Fredrich Yunadi Terdiam Dituntut 12 Tahun Penjara, Mata Sang Istri Berkaca-kaca

Istri Fredrich Yunadi, Sisca Yunadi yang duduk di kursi pengunjung sidang tampak terpaku menyaksikan jaksa menyampaikan tuntutan untuk suaminya.

Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik, Fredrich Yunadi bersiap mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (31/5/2018). Fredrich dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti bersalah melakukan perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik. T 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Terdakwa Fredrich Yunadi terdiam begitu jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider kurungan 6 bulan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Tak ada kalimat keluar dari mulutnya setelah dinyatakan terbukti merintangi penyidikan KPK terhadap kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) kliennya, mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Istri Fredrich Yunadi, Sisca Yunadi yang duduk di kursi pengunjung sidang tampak terpaku menyaksikan jaksa menyampaikan tuntutan untuk suaminya.

Baca: Gesekan Ormas karena Lahan Parkir, Kebangpol Tangsel Tawarkan Solusi

Matanya tampak berkaca-kaca mengetahui suaminya dituntut dengan hukuman 12 tahun penjara.

Sementara, pihak kuasa hukum Fredrich juga tidak menyangka klien mereka diganjar hukuman maksimal.
Dalam persidangan pembacaan tuntutan itu, jaksa KPK menyatakan Fredrich Yunadi selaku advokat terbukti merintangi KPK dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat kliennya, mantan Ketua DPR Setya Novanto.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa," ujar anggota tim JPU pada KPK, Kresna Anto Wibowo.

Baca: Menteri Agama Sesalkan Turis Indonesia Dilarang Masuk ke Israel untuk Ziarah

Jaksa Kresna menyatakan, Fredrich terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah merintangi penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi.

Jaksa menyatakan Fredrich saat menjadi pengacara dari Setya Novanto telah sengaja memanipulasi rekam medis kliennya itu untuk menghindari pemeriksaan penyidik KPK terkait kasus korupsi e-KTP. Fredrich selaku pihak yang membuat rencana Setya Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau Jakarta dengan tujuan agar tidak bisa diperiksa oleh penyidik KPK.

Jaksa memaparkan unsur perbuatan pidana mencegah dan merintangi yang dilakukan oleh Fredrich berdasarkan bukti dan keterangan saksi selama proses persidangan kasus ini.

Diketahui, Fredrich yang menghubungi rekannya, dokter Bimanesh Sutarjo dengan tujuan agar Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau.

Awalnya, Novato tidak berada di kediamannya saat tim penyidik KPK hendak menangkapnya pada 15 November 2017. Justru diketahui saat itu Novanto berada di kawasan Bogor bersama ajudannya, AKP Reza Pahlevi, dan politikus Partai Golkar, Aziz Samual. Sehari setelahnya, diketahui Novanto berada di Gedung DPR Jakarta.

"Fredrich memerintahkan anak buahnya, Rudiyansah, untuk mengecek fasilitas RS Medika Permata Hijau. Terdakwa juga masuk ruang IGD dengan terlihat kamera CCTV dan sudah memeriksa kamar pasien," jelas jaksa Kresna.

Selain itu, jaksa juga menyampaikan Fredrich meminta dokter Bimanesh mengubah diagnosis sakit hipertensi menjadi kecelakaan agar bisa dirawat di RS Medika Permata Hijau.

Akhirnya, Novanto bisa dimasukkan ke ruang perawatan rumah sakit tersebut dengan diagnosa kecelakaan yang dibuat dokter Bimanesh. Padahal, Novanto sebelumnya berada di Gedung DPR dan kawasan Bogor.

Lebih dari itu. Fredrich disebut jaksa KPK mengerahkan ormas dan menghalangi tim penyidik KPK saat hendak melihat kondisi Novanto di ruang perawatan rumah sakit.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved