Bripka Matheos BKO Densus Tewas di Makam: Jago Tembak dan Pernah Tumpas GAM

Sederet fakta terungkap tentang Bripka Matheos, anggota Densus 88, yang tewas dengan luka tembak di kepala.

TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA
Karangan bunga ucapan dukacita atas meninggalnya Bripka Matheos De Haan di Bojonggede, Bogor, Selasa (1/1/2019). 

TRIBUNJAKARTA.COM, DEPOK - Bripka Matheos De Haan sudah tak bernyawa saat ditemukan di TPU Mutiara, Pancoran Mas, Depok, Senin (31/12/2018) malam.

Sekira pukul 18.30 WIB, warga Pancoran Mas mendapati tubuh Bripka Matheos tak bergerak, darah tercecer di sekitar kepalanya.

Tim Inafis Polda Metro Jaya beserta penyidik gabungan menyambangi lokasi tewasnya Bripka Matheos.

Berikut TribunJakarta.com himpun sejumlah fakta tentang Bripka Matheos yang ternyata anggota Densus 88 Antiteror Polri.

Pakai penutup kepala

Kabarnya, jenazah Bripka Matheos sempat dibawa ke Rumah Sakit Bhakti Yuda di Pancoran Mas.

"Dokter menyatakan meninggal dan sudah dapat penanganan medis awal. Setelah ditangani dibawa ke RS Polri Kramat Jati," ungkap Paur Humas Polresta Depok Ipda I Made Budi.

Anjing pelacak Unit K-9 Baharkam Brimob Kelapa Dua Mabes Polri dikerahkan ke lokasi tempat Bripka Matheos ditemukan sudah tewas.

Ia ditemukan tewas mengenakan penutup kepala dan terluka.

Pistol, ponsel, dan sepeda motor masih di lokasi saat warga menemukan jasadnya.

Kesaksian penjaga makam

Syafi’i (50) orang yang pertama menemukan jasad Bripka Matheos tewas di TPU Mutiara, tak menyangka korban adalah polisi.

Pria yang sehari-hari menjaga TPU Mutiara Depok sempat curiga karena melihat motor matic terparkir dekat gerbang.

Di samping motor tergeletak jasad pria yang wajahnya memakai penutup hitam dan ceceran darah di kepala.

"Saya melihat ada motor parkir di samping, di dekatnya ada helm dan ada orang tiduran. Saya dekati lagi ternyata banyak darah di dekat kepala," kata Syafi’i.

Syafi’i takut dan memilih memanggil temannya lalu melaporkan temuan tersebut kepada Miat, Ketua RT 01/RW 13 Kelurahan Pancoran Mas.

Penyerahan jenazah Bripka Matheos De Haan dari pihak keluarga diwakili Bapak Hanapi ke Kepolisian RI pada Selasa (1/1/2018). Inspektur Upacara Kapolresta Depok Kombes Didik S untuk seterusnya digelar upacara persemanyaman pemakaman di rumah kediaman almarhum tak jauh dari Masjid Nurul Haq, Jalan Masjid, Kampung Bambon RT 02/06, Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor.
Penyerahan jenazah Bripka Matheos De Haan dari pihak keluarga diwakili Bapak Hanapi ke Kepolisian RI pada Selasa (1/1/2018). Inspektur Upacara Kapolresta Depok Kombes Didik S untuk seterusnya digelar upacara persemanyaman pemakaman di rumah kediaman almarhum tak jauh dari Masjid Nurul Haq, Jalan Masjid, Kampung Bambon RT 02/06, Desa Ragajaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. (Istimewa)

Miat lantas melaporkan temuan ini kepada personel Polsek Pancoran Mas yang tak sampai lima menit dari lokasi.

TPU Mutiara memang sepi, ramai saat peziarah datang atau ada jenazah yang dimakamkan.

Jenazah Bripka Matheos telah dimakamkan pada Selasa di Pemakaman Palsigunung, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Sempat minum kopi sore

Pada Senin petang Bripka Matheos sempat menyambangi Polsek Pancoran Mas untuk minum kopi.

Hal ini disampaikan Tuti, warga RT 04/RW 05 Kelurahan Mampang yang menjajakan kopi untuk personel Polsek Pancoran Mas.

"Pas sore sempat minum kopi di sini bareng anggota lainnya. Waktu itu sih biasa saja, enggak ada yang aneh. Orangnya juga memang biasa," kata Tuti di Pancoran Mas, Depok, Selasa (1/1/2019).

Tuti menilai tak ada hal janggal dari Bripka Matheos.

Tak lama berbincang dan menghabiskan kopi pesannya, Bripka Matheus meninggalkan Polsek Pancoran Mas entah kemana.

Ia mengaku kaget mengetahui Bripka Matheos meninggal dengan luka di kepala.

Kepala Operasional Rumah Sakit Polri Kombes Edi Purnomo mengatakan hasil autopsi Bripka Matheos tewas akibat luka tembak di kepala.

"Lukanya hanya satu saja," kata Edi sambil menjelaskan luka tembak dari sisi kanan sampai tembus sisi kiri kepalanya.

Pistol tertindih badan

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan posisi pistol Bripka Matheos yang tewas akibat luka tembak di kepala berada di bawah badan.

Sehingga tak terlihat jelas dalam dokumentasi warga Kecamatan Pancoran Mas yang beredar.

"Posisi senjata api Bripka Matheos saat jasadnya ditemukan ada di TPU Mutiara, bawah badan," kata Argo saat dihubungi wartawan, Selasa (1/1/2019).

Perihal di sisi mana tergeletak, Argo tak menjawab secara gamblang.

Dia tak membantah atau membenarkan pernyataan warga yang sempat melihat dokumentasi bahwa polisi terletak di sisi kiri jasad Matheos.

Argo hanya menjelaskan bisa jadi pistol di sisi kiri karena saat ditemukan pada Senin (31/12/2018) sekira pukul 18.30 WIB jasad Matheos sudah bergeser.

"Kan bisa saat jenazah ditemukan jenazah digeser," ujarnya.

Bripka Matheos, menurut Argo, tidak kidal. Hal sama dinyatakan menantu almarhum Matheos, Angger Aprinda (30).

"Almarhum enggak kidal," tutur Angger saat ditemui TribunJakarta.com di rumah Bripka Matheos di Kampung Bambon, Desa Ragajaya, Kabupaten Bojonggede. 

Angger mengatakan yang jelas ayahnya kerap menyimpan pistol di pinggang kanan belakang karena memang bukan kidal.

"Senjatanya warna hitam, kalau enggak salah jenis pistol," jelas Angger.

Loyal dengan korps

Keluarga besar yakin Bripka Matheos yang diperbantukan di Densus 88 Antiteror Polri tak meninggal karena menembak kepalanya sendiri.

Angger mengatakan almarhum tak memiliki atau sedang terlibat masalah.

"Kita tidak percaya bapak bunuh diri karena selama ini dalam keluarga bapak tidak pernah ada masalah, cek-cok apalagi masalah ekonomi. Semua baik saja," kata Angger.

Sekira pukul 17.00 WIB, Angger menuturkan ayah mertuanya sempat meminta istrinya Nia mengantarkan handphone ke Polsek Pancoran Mas.

Setelah mengantarkan handphone, Nia kembali ke rumah, sementara Matheos masih di Mapolsek Pancoran Mas sambil ngopi.

"Bapak handphonenya ketinggalan, disuruh minta anterin putri yang juga istri saya ke Polsek. Setelah itu istri saya langsung pulang lagi," ujarnya.

Mengenai kondisi fisik kakek satu cucu itu, Angger menyebut Matheos jarang diterpa sakit dan memiliki daya tahan tubuhnya kuat.

Bila sakit dia tetap memilih menjalankan tugas sebagai pelayan masyarakat, sementara di lingkungan dia gemar bersosialisasi dengan warga sekitar Kampung Bambon.

"Bapak itu orangnya kuat dan jarang sakit. Sebelum kejadian ibu sempat kerokin badan bapak karena kurang enak badan. Biar sakit bapak tetap masuk kerja, orangnya sangat disiplin dan suka mengajak bermain anak-anak lingkungan di rumah," tuturnya.

Pernah tumpas GAM

Bripka Matheos pernah dikirim ke Aceh pada tahun 2001 untuk operasi penanganan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Tugas itu membuat pangkat Bripka Matheus di Polri naik dalam waktu yang cepat.

"Pangkat itu sebenarnya bapak itu naiknya cepet mas. Bapak itu dikirim ke Aceh tahun 2001 waktu GAM," ungkap Angger.

Menurut Angger, jika tidak begitu ayah mertuanya itu tak akan sampai berpangkat Bripka.

"Kalau bapak nggak dikirim ke Aceh Bapak sekarang bukan Bripka. Paling baru bengkok dua," ia menambahkan.

Jago tembak jadi anggota Sensus 88

Bripka Matheos kelahiran Nusa Tenggara Barat, sempat memberitahu menantunya jika ia diperbantukan ke Densus 88 Antiteror Polri sekitar setahun lalu.

"Tahun lalu saya diajak masuk ke kamar. Ditunjukkin senjatanya. Bapak bilang 'Saya pindah ke Densus mas, tapi mas jangan bilang siapa-siapa,'" beber dia.

Angger dan keluarga sempat khawatir mendengar kabar tersebut, karena pasti tugasnya akan lebih berat.

Menurut Angger, sejumlah prestasi Bripka Matheos di antaranya dalam kejuaraan menembak di Polda Metro Jaya, Mabes Polri.

Inilah yang membuat Bripka Matheos diajak bergabung dalam Densus 88 Antiteror.

"Bapak berprestasi, sering menang lomba tembak di tingkat Polda dan Mabes. Senjata api yang dibawa bapak sekarang juga baru, saya enggak tahu jenisnya tapi kayaknya pistol. Warna hitam dop, masih baru," ujar dia.

Meski khawatir, keluarga besar hanya mendoakan Bripka Matheos diberi keselamatan.

Meski sakit Matheos tetap bertugas seusai perintah, pun saat Hari Raya Idul Fitri, dia terpaksa tak dapat merayakan bersama keluarga karena harus bertugas.

"Dedikasi bapak sudah enggak perlu dipertanyakan. Tujuh kali lebaran itu hari pertama lebaran pasti bertugas, jadi bawa baju salin segala macam. Biasanya baru ketemu keluarga di hari ketiga," tutur dia.

Angger berharap polisi lekas merampungkan hasil penyidikan bagaimana Matheos sampai bisa tewas dengan luka tembak dari kanan ke kiri di kepala.

Pasalnya hingga kini pihak keluarga hanya mengetahui Matheos sebab meninggal secara medis, belum secara kronologis.

"Jika memang ada temen-temen bapak atau polisi yang sedang menangani kasusnya bisa memberikan informasi ke pihak keluarga terkait kematian bapak sendiri. Jangan sampai ada pikiran spekulatif yang tidak-tidak di dalam keluarga," harap Angger. (TribnJakarta.com/Tribunnews.com)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved