Cerita Diding, dari Tukang Cuci Piring Hingga Memiliki Restoran Jepang di Cilandak
Perjalanan Diding hingga mampu membangun usaha warung makan Jepang tak didapatkan dengan mudah.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
"Saya ngomong mau keluar buat usaha. Dan dia dukung. Kamu jangan ikut saya terus, kalau ikut kamu bagaimana majunya? Katanya gitu," kenangnya.
Diding pun mengakui kepala juru masak itu membantu dirinya untuk membangun usaha warung tenda.
"Saya dikasih modal sama dia, Rp 2 juta. Total buat bangun usaha ini Rp 3 jutaan awalnya. Saya bangun warung ini tahun 1995," terangnya.

Masakan Jepang ala Kaki Lima
Berbagai menu masakan Jepang dijual di warung itu dari Teriyaki, Katsu, tempura goreng udang hingga miso sup.
"Kalau menu, waktu di restoran saya kerja, beberapa lauk Jepang dijadikan satu. Tapi saya pilah-pilah jadi satuan," ungkapnya.
Misalnya, satu porsi tofu goreng ia jual seharga Rp 18 ribu sementara seporsi Katsu Kari dijual Rp 35 ribu.
Terkait penghasilan pun ia sempat mengalami masa keemasan.
Dari memperkerjakan dua orang karyawan, ia sempat memiliki 40 karyawan dengan sejumlah cabang warung tendanya.
Namun, karena sewa tempat mahal, usahanya kian berangsur menurun hingga hanya memiliki dua warung tenda saja.
"Apalagi saat proyek pembangunan MRT, berimbas sekali dengan usaha saya ini karena letaknya pinggir jalan itu," ungkapnya.
Diding menegaskan makanannya terjamin halal bagi para pengunjung yang datang.
Aneka saus untuk masakannya pun dibuat dari bahan-bahan lokal ciptaannya sendiri.
"Banyak yang nawarin campuran saus pakai alkohol atau sake. Tapi saya enggak mau. Masakan saya terjamin tanpa kandungan itu. Karena yang saya tahu, restoran Jepang di sini ada campuran itu," tandasnya.