Pemilu 2019
Penjelasan Kemendagri WNA yang Punya KTP Dijamin Tak Bisa Ikut Mencoblos hingga Saran Menkumham
"Tidak bisa mereka memilih. Kan sudah tertulis kewarganegaraannya, misal dari China, dari Malaysia atau dari mana? Itu kan tidak diperbolehkan," kata.
Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM, PALMERAH - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Fakrulloh mengatakan selama ini tidak ada masalah warga negara asing (WNA) memiliki KTP elektronik di Indonesia.
Kepada Tribun, dia menjelaskan sudah banyak WNA yang memiliki KTP elektronik, mengingat aturan Adminduk sudah diterapkan pada 2006 lalu dan tidak pernah bermasalah.
"WNA punya KTP elektronik sudah banyak dan tidak masalah kok," jelas dia saat dihubungi, Jakarta, Selasa (26/2).
Kendati demikian, dia menegaskan tidak ada dari WNA tersebut dapat melakukan pencoblosan dalam setiap agenda politik tahunan baik Pilkada maupun Pilpres.
• Polisi Sebut Pelaku Pemecah Kaca Mobil Jaksa di Depok Tak Tersorot CCTV
Pasalnya, dalam KTP tersebut, jelas tertulis warga negara dari negara asalnya.
"Tidak bisa mereka memilih. Kan sudah tertulis kewarganegaraannya, misal dari China, dari Malaysia atau dari mana? Itu kan tidak diperbolehkan mencoblos," katanya.
• Respon PKS, FBR Tolak Calon Wagub DKI karena Disebut Tak Ada yang Dikenal
Syarat memiliki KTP elektronik dari Indonesia sesuai dengan aturan adalah, harus 17 tahun dan atau sudah menikah dan harus memiliki izin tinggal tetap dari Imigrasi setempat.
KTP yang didapat pun tidak seumur hidup sebagaimana yang tertulis untuk warga negara Indonesia. "Tidak akan seumur hidup. WNA yang punya KTP, masa berakhirnya sesuai dengan izin tinggal dari Imigrasi. Misalnya dapat izin hanya satu tahun atau tiga tahun, ya sesuai saja," katanya.
KTP yang dimiliki WNA, lanjut Zudan, dapat digunakan oleh WNA untuk mengurus perbankan, pajak dan juga fasilitas kesehatan. Pokok pentingnya, untuk pendataan warga negara asing yang tinggal di Indonesia selama ini.
Baginya, hal tersebut penting untuk menyamai administrasi kependudukan seperti halnya negara-negara maju lainnya. "Kita mau data yang kita punya seperti pendataan di negara-negara maju lainnya lho. Masa manual terus?" ucapnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Viryan Aziz menegaskan tidak ada warga negara asing (WNA) yang memiliki KTP elektronik tidak akan masuk di dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019. "Tidak. Tidak ada WNA yang bisa masuk ke DPT," tukasnya.
Dia menguraikan, polemik WNA pemilik KTP elektronik berinisial GC bukanlah NIK yang dimilliki warga China tersebut. NIK yang beredar, merupakan milik warga negara Indonesia bernama Bahar warga Cianjur.
Bahar, lanjut dia, terkonfirmasi mempunyai hak pilih dalam Pilpres 2019. "Untuk GC, tetap tidak ada. NIK-nya setelah kita telusuri adalah milik Pak Bahar warga Cianjur, bukan milik GC," imbuhnya.
Adapun, dia mengakui adanya perbedaan dalam digit ke-12 antara NIK milik Bahar dengan NIK yang tertera di KTP elektronik orang yang sama. "Di angka ke-12 itu NIK Pak Bahar itu "7" tapi di KTP elektronik tertulis "2". Makanya, kami akan bekerja sama dengan Dukcapil setempat soal ini," ungkapnya.
Proses Panjang
