Menyusuri Gang-gang Sempit Penuh Sampah di Kampung Bengek

Saat TribunJakarta.com memasuki gang-gang sempit tersebut, bau busuk dari lautan sampah keluar sangat menyengat.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Muhammad Zulfikar
TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Suasana di Kampung Bengek, RW 17 Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (8/9/2019). 

Sambit sendiri tinggal dengan tiga orang anggota keluarganya pada sebuah rumah semi permanen berukuran sekitar 4x3 meter di dekat rawa-rawa.

Ia beserta istrinya Saroh (54), anaknya, dan cucunya, tinggal di bagian RT 04.

"Kalo di sini RT 04 sama RT 11. Saya udah lima tahunan di sini," kata pria asli Indramayu itu.

Lima tahun lalu, Sambit memutuskan untuk membangun rumah di lahan Pelindo II tersebut karena sudah tak sanggup mengontrak.

Pekerjaannya sebagai nelayan dirasa tak cukup untuk membayar kontrakan yang mencapai Rp 600-700 ribu per bulan. Kontrakan lamanya ada di luar tembok pembatas lahan Pelindo II di sisi barat Kampung Bengek.

"Saya bangun sendiri ini mah, siapa yang mau bantu. Ini bangun dulu nggak dilarang juga," kata Sambit.

Jeje Govinda Ketahuan Lirik Wanita Lain saat Foto Bareng Syahnaz, Nisya Ahmad Langsung Menegur

Perluasan Ganjil Genap Diterapkan Besok, Berlaku di 25 Ruas Jalan dan Taksi Online Tetap Kena Aturan

Besok, Perluasan Ganjil-genap Kendaraan Resmi Diberlakukan di DKI Jakarta

Bila dihitung-hitung, Sambit hanya mengeluarkan dana sekitar Rp 5 juta untuk membangun rumah semi permanennya itu.

Biaya tersebut cenderung murah, lanjut Sambit, lantaran bahan-bahan seperti kayu dan bambu untuk membangun rumahnya ia dapat secara cuma-cuma.

"Kayu sama bambu ini ngambil aja dari bekas-bekas sampah gitu. Ini kan ada aja yang dari laut hanyut ke sini, ya pake dari situ aja," ucap Sambit.

Saroh membenarkan ucapan suaminya. Sebab, apabila membeli bahan material baru, biaya pembangunan rumah semi permanen itu pasti di atas Rp 5 juta.

"Bisa Rp 10 juta lebih," ucap Saroh.

Di akhir pekan ini, Saroh tampak sedang sibuk mencuci baju. Sementara Sambit duduk di saung kecil-kecilan dekat rumahnya sambil menunggu malam tiba.

Malam nanti, ia akan kembali melaut untuk menjala ikan demi menghidupi keluarganya.

Meskipun tak ada biaya sewa rumah, ditegaskan Saroh, mereka masih dibebani biaya listrik dan air setiap bulannya.

"Kalo air beli dari yang belakang tembok. Listrik juga gitu, jadi ada rumah di belakang tembok nanti disambung ke sini," jelas Saroh.

Saroh memerinci, ia bisa mengeluarkan Rp 200-300 ribu untuk membayar biaya air bersih per bulannya. Sementara untuk listrik, per bulannya ia cukup membayar sekitar Rp 100 ribu.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved