PKS dan Gerindra Berebut Duduki Wagub DKI, Ada Cerita di Balik Tandatangan M Taufik

Pilpres masih tahun depan, tapi PKS dan Partai Gerindra semakin terang berebut jabatan wakil gubernur DKI Jakarta setelah ditinggal Sandiaga Uno.

Penulis: Yogi Gustaman | Editor: Wahyu Aji
Kolase Tribunews.com
Politikus PKS, Mardani Ali Sera dan politikus Gerindra, M Taufik. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA — Pilpres 2019 masih jauh, tapi Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra semakin terang berebut jabatan wakil gubernur DKI Jakarta setelah ditinggal Sandiaga Uno.

Sandiaga mundur setelah diusung partai koalisi Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2019. 

Dalam perkembangan terbaru terungkap Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik telah menyetujui dua nama kader PKS sebagai penganti Sandiaga Uno.

Namun, Taufik menyatakan, persetujuan itu tidak sah secara administratif.

Sekadar informasi, Gerindra dan PKS mengawinkan Anies dan Sandiaga sebagai pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur pada Pilkada DKI 2017. Akhirnya, pasangan ini terpilih.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera (Tribun/HO)

Terkait persetujuan Taufik yang kemudian dianggap tidak sah itu merujuk pada peristiwa 10 Agustus 2018 di ruang tunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Saat itu merupakan waktu pendaftaran calon presiden dan wakil presiden usungan Gerindra dan PKS, yaitu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengungkapkan apa yang terjadi hari itu.

Menurut dia, saat itu Wakil Sekjen DPP PKS Abdul Hakim menyodorkan surat kepada Mohamad Taufik.

Surat itu berisi kesepakatan bahwa posisi wakil gubernur akan diisi kader PKS.

PKS sudah mencantumkan dua nama kadernya yang akan diajukan sebagai kandidat wagub.

"Nama yang diajukan (PKS) itu Mardani Ali Sera sama Nurmansjah Lubis," kata Satria seperti dilansir Kompas.com pada Kamis (23/8/2018).

Mardani Ali Sera merupakan Ketua DPP PKS, sedangkan Nurmansjah Lubis adalah anggota DPR daerah pemilihan DKI Jakarta dari PKS.

Iman Satria mengatakan selama ini Gerindra dan PKS selalu menjadi mitra dalam berpolitik.

Ia berharap PKS tidak "marah" hanya karena memperebutkan masalah jabatan wagub DKI Jakarta.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik, Senin (20/8/2018) di Bawaslu DKI Jakarta. TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik, Senin (20/8/2018) di Bawaslu DKI Jakarta. TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

"Nanti di ujungnya yang menang PKS, ya kita dukung. Menang Gerindra, ya harus didukung. Enggak ada rebut-rebutan, kita mah orangnya enak-enak aja," ucap Iman Satria.

Mohamad Taufik mengaku menandatangani surat itu. Namun, belakangan dia mengatakan penandatangan itu dilakukan agar tidak terjadi keramaian di ruang VIP pada waktu itu.

"Supaya enggak ramai saja di VIP room," ujar dia.

Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Syarif, menguatkan cerita Taufik saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (23/8/2018).

Menurut dia, langkah yang dilakukan oleh PKS terkait pengajuan calon wakil gubernur DKI Jakarta telah menyalahi aturan.

Dalam regulasi mengatur partai-partai pengusung kepala daerah harus mengajukan masing-masing nama calon wagub DKI Jakarta kepada DPRD DKI Jakarta.

"Karena itu harus patuh pada undang-undang," kata Syarif.

Tidak sah

Meski menandatanganinya, Taufik mengatakan, surat kesepakatan itu tidak sah karena tidak ada tanda tangan sekretaris DPD Gerindra, stempel, maupun materai dalam surat tersebut.

"Menurut saya tidak sah kesepakatan itu, apalagi sekretaris saya enggak tanda tangan," ujar Taufik.

Ia mengatakan, pembuatan kesepakatan di internal Gerindra dilakukan dengan rapat terlebih dahulu.

Kesepakatan harus tertulis dengan tanda tangan ketua dan sekretaris. Tidak bisa dilakukan secara mendadak seperti yang terjadi di ruang VIP itu.

"Kan, kalau saya membuat keputusan itu harus berdasarkan rapat, enggak di tengah jalan. Bukan keputusan warung kopi," kata Taufik.

Di tingkat DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, nama Taufik sudah disepakati sebagai kandidat wagub DKI.

Namanya akan diajukan ke DPRD DKI Jakarta untuk proses pemilihan selanjutnya.

Gerindra keberatan

DPRD DKI Jakarta baru akan mengadakan rapat peripurna terkait pengunduran diri Sandiaga sebagai wagub DKI Jakarta pada Senin (27/8/2018).

Hingga saat ini Gerindra masih merasa keberatan karena belum diajak untuk duduk bersama PKS membicarakan nama calon pengganti Sandiaga.

"Belum ada obrolan, PKS belum pernah ajak kita untuk duduk mengobrol. PKS hanya ingin mengajukan nama dari PKS saja, ya kita kan keberatan," ujar Iman Satria.

Menurut Iman, PKS hanya ingin mengajukan nama kadernya. Seharusnya ada wakil dari setiap partai pengusung, yakni PKS satu orang dan dari Gerindra satu orang.

"Harusnya kan satu Gerindra, satu PKS. Aturannya satu-satu, kita kan partai yang taat aturan," imbuh Bendahara DPD Gerindra DKI Jakarta ini.

Gerindra mangaku siap untuk bertemu dengan PKS dalam waktu dekat.

"Kalau kita siap aja, tinggal PKS nya aja," kata Iman.

Lulung sebut nama Taufik

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana, memastikan posisi wakil gubernur DKI Jakarta akan diisi kader Gerindra.

"Memang Gerindra, kan gantinya Gerindra," ujar Lulung saat dihubung pada Selasa (21/8/2018).

Hingga saat ini menurut pria yang akrab disapa Haji Lulung itu, pengganti Sandiaga mengerucut pada dua nama, Muhammad Taufik dan Mardani Ali Sera.

Lulung Lunggana atau Haji Lulung
Lulung Lunggana atau Haji Lulung (Tribunnews.com/ Wahyu Aji)

"Saya dengar Pak Mardani ya. Pak Mardani sama Taufik," ujar Lulung.

Lulung menilai kedua sosok yang digadang-gadang pengganti Sandiaga itu memiliki sikap yang baik, cakap, dan dianggap mampu menangani masalah Jakarta.

"Yang pantas dua-dua pantas ya. Dua-duanya teman," ujar Lulung.

Sementara itu, Lulung mangatakan rapat pimimpin membahas sosok pengganti Sandiaga saat ini baru masuk tahapanan penyampaian undangan ke Badan Musyawurah.

"Ingin mengumumkan pemberhentian Sandiaga sebagai wagub. Terus kemudian proses dari pergantian itu nantinya itu harus diusulkan oleh partai masing-masing," ujar Lulung.

PKS anggap wajar

Ketua Komisi Kebijakan Publik MPW PKS DKI Jakarta Achmad Yani mengaku tidak mengetahui adanya surat itu.

Menurut dia, itu merupakan urusan para pimpinan partai.

Namun, Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta itu menilai tidak berlebihan jika PKS menginginkan jabatan wakil gubernur DKI.

Yani mengatakan, pembagian seperti itu wajar karena Gerindra sudah mendapatkan posisi calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2019.

"Saya kira hal ini wajar ya karena memang untuk pilpres, koalisi PKS dan Gerindra mendukung Pak Prabowo sebagai capres dan Pak Sandi yang dari Gerindra kita dukung juga sebagai cawapres," ujar Yani.

"Maka, tentu saja kalau ada posisi lain, pasti Gerindra akan memberi kesempatan juga pada PKS," tambah dia.

Ia menambahkan, dalam sebuah hubungan koalisi, wajar jika ada kesepakatan semacam itu.

PKS sudah memberi kesempatan kepada Gerindra untuk mengisi posisi capres dan cawapres pada Pilpres 2019.

Yani berharap Gerindra bisa memberikan kesempatan yang sama ke PKS untuk posisi wagub DKI.

"Mudah-mudahan, apa yang jadi harapan PKS ini bisa diterima Gerindra karena kami ingin adanya satu kebersamaan," ujar Yani.

NasDem ikut bersuara

Fraksi Partai NasDem DPRD DKI Jakarta akan mempertanyakan dalam rapat paripurna soal nama kandidat wagub DKI pengganti Sandiaga Uno yang hanya berasal dari PKS.

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai, sebaiknya kandidat wakil gubernur DKI tak hanya berasal dari PKS, melainkan dari Partai Gerindra juga.

Sebab, keduanya merupakan partai pengusung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI 2017.

"Masak namanya dari PKS semua? Seharusnya dari Gerindra ada juga, satu-satu kan. Kalau benar (hanya kader PKS yang diusulkan), nanti kita tanya di paripurna kenapa Gerindra tidak mengusulkan," ujar Bestari ketika dihubungi, Jumat (24/8/2018).

Hal ini untuk menanggapi adanya kesepakatan yang terjadi antara PKS dan Gerindra.

"Kita akan mempertanyakan itu, kita kan menunggu dari kedua belah partai pengusungnya. Kan masing-masing pengusung itu mengirim nama," ujar Bestari.

Memang, lanjut dia, bisa saja Partai Gerindra telah menyetujui nama-nama yang diajukan PKS.

Namun, Bestari mengatakan, fraksinya tetap akan mempertanyakan.

Apalagi, partai pengusung yang berhak hanya dua partai. Dua partai itu harus mengajukan dua nama kandidat wagub untuk diputuskan DPRD DKI. Maka, kata Bestari, sudah sewajarnya nama kandidat berasal dari dua partai itu. (TribunJakarta.com/Tribunnews.com/Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved