Edaran Bupati Bireun: Nonmuhrim Dilarang Duduk Bareng di Cafe, Didukung FPI, Kritik Keras DPRA
“Banyak remaja putri nongkrong di kafe berlama-lama sehingga memunculkan pandangan tidak baik,” kata Jufliwan.
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM, BIREUN- Pemkab Bireuen menerbitkan edaran standardisasi warung kopi/kafe dan restoran sesuai syariat Islam.
Dalam salah satu poin edaran yang diteken Bupati Bireuen, H Saifannur S.Sos tersebut ditegaskan haram hukumnya laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya.
Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Bireuen, Jufliwan SH MM kepada Serambi, Selasa (4/9) mengatakan, edaran yang terdiri 14 poin tersebut sebagai bentuk dakwah Islam serta sosialisasi yang dilakukan Pemkab Bireuen agar warung kopi, kafe, dan restoran dapat mengetahui bagaimana standar sebuah warung dalam prinsip dan ketentuan Islam.
Edaran tersebut, menurut Jufliwan sudah pernah diterbitkan pada masa bupati Ruslan M Daud dan pada periode Bupati Saifannur diedarkan lagi.
Pemkab Bireuen berharap pengelola warung, kafe, dan restoran dapat menyesuaikan operasional dengan edaran tersebut.
Dugaan Perempuan Duduk di Kafe bukan bersama Muhrim
Kadis Syariat Islam Bireuen Jufliwan mengatakan penerbitan edaran tersebut karena tidak lepas dari masukan dan amatan di lapangan di mana banyak kaum perempuan duduk di kafe yang diperkirakan bukan dengan muhrimnya.
“Banyak remaja putri nongkrong di kafe berlama-lama sehingga memunculkan pandangan tidak baik,” kata Jufliwan.
Inti edaran itu, kata Jufliwan, sebagai bentuk dakwah dan bersifat imbauan agar pengusaha atau pemilik warung kopi tidak melanggar syariat Islam.
Ditanya apakah edaran tersebut sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengelola warung, kafe, dan restoran, Jufliwan mengatakan, pihaknya mendakwahkan dan mengharapkan dapat dilaksanakan sehingga keberadaan warung di Bireuen menjadi lebih baik sesuai syariat Islam.
Dikatakannya, sosialisasi edaran tersebut bukan sebatas mengedarkan tetapi menurunkan tim Dinas Syariat Islam (DSI) ke warung, kafe, dan restoran untuk menjelaskan maksud edaran itu.
Ditanya tentang poin yang mencantumkan larangan warung, kafe, dan restoran melayani pelanggan wanita di atas pukul 21.00 WIB, kecuali dengan mahramnya, Jufliwan menjelaskan, intinya apalabila seorang wanita berada di warung bukan dengan mahramnya tengah malam berpotensi menimbulkan kesan negatif.
Menurut Jufliwan, tim dari Dinas Syariat Islam akan terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap edaran tersebut serta menerima masukan sehingga dakwah yang dijalankan berjalan sesuai ketentuan syariat.
“Pemkab Bireuen tidak akan gegabah mengambil sikap atau menerapkan secara maksimal edaran tersebut, tetapi terus mengkaji dan menampung berbagai masukan dengan harapan pemilik warung, kafe, dan restoran secara perlahan-lahan menyesuaikan diri,” kata Jufliwan.
Wakil Ketua MPU Bireuen, Drs Tgk Jamaluddin Idris mengatakan, edaran tersebut bersifat dakwah atau amar makruf nahi mungkar. Setiap orang, kata Jamaluddin wajib menyampaikan dakwah Islam, sedangkan dipatuhi atau tidak tergantung kepada orangnya.
Seorang pemilik kafe di Bireuen, H Muklis atau lebih dikenal dengan panggilan Juragan menilai edaran tersebut sangat baik, apalagi warung diminta tutup saat magrib dan sudah banyak dilakukan.
“Saat ini, ada warung yang dekat meunasah atau musalla tutup saat magrib dan buka setelah jamaah keluar,” ujarnya.
• Harga Kedelai Naik, Perajin di Kampung Tempe Siasati dengan Perkecil Ukuran
• Dianggap Paham Gaya Permainan Persija Jakarta, Pelatih Selangor FA Turunkan Evan Dimas - Ilham Udin
• Hindari Sanksi, Kepala Badan Pajak DKI Imbau Warga Membayarkan Pajak Sebelum Jatuh Tempo
Menyangkut pelarangan terhadap perempuan berada di warung lewat pukul 21.00 WIB, menurutnya juga baik, namun bagaimana apabila tamu luar datang dan minum kopi di warung perlu dipikirkan dan jangan sampai melanggar hak asasi manusia.
“Edaran tersebut sebagai bentuk dakwah dan perlu disosialisasikan seluas mungkin agar semua masyarakat mengetahui,” kata Juragan.
Bupati Bireuen, H Saifannur SSos menjelaskan secara detail tentang tujuan pihaknya menerbitkan edaran standardisasi warung, kafe, dan restoran yang sesuai dengan syariat Islam.
“Ini sebagai bentuk dakwah dan sosialisasi penegakan syariat Islam, tujuannya agar pengelola warung, kafe, dan restoran mengetahui dan memahami bagaimana mengelola warung yang tidak melanggar syariat Islam, indah, bersih, dan banyak pengunjung,” kata Saifannur menjawab Serambi, Selasa (4/9) terkait terbitnya edaran standardisasi warung, kafe, dan restoran di Bireuen yang sesuai dengan syariat Islam.
Menanggapi poin tentang pelarangan wanita nonmuhrim duduk di kafe hingga larut malam, Saifannur mengatakan, dulu suasana malam di Bireuen terutama di warung tidak ada perempuan tetapi sekarang banyak remaja putri berlama-lama di warung, kesannya tidak bagus.
“Saya lihat sendiri keadaan demikian dan tidak bagus, banyak remaja putri di kafe-kafe pada malam hari dan tidak bagus kalau bukan dengan muhrim. Kalau dengan muhrim silakan saja dan suatu hal yang baik,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Saifannur, ia menerima informasi ada remaja sepulang sekolah ganti baju dan selanjutnya nongkrong berlama-lama di kafe. Bila dibiarkan tanpa imbauan dikhawatirkan datang Satpol PP atau WH melakukan langkah penertiban di warung-warung, apalagi warung yang remang-remang.
Saifannur kembali menegaskan, edaran tersebut bersifat dakwah dan sosialisasi hasil rumusan bersama dengan MPU Bireuen. Karena, kata Saifannur, Aceh pada umumnya dan Bireuen pada khususnya adalah daerah bersyariat Islam, tentunya Pemkab Bireuen wajib melakukan sosialisasi dan dakwah agar semuanya berjalan sesuai syariat Islam.

Ditentang anggota DPRA: Jumud dan Kolot
Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Kautsar M Yus menilai kebijakan itu telah membatasi ruang gerak perempuan di ranah publik.
Poin yang disorot dalam aturan itu ada pada aturan nomor 7 yang berbunyi: dilarang melayani pelanggan wanita di atas pukul 21.00 WIB, kecuali bersama mahramnya.

Selanjutnya pada aturan nomor 13 yang berbunyi: haram hukumnya laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya
"Ini peraturan yang membatasi ruang gerak perempuan di ranah publik, yang dikeluarkan oleh bupati dari Partai Golkar di Kabupaten Bireuen," tulis Kautsar di akun twitternya sebagaimana dikutip Serambinews.com, Rabu (5/8/2018).
Sebagai wakil rakyat di DPRA dari daerah pemilihan (dapil) Bireuen, Kautsar mengaku malu atas kebijakan Bupati Bireuen yang ia nilai tak masuk akal ini.
"Sebagai wakil rakyat dari Bireuen, saya malu, kok Kabupaten Bireuen yang kosmopolit kini menjadi jumud dan kolot karena peraturan yang tak masuk akal ini," tulis Kautsar lagi.
Didukung FPI
Front Pembela Islam (FPI) Aceh menyatakan dukungannya atas imbauan Bupati Bireuen, Saifannur, yang melarang laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya.
Imbauan tersebut adalah bahagian dari syariat Islam.
Dalilnya ada dalam Alquran, hadis nabi, dan juga ijma para ulama.
• Hadapi Mantan Klub, Pemain Bertahan Selangor FA Rindu Rekan-rekannya di Persija
• Live Streaming Persija Jakarta Vs Selangor FA: Teco Cemaskan Eks Atletico Madrid, Simic Siap Bangkit
• Ingin Nonton The Nun? Yuk Ketahui Fakta-fakta Mengerikan Tentang Valak
"Tidak ada pendapat ulama yang membolehkan bercampur lelaki dan perempuan yang bukan mahram, dan tidak ada pendapat ulama yang membolehkan menilik wanita yang bukan mahram kecuali bagi lelakiyang bertujuan untuk menikah dengan wanita tersebut," kata Ketua FPI Aceh, Tgk Muslim At-Thahiri kepada Serambinews.com, Kamis (6/9/2018).
Tetapi yang terjadi selama ini, lanjut Muslim, di warung kopi dan di kafe terlihat banyak wanita bercampur baur di antara lelaki duduk semeja, saling bercanda tawa, bahkan saling buka-buka aib rumah tangga.
Maka, sambungnya, sangat wajar keluar imbauan dari Bupati Bireuen untuk mengatur hal tersebut.
"Mudah-mudahan dicontoh oleh bupati/wali kota lain," harapnya.
Ketua FPI Aceh ini juga menyayangkan ada oknum anggota dewan dan juga pihak-pihak lain yang mengkritik dan mencemooh imbauan tersebut.
Padahal bila dikaji secara adat dan agama, kebijakan itu sangat bagus dan patut didukung bersama.
"Oleh karena itu kami mengajak semua pihak untuk pakai iman, pakai akal, jangan pakai nafsu! Jangan suka menyalahkan orang selama yang dilakukan itu baik. Jangan cari-cari alasan untuk menyalahkan orang," pungkas Muslim At-Thahiri. (Serambi Indonesia)