Fakta-fakta The Family Cyber Muslim Army, Penyebar Isu PKI dan Mirip Saracen
Tak sekedar isu diskriminasi SARA, kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) juga menyebarkan soal hoax penganiayaan ulama dan PKI.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama | Editor: Adiatmaputra Fajar Pratama
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Adiatmaputra Fajar Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi telah mengungkap sindikat penyebar isu provokatif di media sosial.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap pelaku di beberapa tempat.
Adapun keempat tersangka yang ditangkap adalah ML di Tanjung Priok, RSD di Pangkal Pinang, RS di Bali, dan Yus di Sumedang.
Baca: Dampak Lanjutan Kecelakaan Tol Becakayu, Proyek Sempat Dihentikan Sampai Pejabat Dirombak
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Fadil Imran mengatakan, para pelaku tergabung dalam grup WhatsApp "The Family MCA (Muslim Cyber Army)".
"Berdasarkan hasil penyelidikan, grup ini sering melempar isu provokatif di media sosial," ujar Fadil melalui keterangan tertulis, Selasa (27/2/2018).
Penyebar Isu PKI
Tak sekedar isu diskriminasi SARA, kelompok The Family Muslim Cyber Army (MCA) juga menyebarkan soal hoax penganiayaan ulama dan PKI.
Selain itu, kelompok ini juga menyebarkan ujaran kebencian terhadap presiden dan beberapa tokoh negara.
"Upaya-upaya provokasi itu seperti menyampaikan isu-isu yang negatif tentang PKI juga tentang penganiyaan ulama," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri , Brigjen Pol Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2018).
Baca: Belum Ada Keputusan Akhir, Petugas Keamanan Lama Mengusir Petugas Keamanan Baru di Pondok Cabe
Hal teresebut merujuk terhadap sejumlah barang bukti yang telah disita polisi saat menangkap lima tersangka.
Dalam barang bukti yang disita, jelasnya, menunjukkan adanya tindak pidana.
"Barang bukti beberapa alat-alat elektronik sudah kita sita untuk kepentingan penyidikan," katanya.
Mirip Saracen.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Mohammad Iqbal mengakui bahwa secara karakteristik, MCA menyerupai Saracen.
Iqbal menjelaskan mereka menyebarkan ujaran kebencian dan konten berbau SARA.
Hal yang membedakan MCA juga menyebarkan konten berisi virus kepada pihak tertentu yang bisa merusak perangkat si penerima.
"Ada beberapa karakteristik yang agak mirip, tetapi ini berbeda," ujar Iqbal di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Namun, Iqbal belum mau mengungkap karakteristik apa yang dimaksud, termasuk menjelaskan motif para pelaku menyebarkan ujaran kebencian dan konten SARA.
Sementara motif kejahatan Saracen untuk kepentingan ekonomi.
Banyak Grup Sejenis MCA
Dalam grup MCA tersebut, ternyata masih ada beberapa grup lagi yang bisa dirunut dan memiliki spesifikasi.
"Muslim Cyber Army terdiri dari beberapa grup yang dinamakan MCA United. Grup tersebut terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Isinya mencapai ratusan ribu member," ujar Fadil.
Grup itu, jelas Fadil, menampung konten berupa berita, video, serta foto yang akan disebarluaskan melalui media sosial MCA.
Grup selanjutnya adalah sebuah grup inti eksklusif. Grup ini memiliki syarat dimana anggotanya harus menguasai teknologi serta memiliki kesamaan visi dan misi dengan MCA.
Untuk masuk ke dalamnya dilakukan seleksi dan dibaiat. "Menurut pengakuan tersangka, mereka harus dibaiat untuk masuk ke grup inti," imbuh Fadil.
Ada pula grup bernama Sniper MCA. Grup ini beranggotakan 177 orang, dimana tugas grup ini adalah mereport dan menyebarkan virus ke akun-akun yang dianggap sebagai lawan mereka.
"Lima tersangka yang ditangkap ini merupakan admin Sniper MCA," sambungnya lagi.
Baca: 5 Fakta Video Penghancuran Sebuah Mobil Oleh Sejumlah Pengendara Ojol Saat Kawal Jenazah Rizki
Selain itu, terdapat grup yang hanya melakukan komunikasi melalui aplikasi Zello.
Tugas grup bernama Cyber Muslim Defeat Hoax ini membuat setting opini, kemudian dishare secara serentak.
"Grup ini sangat tertutup dan terbatas, isinya tidak sebanyak kelompok sniper," tukasnya.
Sebelumnya, polisi menangkap anggota MCA di beberapa tempat terpisah, yakni Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizki Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang, dan Romi Chelsea di Palu.
Konten-konten yang disebarkan pelaku meliputi isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.
Termasuk menyebarkan isu bohong soal penganiayaan pemuka agama dan pengrusakan tempat ibadah yang ramai belakangan.
Tak hanya itu, pelaku juga menyebarkan konten berisi virus pada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.