Cerita Penjaga Palang Pintu Kereta, Sulitnya Atur Pengendara Motor hingga Lebaran Tetap Masuk

Demi menjaga keselamatan banyak orang, Ari selalu waspada ketika mendapat informasi ihwal Kereta Api yang bakal melintas.

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat

TRIBUNJAKARTA.COM, SENEN - "Pintu perlintasan tertutup aman."

Kalimat di atas merupakan semboyan yang wajib diucapkan oleh Petugas Jaga Lintasan (PJL) Kereta Api, saat rangkaian kereta hendak melintas.

Seorang pria asal Sukabumi, Jawa Barat sudah lima tahun menjadi PJL Kereta Api di pos JPL 23 Senen, Jakarta Pusat.

Demi menjaga keselamatan banyak orang, dia selalu waspada ketika mendapat informasi ihwal Kereta Api yang bakal melintas.

Adalah Ari Arya Akbar, pria kelahiran Sukabumi yang bertugas sebagai PJL di pos JPL 23, Senen Jakarta Pusat selama lima tahun.

Ari, sapaannya, bercerita kala dirinya baru pertama kali menjadi PJL Kereta Api.

Semula, kata dia, rasa grogi masih menyelimuti dirinya.

"Awalnya ya, waktu jadi PJL saya masih grogi, gemetaran, tapi alhamdulillah karena diajarkan sama senior secara rutin, saya jadi sudah terbiasa," kata Ari, di pos JPL 23 Senen, Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2019).

Suatu kali, lanjutnya, dia pernah menahan Buang Air Besar (BAB) lantaran tak ingin membahayakan nyawa orang lain.

"Saya pernah waktu itu, menahan BAB, cuma karena tiba-tiba dapat informasi kereta mau lewat, jadi saya tahan. Karena saya tidak ingin cuma gara-gara sakit perut, bisa membahayakan orang lain. Jadi saya tahan dulu," jelas Ari.

Menangis Ceritakan Kematian Ibu Lucinta Luna Peluk Erat Pacarnya, Ussy Sulistiawaty Salah Tingkah

Diperkuat Banyak Pemain Berkualitas, Persija Waspadai Kehebatan Lini Depan Bali United

Tips Cegah Kebakaran Rumah yang Ditinggal Mudik

Usai kereta melintas, kata Ari, barulah dia bergegas menuju ke toilet yang berada di dalam pos-nya.

"Tapi, sebelumnya saya koordinasi dulu sama rekan kerja saya, saya telepon. Habis itu saya juga mesti buru-buru, sebisa mungkin saya harus segera koordinasi biar lancar soal kerjaan, dan tidak membahayakan orang lain," ucapnya.

Sementara itu, Ari juga pernah mengalami kejadian yang muskil dilupakan.

"Pernah dulu, ada ibu-ibu mau bunuh diri. Dia berdiri di tengah rel, saya sudah tiup 'periwitan' kencang-kencang, cuma dia tidak mau minggir," Ari mengingat.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved