Pilpres 2019
Data Exit Poll Poltracking Dekati 100 Persen untuk Pilpres 2019, Tonton di Sini
Data exit poll lembaga survei Poltracking Indonesia hampir 100 persen. Sesaat lagi Poltracking akan menyampaikan analisnya terkait data exit poll.
Penulis: Mohamad Afkar Sarvika | Editor: Y Gustaman
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata hakim konstitusi, Anwar Usman pada sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Selasa (16/4/2019).
Hakim konstitusi menilai pengaturan quick count baru dapat dipublikasikan dua jam setelah pemilu di wilayah Indonesia bagian Barat (WIB) selesai itu tidak menghilangkan hak masyarakat.
"Hal demikian hanya menunda sesaat demi melindungi hak suara pemilih," kata hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih.
Apabila hasil quick count langsung dipublikasikan, maka dinilai dapat mempengaruhi pemilih yang belum menggunakan hak suara. MK khawatir saat hasil quick count dipublikasikan, ada sejumlah masyarakat belum menyalurkan hak pilih di wilayah Indonesia barat.
Selain itu, MK mempertimbangkan kemungkinan lembaga survei dan media mempublikasikan berafiliasi dengan pasangan calon tertentu.
Pertimbangan lain, hasil quick count belum tentu akurat. Sebab, kata hakim konstitusi, masih mengandung rentang kesalahan atau margin of error.
Putusan itu menegaskan aturan publikasi quick count tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni dua jam setelah pemilihan di zona Waktu Indonesia Bagian Barat berakhir.
• Tepati Janji Foto Ini Seusai Nyoblos, Nicholas Saputra Buat Heboh & Jadi Trending Twitter
• Akui Pernah Disebut Kafir Karena Unfollow UAS & Beda Pilihan, Yusuf Mansur: Gak Apa-apa Saya Ridho
Pemilihan di wilayah Indonesia bagian barat sendiribaru berakhir pukul 13.00 WIB. Artinya, quick count baru bisa dipublikasikan pukul 15.00 WIB.
Untuk diketahui, MK menangani uji materi setelah pemohon mengajukan permohonan.
Pemohon Perkara Nomor 24/PUU-XVII/2019 yang diajukan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 449 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 509 serta Pasal 540 UU Pemilu.
Pemohon beralasan, dengan dihidupkannya kembali frasa “larangan pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pada masa tenang” dan “pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat” beserta ketentuan pidananya dalam UU Pemilu.
Maka pembentuk undang-undang telah melakukan pembangkangan terhadap perintah konstitusi dan melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (i) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur asas-asas peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu asas ketertiban dan kepastian hukum.
Padahal Pemohon secara kelembagaan telah mempersiapkan seluruh resources untuk berpartisipasi dalam “mencerdaskan kehidupan bangsa” melalui pelaksanaan riset atau survei dan mempublikasikannya.
Namun demikian, upaya Pemohon tersebut potensial dibatasi atau bahkan dihilangkan dengan keberlakuan pasal-pasal a quo.
Sebagaimana diketahui, seluruh norma dari pasal-pasal yang diujikan dalam permohonan ini telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh Mahkamah melalui tiga putusan yakni Putusan Nomor 9/PUU-VII/2009 bertanggal 30 Maret 2009, juncto Putusan Nomor 98/PUU-VII/2009 bertanggal 3 Juli 2009, juncto Putusan Nomor 24/PUU-XII/2014 bertanggal 3April 2014.