Menelusuri Komplek Makam Sunan Gunung Jati, Ternyata Tak Sembarang Orang Bisa Masuk
Ternyata ada kententuan khusus untuk bisa memasuki makam utama Sunan Gunung Djati.
TRIBUNJAKARTA.COM - Makam Sunan Gunung Djati Cirebon tak pernah sepi dikunjungi peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.
Terutama saat hari-hari besar Islam, Makam Sunan Gunung Djati akan dikunjungi ribuan peziarah.
Memasuki bagian pertama, kita akan melihat makam-makan yang dikelilingi tembok bangunan berwarna putih.
Bagian dalam kedua, kita harus melepas alas kaki dan ada banyak peziarah yang sedang berdoa.
Sebagian lagi ada yang sedang berwudhu dari ari yang ada di komplek makam.
Para peziarah yang sedang berdoa, berada tepat di depan pintu pertama memasuki Makam Komplek Sunan Gunung Djati.
• Pakde Karwo Diincar Kubu Jokowi-Maruf, Ferdinand Hutahean: Berhenti Maksa Kader Demokrat
Namun, ada pintu dari samping yang tidak bisa dimasuki sembarangan orang.
Hanya orang-orang tertentu yang dapat memasuki makam utama Sunan Gunung Djati.
Memasuki makam utamanya, para peziarah harus mengenakan peci dan dilarang membawa kamera.
Peziarah perempuan yang sedang menstruasi, dilarang masuk ke makam utama karena makam tersebut dianggap kawasan yang suci.
Sebelum ke makam utama, kita akan melewati makam-makam lainnya.
Ada sekitar tiga tangga untuk menuju makam utama tersebut. Temboknya dari bata yang tersusun rapi dan berwarna merah bata.
• Kader Dibebaskan Memilih Capres, Ferdinand Hutahaean Tegaskan Partai Demokrat Tak Main 2 Kaki
Memasuki makam utama, sungguh sejuk dan begitu tentram.
Di sana, ada sebuah bangunan berukuran sekitar 6 m x 6 m yang di dalamnya ada makam Sunan Gunung Djati sekitar 2,5 m x 1 m.
Di samping kiri bangunan makam tersebut, ada Makam Pangeran Carkrabuana atau Mbah Kuwu Sangkan Cirebon.
Saat ini, Tribun Jabar berksempatan bertemu dengan seorang Sejarawan Cirebon, Opan Safari.
Mengenakan pakaian batik, ia membawa tas yang di dalamnya terdapat naskag Serat Carub Kanda.
• Cerita Pedagang Kopi di Kawasan Pantai Ancol, Sepi Pembeli Walau Hari Libur
Naskah tersebut bertuliskan Bahasa Arab yang menceritakan proses Pangeran Cakra Buana ketika belajar Agama Islam di Karawang.
Carub berarti campur, dan Kanda artinya cerita atau obrolan. Jadi, Serat Carub Kanda adalah naskah yang berarti cerita campuran.
Naskah tersebut terdiri dari 11 carang atau cabang dan setiap cabangnya memiliki cerita yang berbeda.
"Ini naskah ditulis tahun 1813 yang ditulis oleh Cangga saya bernama Pangeran Lingga Buana atau Pangeran Tuji Jaya Sukma," kata Opan Safari saat ditemui di Makam Sunan Gunung Djati, Cirebon, Selasa (11/9/2018).
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul "Menjelajah ke Komplek Makam Sunan Gunung Jati, Ternyata Tak Sembarang Orang Bisa Masuk".
Penulis: Siti Masithoh