (9/10/2025). TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
HAYATI SUMINAR
HAYATI SUMINAR - Pemilik Jimboys Bakery, Hayati Suminar (50) saat memberi keterangan soal pembuatan roti buaya di Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (9/10/2025). TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA

Setelah proses proofing dan pembentukan detail sisik buaya, roti kembali didiamkan sekitar 40 menit hingga siap dimasukkan ke dalam oven selama sekitar 15 menit dengan suhu tertentu.

"Sehabis keluar dari oven itu baru dipoles mentega sama susu biar rotinya terlihat mengkilap dan estetik. Terakhir baru dikemas agar siap diserahkan kepada pembeli," ujarnya.

Hayati menuturkan pesanan roti buaya umumnya melonjak pada satu pekan sesudah Iduladha, karena pada momen tersebut banyak masyarakat Betawi melangsungkan pernikahan.

Bahkan Hayati dan suaminya, Endang Dani Ginanjar (53), yang merupakan seorang mantan pastry chef, pernah mendapatkan pesanan sebanyak 30 roti buaya hanya dalam satu hari saja.

Selain itu, momen pelaksanaan Hajat Bumi Kramat Ganceng yang merupakan tradisi masyarakat di kawasan Pondok Ranggon juga menjadi momen peningkatan pesanan roti buaya.

Filosofi bahwa buaya merupakan hewan yang setia karena hanya kawin dengan satu pasangan sepanjang hidupnya menjadi daya tarik.

Pun seiring perkembangan zaman, roti buaya tidak hanya disajikan saat proses pernikahan, bahkan kini bukan hanya masyarakat Betawi saja yang memesan roti buaya.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved