Penjelasan Polisi Soal Larangan Penggunaan GPS, Ancaman Hukuman hingga Dibolehkan dengan Syarat

MK berpendapat menggunakan telepon seluler yang di dalamnya terdapat berbagai fitur, dalam batas penalaran wajar, termasuk kategori mengganggu.

Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
ISTIMEWA/masinformacion.cl
Penggunaan GPS di mobil 

TRIBUNJAKARTA.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) konstitusional. Sehingga, aturan soal Tata Cara Berlalu Lintas khususnya bagian Ketertiban dan Keselamatan masih tetap berlaku.

Sebelumnya, Toyota Soluna Community (TSC) dan Irvan yang berprofesi sopir taksi online merasa dirugikan hak konstitusional dengan berlaku Pasal 106 ayat (1) dan Pasal 283 UU LLAJ.

Pemohon menilai ketentuan itu bertentangan secara bersyarat terhadap UUD 1945, terutama Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1).

Di persidangan pada Rabu (30/1/2019), MK menolak permohonan untuk seluruhnya terhadap uji materiil UU LLAJ pada sidang putusan yang digelar pada Rabu (30/1/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara reregistrasi Nomor 23/PUU-XVI/2018 ini.

Dalam pertimbagan hukum, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyebutkan MK memahami maksud dari penjelasan umum UU LLAJ, yang pada intinya untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas.

Menurut dia, tujuan pengaturan tidak lain demi menciptakan dan memberikan jaminan ketertiban serta keselamatan berlalu lintas. Menurut MK, kata dia, UU LLAJ adalah sarana rekayasa masyarakat menuju kehidupan lebih baik.

Sebab, wajah dan budaya hukum suatu negara tercermin dari perilaku masyarakatnya dalam berlalu lintas. Menggunakan telepon, kata dia, hanya merupakan salah satu penyebab yang dapat memengaruhi kemampuan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan secara penuh konsentrasi.

“Pembentuk undang-undang hanya merumuskan secara umum penjelasan terkait penyebab yang dapat memengaruhi kemampuan pengendara dalam mengemudi kendaraan secara penuh konsentrasi agar pelaksanaan norma Pasal a quo tidak mudah tertinggal, tetapi mampu menjangkau kebutuhan hukum dalam jangka waktu yang panjang, termasuk mengantisipasi adanya perkembangan teknologi,” ungkap Wahiduddin.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih melanjutkan, seiring dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor MK memahami jika telah banyak kendaraan bermotor yang diproduksi sekaligus dilengkapi dengan teknologi peta jalan ditambah dengan fitur GPS untuk membantu pengemudi mencapai lokasi tujuan.

MK berpendapat menggunakan telepon seluler yang di dalamnya terdapat berbagai fitur, dalam batas penalaran wajar, termasuk kategori mengganggu konsentrasi berlalu lintas.

Dampaknya menurut MK, bisa memicu kecelakaan lalu lintas.

Meski demikian, MK berpendapat, tidak setiap pengendara yang menggunakan GPS serta-merta dapat dinilai mengganggu konsentrasi mengemudi yang membahayakan pengguna, sehingga penerapannya harus dilihat secara kasuistis.

Adi Saputra Hancurkan Motor Saat Marah, Indikasi Derita Gangguan Kejiwaan Ini, Bisa Menurun ke Anak!

“Karena itu, tidak ada persoalan inkonstitusionalitas terkait penjelasan pasal 106 ayat (1) UU 22/2009. Dengan demikian, dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ucap Enny.

Sementara itu, dalil pemohon yang menyatakan Pasal 283 UU LLAJ multitafsir, Mahkamah berpendapat norma a quo merupakan bagian dari Bab XX Ketentuan Pidana UU LLAJ. Pembentuk UU telah memberikan panduan teknik berkaitan rumusan ketentuan pidana di suatu pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sehari, 24 Jadwal Penerbangan Dibatalkan di Bandara Halim Perdanakusuma

Untuk memahami norma tersebut, tegas Enny, tidak dapat dilepaskan dari pemahaman yang utuh terhadap norma yang terdapat dalam Pasal 106 ayat (1).

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved