Antisipasi Kericuhan di Tanah Abang, Fraksi PDIP Sarankan Pemprov DKI dan PKL Duduk Bareng
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyarankan Pemprov DKI dan PKL Tanah Abang duduk bareng agar kericuhan tak terulang.
Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakara.com, Pebby Adhe Liana
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyarankan pemerintah provinsi DKI Jakarta kembali duduk bareng dengan PKL di Tanah Abang yang masih berjualan di trotoar.
Hal ini, untuk mengantisipasi kembali terjadinya keributan antara PKL dan petugas Satpol PP yang membuat suasana Tanah Abang menjadi tak kondusif.
"Bagaimanapun mereka kan mencari nafkan untuk menghidupi anak istri. Ya tapi mereka juga tidak boleh melanggar aturan. Supaya ada solusi, ya itu duduk bareng," kata Gembong, Jumat (18/1/2019) malam.
Sejumlah PKL, memang masih saja bandel berjualan di trotoar Pasar Tanah Abang.
Hal ini menyebabkan Satuan Polisi Pamong Praja tak tinggal diam.
Namun penertiban yang dilakukan pada Kamis lalu, berlangsung ricuh.
Sejumlah PKL mengamuk hingga melempari petugas dengan batu dan tiang-tiang besi penyanggah tenda dagangan hingga kendaraan operasional petugas rusak.
"Gak bisa tertibin doang. Harus ada solusi. Jadi camat gak boleh lempar bahwa itu ulah preman dan sebagainya. Jangan melemparkan pada pihak lain karena itu menjadi tanggungjawab kita," tuturnya.
Gembong memandang penataan Tanah Abang yang sudah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta saat ini tak melewati kajian yang matang.
Terutama dalam pembangunan JPM atau Skybridge Tanah Abang.
JPM yang hanya menampung sebanyak 446 pedagang, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan para pedagang di Tanah Abang yang memiliki jumlah begitu banyak.
• Wali Kota Jakarta Pusat Sebut Pedagang di Trotoar Tanah Abang PKL Mobile
• Dalami Kasus Bentrok Satpol PP vs PKL di Tanah Abang, Polisi Cari Tersangka Baru
Gembong menilai, terdapat sejumlah masalah baru yang bermunculan ketika JPM tersebut mulai dibuka.
"Maka saat skybridge dibuka, menimbulkan persoalan. Karena ada yang merasa berhak dan tidak berhak. Kalo sekarang ada preman, itu namanya ekses dari penataan yang tidak benar. Kita harus evaluasi dalam diri kita sendiri dulu, kenapa itu bisa terjadi. Karena pendataan tidak jelas, karena konsep penanganan persoalan Tanah Abang tidak baik," ungkapnya.