Cerita Ketua KPU Jelang Sidang MK, Dapat Pesan SMS Caci Maki hingga Tetap Berkantor Setiap Hari
Sampai hari ini, Arief Budiman mengatakan, pada tiap-tiap rumah komisioner KPU juga dijaga oleh aparat keamanan.
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Wahyu Aji
Perihal komparasi tingkat ancaman pada 2014 silam dengan tahun 2019, lanjutnya, lebih masif di media sosial.
• Menhan Pastikan TNI dan Polri Bakal Bersikap Profesional Jika Ada Pergerakan Massa Saat Sidang MK
"Menurut saya sama, kualitas dan tekanannya sama. Cuma lebih masif di media sosial. Mungkin ribuan ada yang keberatan, mencaci maki, dan mengolok-olok. Walaupun ada juga yang memback up, menyanjung, dan berterima kasih. Tapi buat saya, semua itu saya perlakukan sama saja," kata Arief Budiman.
Justru, kata Arief Budiman, olok-olok dan caci dari masyarakat dipandang sebagai refleksi untuk memperbaiki diri.
"Terhadap olok-olok, caci maki, saya menjadikan hal itu sebagai koreksi diri. Jangan-jangan ada yang salah. Tetapi untuk yang menyanjung, biasa saja, itu justru membuat saya harus lebih waspada. Tidak terbuai dengan sanjungan, ucapan selamat, dukungan, biasa saja. Saya tidak menyikapi dua sisi itu secara berlebihan," ucapnya.
Jangan Lagi Menyelesaikan Persoalan di Jalanan
Menurut Arief Budiman, semua ruang amarah dan kekecewaan terhadap sesuatu sudah ada wadahnya. Yakni diutarakan melalui sosial media.
"Saya selalu mengatakan begini kepada semua pihak, pemilu kita baik tahap pelaksanaannya maupun regulasinya, sebetulnya sudah semakin baik. Semua hal yang memungkinkan orang kecewa, marah, kemudian mengajukan sengketa, itu kan ruangnya sudah disediakan," tuturnya.
"Jadi, karena ruangnya sudah disediakan oleh undang-undang, maka saya ingin mengingatkan, jangan lagi menyelesaikan persoalan di Jalanan. Karena ruang untuk menyelesaikan persoalan, sudah disediakan oleh undang-undang. Jadi menyelesaikan persoalan di jalanan, menurut saya tidak menyelesaikan persoalan," sambungnya.
Arief Budiman menambahkan, sejak dalam pikiran, dirinya sama sekali tak pernah punya niatan buruk.
Apalagi, kata Arief Budiman, memiliki niat jahat.
"Sejak dalam pikiran, saya tidak pernah punya niat buruk dalam menyelenggarakan pemilu ini. Saya tidak pernah punya niat curang, tidak pernah punya niat jahat. Saya ingin mengerjakan pemilu ini, pertama secara transparan, free, and fair. Saya ingin menyelenggarakan pemilu ini pemilu yang berintegritas. Kalau benar ya katakan benar, kalau salah ya katakan salah. Saya ingin membuat pemilu ini berkualitas. Ini penting, 2019 menjadi tonggak atau sejarah penting dalam Pemilu di Indonesia. Maka dia akan menjadi cermin dan model untuk pemilu-pemilu selanjutnya," kata Arief Budiman kepada TribunJakarta.com.