Sosok Cornelis Chastelein di Balik Lahirnya 12 Marga dan 'Suku Depok'
Di kediamannya, Dolf Jonathans (87) membeberkan sosok Cornelis Chastelein tatkala bercerita tentang sejarah Depok, kota di ujung selatan Jakarta itu.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Tri Wahyuning menjelaskan Chastelein memperlakukan para pekerjanya tak hanya sebatas majikan dan bawahan.
Lebih dari itu, Chastelein menganggap para budak itu seperti antara bapak dengan anak-anaknya.
Sistem ini mensyaratkan para budak untuk tinggal di tanah majikannya.
Sementara dia, bertugas sebagai pelindung dan memenuhi kebutuhan makan dan minum budak itu.
Chastelein juga dikenal sebagai sosok yang religius.
Bahkan, ia mendasarkan nilai-nilai agama Kristen Protestan yang dianutnya itu.
Menjelang akhir hidupnya, ada dua prinsip utama yang menjadi rencana Chastelein.
Pertama, memberikan perubahan status dari budak menjadi orang bebas yang menjadi pemeluk agama Kristen.
Kedua, memberikan bekal sebagai modal hidup mereka dikemudian hari seperti tanahnya di Depok.
Dolf menambahkan, bukti kuat adanya penyebaran ajaran Kristen Protestan bisa dilihat dari gereja tertua di Depok yang masih berdiri kokoh hingga kini.
"Dia memang sosok yang religius. Dia sekalian Zending (penyebaran agama) di sana," tambahnya.
Sepeninggal dari Chastelein, 12 marga itu memperjuangkan hak waris tanahnya lantaran secara hukum saat itu, dinyatakan sah.
Suku Depok

Bergulirnya zaman yang merentang jauh dari zaman Chastelein membuat generasi 12 marga itu terus beranak pinak.
Warga keturunan 12 marga itu kini sebagian besar mengurus Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) di Depok.