Asal-usul Cap Tikus, Miras Asli Minahasa dan Kaitannya dengan Kebakaran Kompleks Pasar Ikan Manado

Cap Tikus adalah minuman beralkohol tradisional Minahasa dari hasil fermentasi dan distilasi Air Nira dari Pohon Aren.

Editor: Muji Lestari
Tangkapan Layar TribunManado
Ilustrasi: Cap Tikus 1978 kemasan 320 Ml dipasarkan Rp 80 ribu per botol. 

Captikus di masa itu masih barang langka,  produksinya masih terbatas,  itu sekitar tahun 1900-an

Akibat terjadi resesi ekonomi global sekitar 1929-1930, sehingga barang masuk impor minuman berkelas sudah berkurang.  

Sementara kegemaran minum tetap ada di masyarakat, maka beralihlah  ke cap tikus.

Cap tikus pun semacam naik kelas.  

Cap tikus sempat  dicap ilegal oleh  pemerintah Belanda.

Di Masa penjajahan  produksi, peredaran dan konsumsi cap tikus tetap berlangsung.

Upaya pemerintah Hindia Belanda membatasi dan memerangi minuman keras lokal tidak sepenuhnya berhasil, hingga di era Indonesia merdeka, cap tikus masih tetap ada dan digemari masyarakat Minahasa

Perkembangan Cap Tikus

Captikus ini dalam perkembangannya melekat dalam kehidupan sehari-hari orang Minahasa.

Sampai sekarang,  masih populer istilah pancing dulu.  Itu merujuk kepada kebiasaan saat hendak  bekerja menengak miras dengan takaran tertentu. 

Ada anggapan ini membuat orang jadi lebih kuat kerja,  atau menengak ketika hendak makan, semacam resep untuk menambah nafsu makan

"Tradisi ini masih dipengaruhi kebiasaan serupa orang Eropa, " kata dia. 

Sampai tahun 1980 minum captikus itu ada campran akar-akaran dipercaya berkhasiat untuk kesehatan.  

Acara khusus minum bersama, di Minahasa  ada istilah captikus obat.  Minum itu sekadarnya semisal untuk menghilangkan dingin si tubuh akibat hawa di daerah dataran tinggi di Minahasa

Captikus pun kala itu belum jadi minuman untuk berpesta,  atau kumpul -kumpul minum bersama,  peran itu masih diisi oleh minuman saguer atau bir. 

Mulai tahun 1990- an, berubah tren captikus itu jadi minuman saat kumpul bersama berkelompok

Belakangan berkembang varian rasa cap tikus, berkembang berdasar kebiasaan orang barat mencampur minuman beralkohol seperti cocktail. 

Captikus yang mukai umum kemudian meniru rasa coktail.  Artinya memberi rasa,  maka mulai mucul varian rasa caltikus, saledo misalnya. 

Varian minuman berbahan cap tikus pun beragam di pasaran,  semisal merek-merek minuman produksi lokal berbahan dasar captikus.

Captikus tak sekadar jadi minuman,  bahkan ikut digunakan dalam tradisi ritual, dan itu termasuk kekayaan tradisi budaya.

Selain diminum, masyarakat menggunakannya untuk membuat kue.  Mula sebagai campuran adonan diberi minuman beralkohol bermerek Jenever,  kemudian dipakai cap tikus.  Akhirnya jadi bagian untuk resep kue.

Captikus juga digunakan sebagai bahan campuran makanan tradisional Minahasa yakni rw, berbahan daging anjing. 

Untuk menghilangkan bau daging dicampurkan setengah botol cap tikus

Perkembanganmya cap tikus jadi komoditi perdagangan, bahan bakunya berasal dari pohon aren tersebar di wilayah Minahasa

Daerah penghasil cap tikus di antaranya Motoling dan Langowan.

Petani menggarap ladang,  dan juga bateru (membuat)  cap tikus.  

Nyatanya cap tikus berdampak terhadap ekonomi, ada multiplayer efek. 

Banyak keluarga menggantungkan ekonomi dari usaha bater cap tikus sebagai mata pencaharian.

Membentuk jaringan yang jadi salah satu struktur dalam ekonomi masyarakat.  (ryo) 

Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Sejarah Cap Tikus, Miras Asli Minahasa yang Dikaitkan dengan Kebakaran Kompleks Pasar Ikan Manado.

Sumber: Tibun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved