Kasus First Travel

Sulit Tentukan Siapa Yang Berhak, Aset Bos First Travel Dirampas Negara

aset bos First Travel terkait perkara penipuan umrah dan pidana pencucian uang dirampas untuk negara.

Editor: ade mayasanto
TribunJakarta.com/Bima Putra
Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan saat menyimak persidangan, Cilodong, Depok, Rabu (30/5/2018). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Majelis hakim memutuskan aset bos First Travel terkait perkara penipuan umrah dan pidana pencucian uang dirampas untuk negara.

Hakim menolak tuntutan jaksa yang meminta agar aset tersebut dikembalikan ke jemaah.

Majelis hakim yang dipimpin Subandi mengaku kesulitan menentukan siapa pihak yang berhak menerima aset dari First Travel untuk dikembalikan ke jemaah korban penipuan umrah.

"Jadi kenapa (diputuskan) dirampas negara dikarenakan dari awal memang sulit bagi majelis hakim untuk menentukan siapa yang berhak," kata pejabat Humas Pengadilan Negeri Depok, Teguh Arifianto.

Menurut Teguh, jaksa pada surat tuntutan meminta agar aset tersebut diserahkan kepada calon jemaah umrah yang jadi korban melalui pengelola aset yang ditunjuk korban.

"Ternyata pengelolanya di persidangan menolak, nggak mau ngurusin barang bukti tersebut dengan alasan aset yang diserahkan ke mereka dengan kerugian (yang) mereka (alami) nggak imbang. Jadi pihak pengelola nggak mau menanggung risiko digugat sama korban korban lainnya," papar Teguh.

"Makanya demi kepastian hukum dan status barang bukti nggak terkatung katung (diputuskan) kita rampas negara," ujar Teguh.

Majelis hakim dalam putusannya mempertimbangkan seluruh tuntutan jaksa penuntut umum.

Namun hakim tidak sependapat dengan tuntutan penuntut umum terkait barang bukti nomor 1 529.

"Yang mana penuntut umum meminta supaya barang bukti tersebut dikembalikan kepada calon jemaah First Travel melalui pengurus aset korban First Travel nomor 1 tanggal 16 April 2018 yang dimuat di akta notaris untuk dibagikan secara proporsional dan merata," kata hakim membacakan pertimbangan dalam putusan bos First Travel.

Namun majelis hakim menilai akan terjadi ketidakpastian hukum bila aset-aset yang diminta jaksa dalam tuntutan dikembalikan kepada calon jemaah yang menjadi korban.

Untuk diketahui, aset yang disita sesuai barang bukti nomor 1 529 adalah dua unit AC satu pk merek Panasonic, kursi, kaca, cermin meja, lampu gantung, perabotan rumah tangga dan mobil Daihatsu Sirion.

Lalu ada juga Kartu NPWP Anniesa Hasibuan, satu bundel akta pendirian First Travel dan satu lembar keputusan Menkum HAM tentang pengesahan badan hukum perseroan.

Selain itu terdapat juga dua kacamata Swarovski, 17 kacamata Dior, enam kacamata Chanel, 19 kacamata Louis Vuitton, tujuh kacamata Fendi, 15 ikat pinggang dari berbagai merek, yakni Louis Vuitton dan Hermes Montblanc, serta dokumen kuitansi pembayaran.

Bos First Travel juga memiliki satu unit Apartemen Puri Park View, mobil Nissan, mobil Honda B 19 EL, mobil Toyota Hiace DK 9282 AH dan uang tunai 326.500.000, uang tunai Rp 994.237.434 atas nama PT Interculture Tourindo berikut tanah dan bangunan di Cluster Vesa Kebagusan, Jaksel.

Baca: Terpengaruh Narkoba, Pemuda Ini Nekat Curi dan Perkosa Korbannya di Pasar Minggu

Bos First Travel, menurut hakim, menawarkan paket umrah promo seharga Rp 14,3 juta pada Juni 2015. Lewat paket promo ini, calon jemaah dijanjikan diberangkatkan pada November 2016 Mei 2017.

"Di persidangan, para terdakwa menerangkan sejak awal menyadari paket umrah promo 2017 sebesar Rp 14,3 juta tidak cukup membiayai paket perjalanan ibadah umrah seperti yang ditawarkan. Namun para terdakwa tetap menawarkan paket umrah tersebut kepada para calon jemaah sehingga berhasil mendapatkan dan menarik calon jemaah mendaftar dan telah membayar," sambung hakim.

Uang setoran jemaah itu tidak cukup untuk memberangkatkan satu orang jemaah karena bos First Travel, termasuk Kiki Hasibuan, harus membayar gaji karyawan dan tagihan para vendor.

Hakim menyebut jumlah calon jemaah yang mendaftar pada Januari 2015 Juni 2017 sebanyak 93.295 orang.

Total setoran uang pembayaran para jemaah mencapai Rp 1,319 triliun.

Namun kenyataannya, sejak November 2016 hingga Juni 2017, jumlah jemaah umrah yang diberangkatkan First Travel hanya 29.985 orang.

Sedangkan sisanya, 63.310 orang yang sudah membayar lunas dengan jadwal pemberangkatan sejak November 2016 hingga Mei 2017, tidak diberangkatkan.

"Dan tidak dikembalikan uangnya," ujar Hakim Subandi.

Dihukum Mati
Sejumlah korban yang merupakan calon jemaah umrah yang gagal diberangkatkan First Travel hadir dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Depok, kemarin.

Usai dijatuhkan vonis kepada ketiga terdakwa, sejumlah korban mengaku tidak terima dengan vonis tersebut.

Mereka menganggap hukuman penjara selama 20 tahun bagi Andika, 18 tahun bagi Anniesa, dan 15 tahun bagi Kiki tidaklah cukup.

"Harusnya hukuman mati. (Hukuman penjara) di atas 20 tahun, harusnya hukuman mati," kata seorang korban yang enggan disebutkan namanya.

Baca: 30 Kali Beraksi, Pencopet Ini Akhirnya Kepergok dan Nyaris Dikeroyok di Transjakarta

Sementara itu, Tiara, seorang warga Cijantung menyatakan tidak puas dengan hukuman yang dijatuhkan kepada para bos First Travel tersebut.

Sebab, bisa saja mereka mengajukan banding dan memperoleh pengurangan masa hukuman.

Tiara mengaku dirinya masih menunggu hasil pengajuan banding ketiga bos First Travel. Namun demikian, ia tidak ingin mereka dihukum lebih ringan.

"Kalau di sini (dihukum penjara) 20 tahun, di akhirat (dihukum) seumur hidup," sebut Tiara.

Sementara itu Perkumpulan Pengurus Pengelolaan Aset First Travel (PPPAFT) menolak aset First Travel yang dikembalikan jaksa senilai sekitar Rp 25 miliar.

Penolakan itu dikemukakan perwakilan dari PPAFT Suwindra dan Dewi Gustiana
Dalam penolakan tersebut Dewi membacakan sebuah surat atas nama (PPPAFT) yang meminta hakim agar memerintahkan jaksa melelang aset aset yang telah disita sebagai barang bukti berupa mobil mobil dan rumah serta aset lainnya sebagaimana tersebut dalam daftar barang bukti sesuai prosedur yang diperbolehkan hukum untuk dikembalikan kepada jemaah.

"Rumah di Sentul City, Kantor di Cimanggis Depok, Apartemen Bellone park, rumah tinggal di Kelapa Dua Depok, beberapa unit mobil (Hummer, Toyota Vellfire, Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero Sport, VW Caravelle dan Mercy E 250," kata Dewi yang berdiri di depan persidangan.

Baca: Marissa Nasution Melahirkan Anak Pertama, Potret Bayinya Lucu dan Menggemaskan

Selain itu, PPPAFT yang diwakili Dewi menduga aset tersebut akan diserahkan ke pihak lain yang didasarkan pada akte jual beli yang mereka rasa cacat hukum dalam proses pelaksanaannya.

Dalam surat penolakan yang juga sudah diberikan kepada Majelis Hakim tersebut, PPPAFT meminta agar majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum membatalkan proses yang mereka duga tidak sah tersebut.

Usai sidang Dewi yang merupakan agen Frirst Travel tersebut mengungkapkan bahwa dasar penolakannya adalah bentuk pertanggungjawaban kepada para nasabahnya.

Dewi merasa tidak terima karena jumlah nilai aset tersebut hanya Rp 25 miliar dan belum tentu dapat dijual dengan nilai setara dan belum tentu laku.

"Coba Mas, disuruh beli kacamatanya Anniesa, mau nggak?" ungkap Dewi jengkel.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved