Kasus Korupsi
Idrus Marham Divonis 3 Tahun: Hakim Sebut Tidak Menikmati Uang Korupsi, Untuk Munaslub Golkar
Uang dari Johannes Kotjo itu untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNJAKARTA.COM, KEMAYORAN- Idrus Marham divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.
Idrus Marham divonis bersalah karena menerima uang suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Meski demikian, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai Idrus Marham tidak menikmati uang tersebut.
Berikut adalah rangkuman TribunJakarta:
1. Hakim tolak pembelaan Idrus Marham
Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak seluruh materi pleidoi atau nota pembelaan yang disampaikan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Majelis hakim meyakini Idrus terbukti bersalah menerima suap bersama-sama Wakil Ketua Komisi VII DPR saat itu, Eni Maulani Saragih.
Hal itu diungkapkan majelis hakim saat Tindak Pidana Korupsi pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Salah satu yang ditolak hakim adalah materi pleidoi Idrus yang menyebut bahwa proses pengadilan cenderung menghukum, bukan mengadili.
Selain itu, Idrus Marham menyebut persidangan di pengadilan hanya meligitimasi surat dakwaan dan tuntutan jaksa.
Dalam pleidoi, Idrus mengaku mendapat informasi itu dari curhat para terpidana kasus korupsi dan teman-teman dekatnya.
Menurut Idrus Marham, putusan hakim biasanya hanya meng-copy paste tuntutan jaksa, tanpa memperhatikan fakta yang terungkap.
"Hakim tidak sependapat, karena dalam membuat putusan, hakim tentu harus berdasarkan bukti yang cukup dan keyakinan hakim," kata hakim anggota Anwar.
Selain itu, menurut hakim Anwar, putusan vonis terhadap terdakwa tidak ditentukan secara sembarangan.
Dalam menghukum seseorang, hakim harus memastikan semua unsur pasal yang didakwakan dapat terbukti.
Jika tidak terbukti dalam persidangan, maka terdakwa harus dinyatakan bebas dari segala tuntutan pidana.
"Putusan hakim itu dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat," kata hakim Anwar.
Sementara, mengenai surat dakwaan dan tuntutan yang tidak jauh berbeda, menurut hakim, hal itu merupakan hak jaksa penuntut umum untuk membuktikan kesalahan atas perbuatan terdakwa.
"Fungsi jaksa memang semaksimal mungkin membuktikan dakwaan," kata Anwar.
Idrus divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yakni lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Menurut hakim, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar.
Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian uang tersebut agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
2. Hakim menilai Idrus Marham tidak menikmati uang korupsi
Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai bahwa terdakwa Idrus Marham secara fisik tidak menikmati uang suap senilai Rp 2,250 miliar yang diperoleh dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Hal itu diungkapkan majelis hakim saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019).
"Meski secara fisik terdakwa tidak menikmati uang yang diperoleh Eni Maulani Saragih," ujar anggota majelis hakim Anwar saat membacakan pertimbangan.
Menurut hakim, Idrus mengetahui dan menghendaki penerimaan uang Rp 2,250 miliar yang diterima Wakil Ketua Komisi VII DPR saat itu, Eni Maulani Saragih.
Uang dari Johannes Kotjo itu untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Majelis hakim menilai, Idrus secara aktif membujuk agar Kotjo memberikan uang kepada Eni.
Selain untuk membiayai keperluan partai, uang tersebut juga untuk membiayai keperluan suami Eni yang maju dalam pemilihan kepala daerah di Temanggung.
"Untuk meyakinkan Johannes Kotjo, terdakwa bilang 'Tolong dibantu ya'. Lalu diserahkan Rp miliar kepada Eni," ujar hakim.

3. Idrus Marham bantah menerima uang
Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Idrus Marham, enggan menanggapi putusan vonis majelis hakim.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu menolak menanggapi karena tidak mengetahui dan merasa tidak terlibat di kasus itu.
"Bagaimana saya memberikan tanggapan, sementara prosesnya sendiri tidak tahu," kata Idrus, ditemui setelah persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Majelis hakim menyatakan Idrus Marham bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama dengan mantan politisi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Namun, mantan menteri sosial itu membantah menerima uang tersebut.
Dia mengaku tidak mengetahui aliran uang itu.
Bahkan, dia mengklaim, pernah dimintai uang oleh Eni untuk kepentingan suaminya Muhammad Al Khadziq, maju di Pilkada Temanggung 2018.
"Saya ingin mengatakan bahwa penerimaan Eni tentang uang itu yang bukan hanya dari saudara Kotjo, dari Samin Tan dan yang lain sama sekali saya tidak tahu," kata dia.
Fakta persidangan menyebutkan Idrus pernah mengadakan pertemuan dengan Direktur Utama PLN, Sofyan Basir.
Idrus mengakui adanya pertemuan itu, namun, dia menegaskan, tidak membahas mengenai proyek PLTU Riau-1.
"Saya ketemu dengan Sofyan Basir sekali. Itu saya tidak pernah bicara dengan Sofyan masalah PLTU. Hanya bicara tentang CSR pemuda masjid. Kemudian listrik tentang CSR kabupaten/kota yang ada di perbatasan. Tidak bicara PLTU," tambahnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan kepada terdakwa Idrus Marham.
Mantan Sekretaris jenderal Partai Golkar itu dinyatakan terbukti bersalah menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 sebesar Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Idrus Marham telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata hakim ketua Yanto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi dan terdakwa tidak mengakui perbuatan.
Sedangkan, alasan meringankan, terdakwa berlaku jujur, sopan dalam persidangan. Tidak menikmati uang hasil korupsi dan tidak pernah dihukum.
• Divonis 3 Tahun Penjara Karena Terima Rp 2,25 Miliar, Idrus Marham Pertimbangkan Banding
• Warganet Akhirnya Bahagia Kevin Sanjaya Menampakkan Diri, Jonatan Christie Diterpa Isu Video Panas
• Simak Hasil Undian Lengkap Wakil Indonesia pada Kejuaraan Asia 2019, Ini Daftar 6 Unggulan
Atas perbuatan itu, Idrus Marham bersalah melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Vonis itu lebih rendah dibandingkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. JPU pada KPK
menuntut terdakwa Idrus Marham, hukuman pidana penjara 5 tahun denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan
JPU pada KPK menuntut Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. (Kompas/Tribunnews)