Aksi 22 Mei
Inilah Politikus Pendana Kivlan Zen untuk Digunakan Anak Buahnya Beli Senjata Api
Tersangka baru terkait kepemilikan senjata api ilegal untuk aksi 22 Mei dan eksekusi empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei bertambah.
Pengakuan Irfansyah disampaikan lewat rekaman video yang diputar Polri dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Irfansyah menjelaskan, pada 19 April 2019, dirinya ditelepon Armi untuk bertemu dengan Kivlan Zen di Masjid Pondok Indah, Jakarta.
Saat itu, Irfansyah tengah berada di pos sekuriti Peruri bersama temannya, Yusuf seperti dilansir Kompas.com dalam artikel: Ini Pengakuan Irfansyah, Diperintah Kivlan Zen Bunuh Yunarto Wijaya.
Keesokan harinya, dengan mengajak Yusuf, Irfansyah kemudian menuju Masjid Pondok Indah dengan menggunakan mobil Yusuf.
Setelah menunggu di lapangan Masjid Pondok Indah, Kivlan kemudian datang menggunakan mobil yang dikemudikan sopirnya, Eka.
Saat itu, kata dia, Kivlan Zen sempat salat terlebih dulu. Setelah itu, Irfansyah dipanggil Armi agar masuk ke dalam mobil Kivlan.
Di dalam mobil, kata dia, sudah ada Kivlan Zen sendirian.
Irfansyah mengatakan, Kivlan Zen saat itu mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Yunarto dan memberi tahu alamat Jalan Cisanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta.
Alamat tersebut adalah kantor Charta Politika Indonesia.
"Pak Kivlan berkata kepada saya, 'coba kamu cek alamat ini. Nanti kamu foto dan videokan'. 'Siap', saya bilang," cerita Irfansyah.
Menurut Irfansyah, Kivlan Zen mengaku akan memberikan uang Rp 5 juta untuk operasional.
"Beliau berkata kalau ada yang bisa eksekusi saya jamin anak dan istrinya serta liburan kemana pun," kata dia.
Kivlan Zen kemudian menyuruh Irfansyah turun dari mobil dan memerintahkan Eka untuk mengambil uang Rp 5 juta untuk Irfansyah.
Setelan menerima uang, Irfansyah kemudian pulang bersama Yusuf.
Survei lokasi keesokan hari pukul 12.00 WIB, Irfansyah mengaku bersama Yusuf mendatangi alamat yang diberikan Kivlan.
Dengan menggunakan ponsel Yusuf, mereka merekam suasana kantor dan memfoto.
"Foto dan video dikirim ke HP saya, saya kirim ke Armi. Armi jawab 'oke mantap'," ujar Irfansyah.
Irfansyah dan Yusuf kembali mensurvei kedua kali pada keesokan harinya pukul 12.00 WIB.
Mereka kembali merekam suasana kantor tersebut dan mengirim gambar serta video ke Armi.
"Tapi Armi tidak pernah menjawab lagi," ujarnya.
Setelah itu, keduanya kembali ke pos sekuriti. Mereka menyangka bahwa tugas sudah selesai.
"Sisa uang operasi kami bagi-bagi," ujarnya. Pada 19 Mei 2019, Irfansyah kemudian ditangkap polisi. (Tribunnews.com/TribunJakarta.com/Kompas.com)