Surabaya Diteror Bom
Pengamat Ungkap Perempuan dan Anak-anak Kini Jadi Pengantin Bom Bunuh Diri
"Pertama, trend ini bukan sesuatu yang asing di ISIS Timur Tengah di mana perempuan dan anak dilibatkan dalam aksi bom bunuh diri," katanya.
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPUTAT - Perempuan dan anak-anak sebagai pelaku bom bunuh diri atau biasa disebut 'pengantin' merupakan sebuah strategi.
Demikian dikatakan Pengamat terorisme dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Robi Sugara.
Robi memaparkan pergeseran pengantin dari yang sebelumnya laki-laki, menjadi perempuan dan anak-anak karena dinilai lebih efektif dan emosional.
"Jika perempuan dan anak-anak terlibat, itu karena bisa jadi laki-laki sudah kurang strategis digunakan. Perempuan jauh lebih efektif dan emosional," terangnya, pada Senin (14/5/2018).
Baca: Imbau Tak Razia Penjual Miras, Wakapolres Bekasi Minta Ormas Lakukan Ini
Alumnus Jurusan Penanggulangan Teroris dari Nanyang University, Singapura ini menyebutkan cara-cara pengorbanan perempuan dan anak-anak dalam bom bunuh diri bukan hal baru bagi ISIS di Timur Tengah.
"Pertama, trend ini bukan sesuatu yang asing di ISIS Timur Tengah di mana perempuan dan anak dilibatkan dalam aksi bom bunuh diri," katanya.
Namun menurut Robi, peristiwa wa bom bunuh diri yang dilakukan satu keluarga di Surabaya, merupakan fenomena baru.
"Yang menarik dari bom gereja adalah dilakukan sekeluarga. Ini fenomena baru," terangnya.
Baca: Petugas Bersenjata Sergap 2 Orang Mencurigakan yang Lewati Jalan Jembatan Merah Surabaya
Menurutnya marak aksi terorisme, terutama di Surabaya yang menggunakan perempuan dan anak-anak sebagai pengantin bom bunuh diri, tidak lepas karena terpicu kerusuhan para napi teroris di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, pada Jumat (11/5/2018) lalu.
"Satu payung, para pendukung ISIS yang tergabung dalam JAD (Jamaah Ansharut Daulah) pimpinan Aman Abdurahman. Dalam tahun 2017 sudah bannyak ditangkap pimpinannya oleh Densus," ujarnya.
Menurutnya saat ini hal yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat saat ini adalah mengevaluasi program deradikalisasi terhadap para narapidana terorisme.
"Yang paling penting bukan hanya pada evaluasi program deradikalisasi dari pemerintah tapi jiga program dari kelompok masyarakat sipil seperti NGO juga harus dievaluasi," terang Robi.
