Ada Kepercayaan Tidak Boleh Disambungkan, Parisadha Hindu Tolak Pembangunan Kabel Listrik Jawa-Bali
Apabila Pulau Jawa dan Bali disambungkan, maka akan terjadi malapetaka buat warga Bali.
TRIBUNJAKARTA.COM- Rencana pembangunan sambungan kabel listrik dari Jawa ke Bali atau Jawa Bali Crossing (JBC) masih buntu.
Hingga saat ini, Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali masih kukuh menolak pelaksanaan mega proyek yang sudah direncanakan sejak 2008 silam itu.
Baca: Jokowi Sindir Pemimpin yang Pesimis: Jangan Kita Bicara 2030 Bubar
Penolakan itu kembali disampaikan oleh Ketua PHDI Bali, Prof I Gusti Ngurah Sudiana secara langsung dalam rapat besar soal adendum yang digelar di Gedung Manggala Wanabakti, Perkantoran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (6/4/2018).
"Berdasarkan hasil rapat bersama PHDI Bali, PHDI Kabupaten kota, dan majelis madya, dengan ini kami menyampaikan menolak pelaksanaan proyek pembangunan sutet yang dibangun dalam radius 300 meter di sebelah Pura Segara Rupek," kata Sudiana dalam forum rapat tersebut.
Acara yang dihadiri langsung oleh seluruh petinggi PHDI di Bali mulai dari ketua, wakil, sekretaris, dan ketua PHDI di masing-masing kabupaten/kota, dan Ketua Majelis Madya di Bali sempat berlangsung panas.
Baca: Tawarkan Paul Pogba ke Manchester City, Pep Guardiola Justru Disamakan Agen dengan Hewan
Sebab, pihak PLN Distribusi Bali dituduh telah melakukan pembohongan publik soal jalur-jalur transmisi proyek JBC tersebut.
Namun setelah diklarifikasi oleh GM Produksi Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa, masalah tersebut ternyata cuma salah paham alias mis komunikasi.
Penyebab penolakan terhadap proyek Jawa Bali Crossing dari PHDI Bali ini masih seperti yang disampaikan sebelum-sebelumnya.
Intinya masalah kepercayaan dan prinsip.
Pertama, pembangunan tower setinggi 376 meter berada di dalam radius kesucian Pura Segara Rupek, yakni sekitar 300 meter.
Sementara, radius yang boleh dibangun tower tersebut adalah di luar 2 km dari titik pura tersebut.
Baca: Petugas SPBU Ditampar, Polisi Sebut Belum Ada Laporan, Manajemen: Akan Kita Perkarakan
Kedua, kepercayaan Umat Hindu mengenai cerita rakyat tentang Mpu Sidi Mantra yang bermakna bahwa apabila Pulau Jawa dan Bali disambungkan, maka akan terjadi malapetaka buat warga Bali.
"Sikap parisadha sudah jelas menolak, karena itu masalah kepercayaan, masalah prinsip, terutama masalah Bhisama, terutama soal kepercayaan terhadap Ida Mpu Sidimantra itu yang tidak boleh menyambung Jawa dan Bali," kata Sudiana saat diwawancara usai pertemuan tersebut.
Sudiana mengatakan, kendati pun tersambung dengan kabel, menurutnya hal itu sama saja menyambungkan Pulau Bali dengan Jawa.
"Itu sama saja. Biar disambung pakai kabel, yang namanya sambung tetap sambung," kata Sudiana yang juga selaku Rektor di IHDN ini.
Menurut pria berkumis itu, masalah kesucian pura di Bali harus diperhatikan betul. Sebab, pura merupakan taksu dari Pulau Dewata.
Lalu apa solusinya setelah PHDI tetap menolak?
Sudiana menyerahkan sepenuhnya ke pihak PLN untuk mencari solusi alternatif terhadap ancaman pemadaman bergilir yang disebut-sebut oleh pihak PLN Bali bahwa tahun 2021 Bali akan krisis listrik.
"Solusinya? Silakan dikaji dari PLN. Kalau kita tidak bisa kasih solusi. Secara teknis dari PLN. Silakan cari jalan lain, kalau ini jangan dilakukan. Kalau ini sudah jelas, dari komponennya, mulai dari parisada, majelisnya, pemudanya, dan masyarakat di sana sudah tidak menerima. Dan ini masalah kepercayaan," tegasnya.
Untuk diketahui, sebetulnya rapat yang digelar kemarin di Jakarta cuma membahas mengenai adendum atau tambahan dari dokumen proyek yang telah disiapkan pemrakarsa proyek sejak beberapa tahun silam.
Baca: Curi Uang Kotak Amal Masjid Rp 1,8 Juta, Pria Tanpa Identitas Tewas Dikeroyok Warga
Hanya saja, pihak PHDI tetap ngotot untuk menyampaikan penolakan terhadap rencana proyek tersebut.
"Saya ingatkan ini cuma membahas masalah adendum saja Pak. Cuma ada tambahan soal rencana pembangunan temporary jetty, jalan akses baru dan existing, dan jalur kabel bawah tanah 20 KV," kata Ketua Tim Konsultan Proyek JBC, Zaenal Arifin, dari ITS.
Meski begitu, Sudiana tetap bersikeras membacakan draf penolakan yang ia akui hasil pembahasan dari berbagai pesamuan baik dari PHDI Bali, PHDI Jembrana, Tabanan, Buleleng, dan dari berbagai organisasi Hindu di Bali.
"Saya cuma menyampaikan ini. Karena saya akan disalahkan jika tidak menyampaikan ini," kata Sudiana seraya meneruskan membaca dokumen penolakan itu.
Mengenai kesucian pura dalam konteks proyek JBC ini diatur dengan sejumlah aturan.
Di antaranya Perda Nomor 9 Tahun 2013 Tentang RTRW Kabupaten Buleleng pasal 14 ayat 3 tentang jaringan transmisi tenaga listrik, yang terdiri atas: pengembangan jaringan saluran udara tegangan ekstra tinggi (Sutet) yang melintasi Kecamatan Gerokgak, Seririt, Busungbiu, setelah melalui kajian, dalam pasal 24 ayat 1 huruf a menyatakan Kawasan Tempat Suci sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 huruf b, meliputi Kawasan Radius Kesucian Pura Dang Kahyangan.
Baca: Dibentengi 200 Dukun dan 2.000 Pusaka, Kesaktian Soeharto Pernah Disaksikan Pemilik Warung Makan
Kedua, yakni Bhisama PHDI mengenai kesucian Pura Nomor 11/kep/I/PHDI/1994 tertangal 25 Januari 1994 menyatakan bahwa tempat-tempat suci tersebut memiliki radius kesucian yang disebut Daerah Kekeran, dengan ukuran Apeneleng, Apenimpug, dan Apenyengker.
Artinya, untuk Pura Sad Kahyangan diterapkan ukuran Apeneleng (min 5 km dari pura), untuk Pura Dang Kahyangan diterapkan ukuran Apeneleng (min 2 km dari pura), dan untuk Pura Kahyangan Tiga dan lain lain diterapkan Apenimpug atau apenyengker.
Dalam proyek ini, Pura Segara Rupek masuk dalam kategori Apeneleng dengan jarak yang boleh dibangun tower listrik dengan ketinggian 376 meter itu tidak boleh di areal 2 km dari pura. (I Wayan Erwin Widyaswara)
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul: PHDI Bali Kukuh Tolak JBC pada Rapat Besar di Jakarta, Ada Keyakinan Terhadap Ida Mpu Sidimantra