Kisah Ratna Sarumpaet Saat Orde Baru: Melawan Lewat Seni Teater

Pembunuhan Marsinah, aktivis buruh yang tewas pada 1993, adalah salah satu kasus yang mendorongnya untuk aktif secara politik.

Editor: Erlina Fury Santika
Tabloid Nova edisi September 1994
Roh Tokoh yang diperankan Ratna Sarumpaet, prihatin pada ketakadilan di muka bumi 

TRIBUNJAKARTA.COM - Ratna Sarumpaet yang baru saja bikin heboh media sosial sejatinya seorang akvitis sosial yang sangat vokal--bahkan sejak Orde Baru berkuasa.

Pembunuhan Marsinah, aktivis buruh yang tewas pada 1993, adalah salah satu kasus yang mendorongnya untuk aktif secara politik.

Ratna kemudian mulai menulis naskah pementasan orisinal pertamanya dengan judul "Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah" pada 1994.

Naskah teater itu ditulisnya selama satu tahun dengan gambaran jalan cerita yang lebih universal.

Tidak spesifik menyoroti Marsinah, namun mengenai nasib orang-orang yang diberlakukan tidak adil yang menuntut hak pada pihak berkuasa.

Pertunjukan teater Marsinah dipentaskan di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 16-19 September 1994.

Drama sepanjang dua jam itu mengambil setting di alam barzakh.

Roh Tokoh yang diperankan Ratna Sarumpaet, prihatin pada ketakadilan di muka bumi
Tabloid Nova edisi September 1994
Roh Tokoh yang diperankan Ratna Sarumpaet, prihatin pada ketakadilan di muka bumi

Mundur dari Tim Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno, Ratna Sarumpaet: Saya Akan Tetap Berjuang

Prabowo Ungkap Dirinya Sangat Hormati Ratna Sarumpaet Hingga Sempat Merasa Terusik, Ini Alasannya

Kebohongan Ratna Sarumpaet, Ferdinand Hutahaean Murka dan Minta Prabowo Pecat dari Tim Pemenangan

"Siapa yang peduli keadilan, selain korban ketidakadilan. Mereka jarang dibela," ucap Ratna Sarumpaet, sang penulis, sutradara, dan sekaligus pemeran roh wanita di atas panggung, kepada Tabloid Nova edisi September 1994.

Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah ditulis sedemikian rupa sebagai ungkapan kegelisahan Ratna terhadap kasus-kasus semacam Marsinah.

Itulah sebabnya, tidak ada kemunculan tokoh Marsinah dalam pertunjukkan.

Sebaliknya, Ratna hanya menampilkan esensi penderitaan yang dialami Marsinah.

 

Dan itu bisa menimpa siapa saja, termasuk pada kaum lelaki sekalipun.

Selain penulisannya yang memakan waktu lama, latihan untuk pentas itu pun membutuhkan waktu 5 bulan.

Sebelum berlatih, Ratna dan teman-temannya bahkan menyempatkan
diri ke Nganjuk, Jawa Timur, untuk berziarah dan mengunjungi keluarga Marsinah untuk meminta izin atas pemakaian nama Marsinah.

Setelah berlarut-larut, atas kasus pembunuhan Marsinah, pada September 1997, Kepala Kepolisian RI menutup kasus itu dengan alasan bahwa DNA Marsinah dalam penyelidikan telah terkontaminasi.

Ratna Sarumpaet aktivis 1998
Majalah Hai edisi 1998
Ratna Sarumpaet aktivis 1998

Segera setelah penutupan kasus, Ratna menulis monolog "Marsinah Menggugat" untuk dipentaskan dalam sebuah tur ke sebelas kota di Jawa dan Sumatera.

Monolog ini kemudian dianggap sebagai karya provokatif dan tak jarang dibubarkan oleh pasukan anti huru-hara di beberapa kota saat dipentaskan.

Hal itu membuat rumah Ratna terus diawasi intel.

Semakin kecewa dengan tindakan otokratik Orde Baru Soeharto, selama pemilihan umum 1997 Sarumpaet dan kelompoknya memimpin protes pro-demokrasi.

Hingga akhirnya, pada Maret 1998, Ratna Sarumpaet ditangkap atas salah satu aksinya untuk kemudian dijebloskan ke penjara. Ia menjadi aktivis terakhir yang dipenjara Orde Baru sebelum Soeharto lengeser pada Mei 1998.

Setelah 70 hari dalam kurungan, sehari sebelum Suharto resmi lengser, barulah Ratna Sarumpaet dibebaskan. (Muflika Nur Fuaddah/Majalah Nova edisi September 1994)

Sumber: Intisari
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved