BI Intervensi Pasar untuk Menahan Pelemahan Rupiah

Hal ini merupakan cara BI Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya.

TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Pada Senin (23/4/2018) lalu mata uang dollar Amerika Serikat menguat terhadap semua mata uang, salah satunya terdampak pada nilai tukar rupiah yang melemah.

Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi agar nilai tukar rupiah tidak tergerus lebih dalam.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, BI telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar surat berharga negara (SBN) dalam jumlah cukup besar.

Hal ini merupakan cara BI Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya.

Baca: 3 Tahun Pemerintahan Jokowi, Kwik Kian Gie Sebut Rupiah Terus Merosot

Agus melanjutkan, dengan upaya tersebut, rupiah yang pada hari Jumat sempat terdepresiasi sebesar -0,70%, sementara pada hari Senin ini hanya melemah -0,12%, lebih rendah daripada depresiasi yg terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti peso Filipina -0,32%, rupe India -0,56%, baht Thailand -0,57%, peso Meksiko -0,89%, dan rand Afrika Selatan -1,06%.

Selain itu, pada hari Senin kemarin semua mata uang negara maju kembali melemah terhadap dollar AS, antara lain yen -0,25%, franc -0,27%, dollar Singapura -0,35%, dan euro -0,31%.

“Dalam periode yg sama, mayoritas mata uang negara emerging market, termasuk Indonesia, juga melemah,” ungkap Agus pada rilis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (24/4/2018).

Baca: Rizal Ramli Nilai Tak Aneh Rupiah Jebol, Begini Penjelasannya

Selain itu, mata uang Negeri Paman Sam, yang menguat tajam pada hari Jumat terhadap semua mata uang dunia, termasuk rupiah, pada hari Senin ini kembali mengalami penguatan secara meluas (broadbased).

Sama seperti yang terjadi di hari Jumat, lanjut Agus, penguatan dollar AS di hari ini masih dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bertenor 10 tahun mendekati level psikologis 3% dan munculnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari 3 kali selama 2018.

“Kenaikan yield dan suku bunga di AS itu sendiri dipicu oleh meningkatnya optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS seiring berbagai data ekonomi AS yg terus membaik dan tensi perang dagang antara AS dan China yang berlangsung selama th 2018 ini,” ungkap Agus.

Agus menambahkan, dengan dukungan upaya stabilisasi oleh BI, sejak awal April (mtd), nilai tukar rupiah melemah -0,91%, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti baht -1,04%, rupee -1,96%, peso Meksiko -2,76%, rand -3,30%.

Sejak awal tahun 2018 (ytd) rupiah melemah -2,35%, juga lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain seperti real Brasil -3,06%, rupee -3,92%, peso Filipina -4,46%, dan lira Turki -7,17%.

Dengan itu, BI akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah, baik yg dipicu oleh gejolak global seperti dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-China, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Infonesia, maupun yang bersumber dari kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik, terkait kebutuhan pembayaran impor, ULN, dan dividen yang biasanya cenderung meningkat pada triwulan II.

“Untuk itu, Bank Indonesia akan tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya,” tutup Agus. (Kontan/Arsy Ani Sucianingsih)

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved