Kisah Pelajar SMP yang Menikah Dini: Dicap Anak Nakal dan Tunda Hamil Demi Gapai Cita-cita Dokter

"Saya belum mau punya anak. Nanti kalau sudah lulus SMA barulah punya anak. Kami sudah sepakat semua berdasarkan saran dari dokter di puskesmas,"

Penulis: Erik Sinaga | Editor: Erik Sinaga
ISTIMEWA
Istimewa Sepasang kekasih berusia muda di Bantaeng memilih untuk menikah. Usia calon pengantin (catin) pria baru 15 tahun 10 bulan dan wanita masih 14 tahun 9 bulan. 

Daripada dicap nakal

FA yang masih duduk di bangku kelas VIII pun harus bekerja sambil bersekolah. Sepulang dari sekolah, FA yang berbekal pakaian ganti langsung ke tempat kerjanya di tepi Pantai Seruni.

Dia bekerja sebagai pelayan kafe di tepi pantai dari pukul 15.00 Wita hingga dinihari, sekitar pukul 02.00 Wita.

Baca: Jonathan: Saya Hanya Seorang Ayah yang Senantiasa Berusaha Melindungi Keluarga

Dia biasanya dibayar Rp 30.000 dalam sekali kerja. Kadang, pemilik kafe memberinya Rp 50.000 jika pengunjung Pantai Seruni sedang banyak-banyaknya pada malam minggu.

Dari penghasilan itu, dia bisa membeli makanan untuk adiknya dan membeli vocer listrik saat kiriman dari sang ayah tak cukup. Namun, konsekuensinya, FA kerap kelelahan saat kembali bersekolah pada pagi harinya.

Dia juga jadi digunjingkan oleh teman dan tetangganya karena sering pulang tengah malam.

"Saya biasa dibilangi anak nakal oleh orang-orang dan teman-teman sekolah karena pulang setiap malamnya pada tengah malam. Mereka bahkan, menuduh saya sebagai pencurilah, penjual obatlah, dan berbagai macam. Saya pun sering di-bully teman-teman sekolah di SMP Negeri 2 Bantaeng," ungkapnya.

Mendapat perlakuan itu, FA yang bercita-cita sebagai dokter ini pun sempat patah semangat untuk bersekolah.

Baca: Begal Lintas Provinsi: Tampil Necis saat Beraksi dan Berusaha Tidak Membunuh Korbannya

Padahal, dia menuturkan, sering mendapat rangking 1 sejak masih duduk di kelas 1 SD. Dari semua mata pelajaran di sekolah, FA mengaku paling suka mata pelajaran matematika dan mengaji ayat-ayat suci Al Quran.

"Saya dulu bersekolah di Madrasah Tsanawiyah, tapi pindah sekolah karena waktu belajarnya sampai sore. Saya terpaksa pindah sekolah, karena saya harus bekerja mulai jam 3 sore. Tapi di SMA 2, saya malah di-bully dan sering dibilangi anak nakal, pencuri dan sebagainya. Makanya saya mau pindah sekolah lagi, karena saya tidak tahan di sana," tuturnya.

FA juga mengaku tidak mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) seperti yang telah diperoleh teman-temannya.

Padahal, dia aktif di berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti OSIS, organisasi kesenian sekolah, dan Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra (IPASS).
"Saya pernah tanya kepada kepala sekolah dan guru-guru di SMP 2, kenapa saya tidak dapat KIP dan KIS. Kata pihak sekolah, karena saya tidak terdaftar. Saya pun diam saja dan pasrah," tuturnya.

Tunda Kehamilan

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved