Aksi 22 Mei
Dokter, Ahli Kebidanan Bergelar S3 yang Bekerja di RS Terkenal Diciduk Polisi karena Sebarkan Hoaks
unggahan DS di Facebook diketahui oleh pemilik akun lainnya, sehingga siapapun yang membaca unggahan itu akan menimbulkan kebencian dan amarah.
Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM, BANDUNG - Pria bergelar akademis doktor, sekaligus dokter ahli dan dosen di Kota Bandung ditangkap petugas Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar karena terlibat penyebaran informasi bohong terkait kerusuhan 21-22 Mei.
"Kami menetapkan tersangka ujaran kebencian pria berinisial DS, kebetulan DS ini seorang dokter ahli kebidanan dan seorang doktor S3, yang bersangkutan ini mengajar di salah satu perguruan tinggi di Bandung," ujar Direktur Ditreskrimsus Polda Jabar, Kombes Samudi di Mapolda Jabar dilansir dari TribunJabar, Selasa (28/5/2019).
DS mengunggah kalimat bernada ujaran kebencian di akun Facebook miliknya dengan akun Dodi Suardi yang isinya;
'Malam ini Allah memanggil hamba-hamba yang di kasihinya. Seorang remaja tanggung, menggenakan ikat pinggang berlogo osis, diantar ke posko mobile ARMII dalam kondisi bersimbah darah. Saat diletakkan distetcher ambulans, tidak ada respon, nadi pun tidak teraba. Tim medis segera melakukan resusitasi. Kondisi sudah sangat berat hingga anak ini syahid dalam perjalanan ke rumah sakit. Tim medis yang menolong tidak kuasa menahan air mata. Kematian anak selalu menyisakan trauma. Tak terbayang perasaan orangtuannya. Korban tembak polisi seorang remaja 14 tahun tewas,'.
"Yang bersangkutan kami lakukan penangkapan karena di akun Facebooknya membuat berita berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran yang berkaitan dengan kejadian di Jakarta 22 Mei kemarin. Ini di akun faceboknya yang bersangkutan itu menulis bahwa ada korban tembak polisi anak berusia 14 tahun tewas," ujar Samudi.
• VIDEO 3.000 Personel Gabungan Mengamankan Bandara Soekarno-Hatta Selama Arus Mudik Lebaran
Menuru Samudi, unggahan DS di Facebook diketahui oleh pemilik akun lainnya, sehingga siapapun yang membaca unggahan itu akan menimbulkan kebencian dan amarah kepada institusi polri.
"Kami sangat menyayangkan beliau ini seorang dokter dan pengajar seharusnya membantu pemerintah dan aparat keamanan dalam hal memberikan penyejukan pemahaman edukasi kepada masyarakat pengguna medsos," katanya.
Kepada DS yang menurut akun Facebooknya tertulis Dodi Suardi, polisi menerapkan Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Huku Pidana dan Pasal 207 KUH Pidana.
"Kepada yang bersangkutan tentunya karena membuat berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran pasal yang kami terapkan. Yang bersangkutan ini selain mengajar di perguruan tinggi di bandung dan praktiknya di rumah sakit terkenal di bandung," ujar Samudi.
Sang dokter mengaku cuma jadi bahan diskusi

Polisi menyayangkan perbuatan Dodi Suardi, dokter spesialis di rumah sakit ternama di Kota Bandung mengunggah konten mengandung unsur ujaran kebencian di Facebook miliknya, terkait kerusuhan di Jakarta saat aksi 22 Mei.
Dodi Suardi ditangkap pada Senin (27/5/2019) malam di Kota Bandung.
Kini, ia jadi tahanan Polda Jabar setelah dijerat Pasal 14 ayat 1, Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUH Pidana.
"Kami sangat menyayangkan, beliau ini seorang dokter dan dosen, seharusnya membantu pemerintah dan aparat keamanan dalam memberikan penyejukan pemahaman pada masyarakat terkait penggunan media sosial," ujar Direktur Ditreskrimsus Polda Jabar, Kombes Pol Samudi, di Mapolda Jabar seperti dilansir dari TribunJabar, Selasa (28/5/2019).
Pantauan Tribun di akun Facebook miliknya, postingan yang dinilai ujaran kebencian sudah dihapus namun sempat diamankan oleh polisi sebagai barang bukti.
Berikut tulisan yang diunggah Dodi Suardi,
"Malam ini Allah memanggil hamba-hamba yang di kasihinya. Seorang remaja tanggung,menggenakan ikat pinggang berlogo osis, diantar ke posko mobile ARMII dalam kondisi bersimbah darah. Saat diletakkan distetcher ambulans, tidak ada respon, nadi oun tidak teraba. Tim medis segera melakukan resusitasi. Kondisi sudah sangat berat hingga anak ini syahid dalam perjalanan ke rumah sakit. Tim medis yang menolong tidak kuasa menahan air mata. Kematian anak selalu menyisakan trauma. Tak terbayang perasaan orangtuannya. Korban tembak polisi seorang remaja 14 tahun tewas,"
"Seharusnya kalau ada berita tidak benar, saring dulu. Jangan mudah menyebar konten informasi digital tanpa dipastikan kebenarannya. Kalau informasinya hoaks, akan menimbulkan kebencian dan amarah," ujar Samudi.
Atas postingan itu, Dodi Suardi meminta maaf pada postingan di tanggal 26 Mei. Namun, polisi tetap memproses perbuatan Dodi Suardi yang berlatar belakang pendidikan S3. Postingannya diunggah menggunakan ponsel pribadinya.
"Yang bersangkutan orang berpendidikan, seharusnya memberi edukasi pada masyarakat dan menggunakan ponselnya dengan bijak," katanya.
• Keluarga Terduga Penyebar Hoaks Anggota Brimob Mirip Tentara Cina Dikenal Tertutup
Dodi Suardi mengakui ia mengunggah informasi tersebut di akun Facebook pribadinya namun konten yang ia posting bukan bersumber dari dia.
"Saya posting itu hasil copy paste dari grup yang sedang berdiskusi, bagaimana caranya menetralisasi dan ada rujukan dari konten media sosial lainya," ujar Dodi Suardi.
"Saya tidak bisa mengurai bisa sampai seperti ini karena pada dasarnya, postingan saya cuman bahan diskusi," kata Dodi Suardi.
Jejak digital sang dokter
Kini, akun Facebook itu 'diserbu' komentar negatif netizen.
Komentar bernada hujatan pun memenuhi laman komentar dari postingan terakhirnya.
Dilansir dari TribunJabar, netizen banyak berkomentar terkait penangkapan dokter berinisal DS di akun tersebut, yang membuat postingan berita bohong.
Di antara mereka merasa kecewa karena sang dokter telah melakukan tindakan yang berujung masuk bui.
Pemilik akun, Dodi Suardi bahkan dikatai sebagai penyebar hoaks dan pembohong.
Berdasarkan profil di akun Facebook itu, Dodi Suardi merupakan lulusan dari SMAN 5 Bandung.
Kemudian, ia merupakan dokter lulusan dari Universitas Padjajaran.

Selain itu, Dodi Suardi tercatat bekerja di rumah sakit ternama di Bandung.
Ia tertulis sebagai dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan Rumah Sakit AMB Bandung.
Di laman resmi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung web.rshs.or.id, nama Dodi Suardi tercandum ke dalam daftar dokter spesialis kebidanan.
Seperti yang dikatakan pihak kepolisian, dokter berinisal DS itu memang ahli kebidanan.
Selain itu, ia merupakan doktor yang mengajar di perguruan tinggi di Bandung.
"DS ini seorang dokter ahli kebidanan dan seorang doktor S3, yang bersangkutan ini mengajar di salah satu perguruan tinggi di Bandung," kata Direktur Ditreskrimsus Polda Jabar, Kombes Samudi, Selasa (28/5/2019) kepada wartawan Tribun Jabar.
Melalui Facebook, ia disebut memuat berita bohong yang bisa menimbulkan keonaran.
• Ketua RT Sebut TJ Tersangka Pembunuh Bayaran Mantan TNI hingga Pengakuan Istri Sang Eksekutor
Berita bohong itu, yakni disebutkan ada anak 14 tahun yang menjadi korban tembak polisi terkait kerusuhan 22 Mei.
"Di akun Facebooknya membuat berita berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran yang berkaitan dengan kejadian di Jakarta 22 Mei kemarin. Ini di akun faceboknya yang bersangkutan itu menulis bahwa ada korban tembak polisi anak berusia 14 tahun tewas," kata Samudi.
Berikut ini bunyi postingan tersebut:
"Malam ini Allah memanggil hamba-hamba yang di kasihinya.
Seorang remaja tanggung, menggenakan ikat pinggang berlogo osis, diantar ke posko mobile ARMII dalam kondisi bersimbah darah.
Saat diletakkan distetcher ambulans, tidak ada respon, nadi pun tidak teraba. Tim medis segera melakukan resusitasi.
Kondisi sudah sangat berat hingga anak ini syahid dalam perjalanan ke rumah sakit.
Tim medis yang menolong tidak kuasa menahan air mata. Kematian anak selalu menyisakan trauma.
Tak terbayang perasaan orangtuannya. Korban tembak polisi seorang remaja 14 tahun tewas."
Namun, jejak digital dari postingan tersebut sudah lenyap di akun Facebook-nya.
Pada 22 Mei 2019, ada sebuah postingan di akun tersebut yang sudah dihapus.
Dilihat dari kolom komentarnya, banyak netizen yang berkomentar terkait rakyat yang menjadi korban meninggal oleh aparat.
Setelah postingan itu, ada pula sjeumlah postingan lain terkait kurusuhan aksi 21-22 Mei di Jakarta.
Mulai dari foto hingga video yang viral di media sosial.
Kemudian, pada 26 Mei 2019, ada pula postingan yang menyatakan pemilik akun meminta maaf kepada netizen atas postingannya.
"Ayo ah...
Kita kembali menenangkan diri...
Bagi teman2 yang sempat tersinggung dengan postingan saya...
Mohon Maaf ya...
Mumpung mau lebaran....
Sebetulnya tidak ada saya bermaksud menyinggung...
Hanya sekedar ingin tahu batas pola pikir saja...
Kok bisa setajam dan sedalam itu perbedaan yang ada...
Ternyata....
Ada yang berpikir sederhana saja
Dan ada yang cukup njlimet....
Di kedua posisi....
Walhasil.....
Ribut deh kita....
Sekali lagi mohon maaf ya...
Masih banyak pekerjaan membangun negeri ini yang menanti
Kita sama-sama membangun....
Membangun diri...
Membangun keluarga...
Membangun masyarakat sekitar...
Membangun Negeri tercinta...."
Kini, nasib dokter yang membuat postingan di akun Facebook Dodi Suardi pun berada di ujung tanduk.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian.
Ia dijerat Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUH Pidana.
Polisi pun menyayangkan, cara dokter tersebut dalam menggunakan media sosial.
"Kami sangat menyayangkan beliau ini seorang dokter dan pengajar seharusnya membantu pemerintah dan aparat keamanan dalam hal memberikan penyejukan pemahaman edukasi kepada masyarakat pengguna medsos," kata Sumadi. (TribunJabar/Mega Nugraha/Widia Lestari)