Jadi Polisi Hingga Pelaku Teror, Sofyan Tsauri Ungkap Blak-Blakan 'Saya Korban Doktrin'

"Saya terpapar dengan pemikiran radikalis dan saya korban dari doktrin," ungkapnya.

Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Kurniawati Hasjanah
YouTube
Sofyan Tsauri 

TRIBUNJAKARTA.COM - Sosok mantan narapidana teroris Sofyan Tsauri sempat menjadi polisi selama 10 tahun sebelum dirinya menjadi pelaku teror.

Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa pada Rabu malam (23/5/2018).

Sofyan menjadi anggota Polri pada 1998 usai dirinya lulus SPM di Lido, Jawa Barat.

Dia kemudian bertugas sebagai anggota Sabhara dan Bimas Polres Depok.

Lalu, ia mendapatkan tugas oleh Polresta Depok ke Aceh dalam rangka Operasi Perintis tahun 2002.

Pada saat di Aceh tersebut dirinya bertemu Aman Abdurrahman.

Hingga akhirnya Ia tergabung di jaringan Al Qaeda Asia Tenggara, memiliki peran sebagai pemasok senjata teroris di Aceh.

Adanya ia dalam jaringan Al Qaeda membuat dirinya diberhentikan tidak hormat dari instansi kepolisian pada 2009.

Sofyan pernah menjadi buronan dan beberapa kali berhasil lolos dari pengejaran polisi.

Pelariannya berhenti ketika dirinya ditangkap Densus 88 di Bekasi pada Maret 2010 dan menjalani masa kurungan selama 6 tahun lantaran mendapat remisi.

Sofyan mengatakan, doktrin radikal mulai memengaruhinya setelah melihat adanya ketidakpuasan terhadap pemerintah dan konflik yang terjadi di negara-negara Islam.

Untuk memiliki paham radikal dia mengaku butuh waktu hingga 5 tahun.

“Saya tinggal di asrama dari kecil. Bapak dan kakak saya anggota brimob. Saat itu mungkin terlalu baper terhadap penderitaan kaum muslimin,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, saat itu ia mencari jawaban.

Akhirnya masuk ke dalam sebuah pengajian.

Baca: Perjuangan Adara Melawan Kanker Kulit, Sakit Sejak Awal 2017 Hingga Tetap Ceria di Akhir Hayat

“Masuk pengajian, salah kamar. Saya masuk ke dalam. Jadi semua itu dari aktivitas bacaan dulu,” tegasnya.

Ia juga menyatakan kalau fenomena polisi menjadi teroris merupakan hal biasa.

"Sebetulnya fenomena polisi jadi teroris hal biasa di dunia Islam. Pelaku pengeboman di WTC adalah mantan polisi. Di Suriah, Abu Maryam mantan polisi. Fenomena polisi, tentara, PNS jadi teroris hal yang biasa," jelasnya.

Namun, menurutnya fenomena tersebut merupakan hal baru di Indonesia.

"Saya menolak keras dituduh Intel, kalau seorang polisi itu betul. Saya seorang polisi yang juga menjadi korban. Saya terpapar dengan pemikiran radikalis dan saya korban dari doktrin," ungkapnya.

Keterlibatannya dalam aksi pelatihan di Aceh membuat Ia menyesalinya.

“Tapi waktu itu, kita tujuan untuk mati sahid. Tak pernah berpikir adanya korban. Mereka akan mati juga,” paparnya.

Menurut Sofyan, hal tersebut merupakan perjuangan. “Tak ada perjuangan tanpa pengorbanan,” katanya.

Bahkan Sofyan mengungkapkan, dirinya sempat membaca surat Osama bin Laden.

Baca: Bikin Geger Akun Instagram Sang Istri Diretas, Begini Perjuangan Haykal Kamil Hingga Mau Pingsan

Isi surat itu menggambarkan tentang jihad yang dilakukan membuat banyak jatuhnya korban muslimin.

"Disini saya kaget ternyata Al Qaeda mengevalusi jatuhnya korban membuat dampak," imbuhnya.

Tak sampai situ, Ia menyatakan hancurnya dunia lebih ringan dibanding tumpahnya darah muslimin di sisi Allah.

"Membunuh secara sengaja itu buat saya takut. Kita bertanggung jawab kepada Allah secara pribadi," tukasnya. (TribunJakarta.com/Kurniawati Hasjanah)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved