Demam Tinggi dan Sesak Nafas Terdakwa BLBI Absen Hadiri Sidang Perdana

"Penyakit beliau mengkhawatirkan betul, kalau tunggu penetapan lama. Kami minta kalau bisa hari ini yang mulia," kata Yusril.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung berjalan keluar gedung KPK Jakarta memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, Kamis (21/12/2017). Syafruddin Arsyad Temenggung ditahan KPK terkait kasus dugaan suap penerbitan surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

KPK menduga, Syafruddin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.

Nilai kerugian negara ini kasus ini, menurut KPK lebih tinggi daripada kasus megakorupsi e KTP yang kerugiannya diperkirakan sebesar Rp 3,7 triliun.

Dakwaan Prematur

Yusril Ihza Mahendra angkat suara soal dakwaan terhadap kliennya di sidang perdana Pengadilan Tipikor Jakarta. Menurutnya, dakwaan tersebut terkesan dipaksakan atau prematur.

Dia juga menyatakan dakwaan tersebut sebenarnya hanya menyalin apa yang tertulis dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).

Di MSAA diatur secara detail perjanjian antara kedua belah pihak antara pemerintah dan para debitur BLBI dan kemudian mekanisme penyelesaiannya dan semuanya telah diatur.

Yusril juga mengungkap keganjilan dari perkara yang terkesan dipaksakan, karena jika mengacu kepada isi MSSA tersebut, seharusnya perkara ini tidak cukup bukti untuk bisa menjerat kliennya.

"Sudah 19 tahun lamanya, MSAA ini ada dan sudah ditutup dan dianggap sudah selesai semuanya. Tidak pernah ada gugatan dari pihak pemerintah terhadap kasus ini. Jadi kasus ini dianggap sudah selesai dalam perdata. Tiba tiba kalau sekarang KPK menganggap bahwa ada unsur tindak pidana korupsi, itu didasarkan pada audit BPK yang baru atas perintah KPK sendiri," katanya.

Padahal kata Yusril, sebelumnya keputusan yang diambil oleh KKSK pada 2004 sendiri sudah berdasarkan hasil atas audit dari BPK pada waktu itu yang menyatakan bahwa kasus BDNI itu sudah selesai seluruhnya hingga diterbitkan SKL.

"Kemudian tahun 2017 dilakukan audit lagi, audit investigatif atas permintan KPK dan hasilnya lain, itu menjadi tanda tanya juga dari kami. Karena hasil audit BPK yang sudah ada pada tahun 2006 itu dan telah melahirkan pada suatu kebijakannya itu tidak bisa dianulir oleh kebijakan BPK yang baru," katanya.

Yusril juga melanjutkan kliennya bukanlah pihak yang bertanggung jawab terhadap penjualan aset bekas PT Dipasena. Selain persidangan di Pengadilan Tipikor, diungkap Yusril kliennya juga tengah menjalani persidangan perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Syafruddin tambah Yusril menggugat Menteri Keuangan dan PT Perusahaan Pengelola Aset Persero (PPA) karena dianggap tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. (Tribun Network/fel/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved