Muin, Tukang Servis Payung Keliling di Jakarta Utara yang Pernah Jadi Bajing Loncat
Muin (67) sudah empat tahun belakangan mencari nafkah sebagai tukang servis payung keliling. Ia sempat menjadi bajing loncat.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING - Muin (67) sudah empat tahun belakangan mencari nafkah sebagai tukang servis payung keliling.
Sebelum menjalani pekerjaannya saat ini, Muin pernah beberapa kali mencari untung lewat beberapa pekerjaan lainnya.
Pria yang akrab disapa Ngkong Muin itu pernah lama menjadi petugas kebersihan. Dia juga pernah belasan tahun menjadi anggota Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdarkamtibmas).
Terakhir, sebelum menjadi tukang servis payung keliling, Muin sempat menjadi tukang abu gosok keliling.
Adapun pekerjaannya sebagai tukang servis payung keliling dilakoninya tanpa pelatihan apapun. Semuanya ia lakukan berbekal keterampilan otodidak.
"Terus pernah lama jadi petugas kebersihan, hampir 30 tahun. Pernah jadi pokdar (kelompok sadar) juga, 15 tahun. Abis saya buta huruf. SD aja nggak lulus. Jadi belajar (servis payung) sendiri, bisa sendiri," beber pria kelahiran Jakarta, 12 Juli 1952 itu, mengawali pembincangan bersama wartawan, Jumat (1/2/2019).
Namun, jauh sebelum menjalani segelintir pekerjaan yang ia sebutkan di atas, Muin ternyata pernah menjadi berandalan.
Dia bercerita, tepatnya tahun 1971 atau ketika ia masih berusia 19 tahun, Muin sempat menjadi bajing loncat (bajilo). Hal itu dilakukannya selama 2 tahun.
Bajilo adalah penjarah yang mencuri barang muatan dari atas kendaraan, seperti truk atau bus yang sedang berjalan.
"Saya pernah jadi bajing loncat. Waktu itu tahun 71 itu," kata Muin sambil menampilkan senyum dari bibirnya.
Tak seperti bajilo yang terkenal belakangan ini, di tahun 1971 itu, bukan besi-besi dari truk trailer yang dicuri Muin.
Menurut Muin, yang waktu itu sering jadi bahan jarahan dia dan bajilo-bajilo lainnya adalah tepung terigu.
Pasalnya, di tahun itu truk-truk milik Bogasari pembawa tepung terigu kerap kali melewati jalanan Jakarta Utara.
Usai menjarah, Muin kemudian bakal menjual berkarung-karung tepung terigu itu supaya mendapatkan rupiah.