Demam Tinggi dan Sesak Nafas Terdakwa BLBI Absen Hadiri Sidang Perdana

"Penyakit beliau mengkhawatirkan betul, kalau tunggu penetapan lama. Kami minta kalau bisa hari ini yang mulia," kata Yusril.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung berjalan keluar gedung KPK Jakarta memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, Kamis (21/12/2017). Syafruddin Arsyad Temenggung ditahan KPK terkait kasus dugaan suap penerbitan surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

Maka, besar JKPS terhadap Sjamsul Nursalim sejumlah Rp28.4 triliun.

Dalam kesepakatan, Sjamsul akan membayar secara tunai sebesar Rp1 triliun dan penyerahan aset sebesar Rp 27,4 triliun kepada perusahaan yang dibentuk oleh BPPN untuk melakukan penjualan atas aset.

Namun, setelah audit berupa Financial Due Dilligence (FDD) oleh Kantor Akuntan Publik Prasetio Utomo & CO (Arthur Andersen), disimpulkan bahwa kredit petambak plasma PT DCD dan PT WM atas piutang Rp 4,8 triliun kepada BDNI digolongkan sebagai kredit macet.

"Tanggal 17 Maret 2004, dilaksanakan rapat bersama antara BPPN dengan KKSK yang membahas Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Namun terdakwa (Syafruddin) tak memberikan laporan rinci ihwal penyelesaian permasalahan PT DCD khususnya terkait misrepresentasi yang dilakukan oleh Sjamsul Nursalim atas nilai utang petambak plasma PT DCD dan PT WM sebesar Rp 4,8 triliun," katanya.

Syafruddin juga tidak melaporkan ada kewajiban yang seharusnya ditanggung Sjamsul atas misrepresentasi, serta tidak melaporkan adanya pertemuan dengan pihak Sjamsul yang pada akhirnya merubah misrepresentasi menjadi tidak misrepresentasi.

Akhirnya KKSK mengeluarkan keputusan No.01/K.KKSK/03/2004 yang berisikan antara lain yakni menyetujui pemberian bukti penyelesaian sesuai dengan perjanjian

Pemegang Saham dengan BPPN, berupa pelepasan dan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Inpres 8 Tahun 2002 terhadap Sjamsul Nursalim.

Menurut jaksa, pada 12 April 2004, terdakwa dan Sjamsul selaku pemegang saham yang diwakili oleh istrinya Itjih S Nursalim, menandatangani Akta Perjanjian Penyelesaian Akhir Nomor 16 di hadapan notaris yang menyatakan bahwa pemegang saham telah melaksanakan dan menyelesaikan seluruh kewajibannya sebagaimana telah diatur dalam MSAA.

Dugaan kerugian negara dalam kasus ini, ungkap jaksa merujuk laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK RI tanggal 25 Agustus 2017.

Atas perbuatannya, Syafruddin diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah meyakini kasus ini tidak hanya dilakukan oleh satu orang. Kasus yang merugikan negara Rp 4 triliun itu diduga dilakukan bersama dengan berbagai pihak.

Pihak lain pun, termasuk pemerintah diduga terlibat pada kasus ini.

Untuk saksi yang akan dihadirkan di sidang, Febri meminta agar saksi memenuhi panggilan.

"Saksi yang diperiksa dan dimintai keterangan wajib memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan menyampaikan secara benar," kata Febri.

Diketahui kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau SKL pada Sjamsul Nursalim, pemegang saham di BDNI yang memiliki kewajiban pada BPPN.

SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligor BLBI kepada BPPN. SKL dikeluarkan mengacu pada Inpres No 8 tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, saat itu sebagai Presiden RI.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved