Demo di Jakarta

Jenazah Juru Parkir yang Tewas Saat Demo Keluarkan Darah: Ibu Tidak Terima, Bingung Soal Ekonomi

Saat pemakaman, mayat Maulana mengeluarkan darah dari hidung dan kuping. Keluarga tidak percaya keterangan polisi yang mengatakan itu disebabkan asma

Penulis: Erik Sinaga | Editor: Erik Sinaga
TRIBUNJAKARTA.COM/ANNAS FURQON HAKIM
Maspupah, ibu Maulana Suryadi, saat ditemui di kediamannya di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2019). 

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN LAMA - Maulana Suryadi (23), seorang juru parkir di Pasar Tanah Abang tewas seusai demonstrasi pelajar di Gedung DPR RI beberapa waktu lalu. Pascakematiannya justru menimbulkan polemik. Keluarganya menduga Maulana meninggal secara tidak wajar.

Muasalnya, saat pemakaman, mayat Maulana mengeluarkan darah dari hidung dan kuping. Keluarga tidak percaya keterangan polisi yang mengatakan itu disebabkan sakit asma yang dideritanya.

Simak rangkuman TribunJakarta:

Ibu: Dunia Akhirat Saya Gak Terima

Rabu (25/9/2019) malam, kericuhan pecah di jembatan layang Slipi Jakarta Barat.

Itu adalah buntut dari demonstrasi massa pelajar yang menolak RKUHP dan UU KPK di DPR RI.

Polisi kemudian menangkap beberapa orang yang dianggap sebagai perusuh.

Maulana Suryadi (23), warga Kebayoran Lama, termasuk satu di antara yang ditangkap pada malam itu.

Namun, sehari pascapenangkapan, pria yang biasa disapa Yadi itu dinyatakan meninggal dunia.

Ia diduga tewas lantaran sesak napas setelah menghirup gas air mata yang ditembakkan Polisi.

Sang ibu, Maspupah (50), sangat terkejut mendengar kematian anaknya.

Ia mengetahui Yadi meninggal ketika delapan orang Polisi mendatangi rumahnya di Jalan Abdullah, Cidodol, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2019) malam.

"Polisi bilang, 'Maulana sudah nggak ada, sabar ya bu'. Saya kaget, nangis. Anak saya berangkat masih sehat," kata Maspupah saat ditemui seusai pengajian tujuh hari meninggalnya Yadi di kediamannya, Kamis (3/10/2019) malam.

Tak lama kemudian, Polisi mengajaknya melihat jenazah Yadi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Ia merasa tidak ada yang aneh ketika melihat jenazah putra sulungnya itu di RS Polri.

Namun, keesokan harinya, Maspupah melihat ada kejanggalan pada jenazah Yadi.

"Saat dimandikan jenazahnya keluar darah dari hidung, kupingnya juga. Punggungnya biru-biru," ujarnya.

Menurut pengakuannya, darah tersebut masih mengucur dari hidung dan kuping jenazah Yadi saat akan dimakamkan.

Maspupah pun sempat menunjukkan foto yang menunjukkan kain kafan sebagai pembungkus jenazah Yadi berlumuran darah.

Ia sempat bertanya kepada seorang Polisi perihal kejanggalan yang dirasakannya.

"Polisi bilang itu karena penyakit asmanya," ucap Maspupah.

Akan tetapi, Maspupah tidak mempercayai jawaban Polisi. Ia menduga anaknya tewas karena mendapat penganiayaan fisik.

"Saya nggak terima kalau anak saya dipukulin sampai meninggal. Dunia akhirat saya nggak terima. Kalau maling atau copet, nggak apa-apa dipukulin. Anak saya bukan maling," katanya.

Kejadian awal versi ibu

Uyu (60), ibu Irawan Maulana bersama kakaknya Maspupah (27), saat ditemui di rumahnya Kampung Papandak, Desa Sukamenak, Kecamatan Wanaraja, Jumat (7/12/2018). Irawan Maulana menjadi salah satu korban selamat penembakan di Nduga, Papua.
Uyu (60), ibu Irawan Maulana bersama kakaknya Maspupah (27), saat ditemui di rumahnya Kampung Papandak, Desa Sukamenak, Kecamatan Wanaraja, Jumat (7/12/2018). Irawan Maulana menjadi salah satu korban selamat penembakan di Nduga, Papua. (Tribunjabar/Firman Wijaksana)

Maspupah (51) masih ingat betul pertemuan terakhir dengan putra sulungnya, Maulana Suryadi alias Yadi (23).

Ketika itu, Rabu (25/9/2019) malam, Yadi memijat punggung Maspupah di kediamannya di Jalan Abdullah, Cidodol, Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Yadi, yang bekerja sebagai juru parkir di Pasar Tanah Abang, juga sempat makan bareng ketiga adiknya di rumah seluas 3x4 meter.

"Makannya ramai-ramai di sini sama adik-adiknya," kata Maspupah saat ditemui di rumahnya, Kamis (3/10/2019).

Sebelum Maspupah terlelap, Yadi meminta izin kepadanya untuk pergi. Pada momen itu, Yadi dua kali mencium tangan ibunya.

"Cium tangan saya sambil bilang, 'maafin Yadi ya, Bu'. Saya tanya sama dia mau ke mana. Dia bilang mau ikut demo," ujar Maspupah.

Tak disangka, itu menjadi percakapan terakhirnya dengan Yadi.

Sebab, sehari berikutnya, Yadi telah meninggal dunia.

Sebelum tewas, Yadi ditangkap Polisi lantaran dianggap sebagai salah satu perusuh pada demonstrasi di sekitar Gedung DPR.

Menurut Polisi, Yadi tewas karena sesak napas setelah menghirup gas air mata yang ditembakkan Polisi.

Namun, Maspupah menilai ada kejanggalan pada kematian anaknya.

Ia menduga Yadi mendapat penganiayaan sebelum tewas.

"Saat dimandikan jenazahnya keluar darah dari hidung, kupingnya juga. Punggungnya biru-biru," ujarnya.

Menurut pengakuannya, darah tersebut masih mengucur dari hidung dan kuping jenazah Yadi saat akan dimakamkan.

Maspupah pun sempat menunjukkan foto yang menunjukkan kain kafan sebagai pembungkus jenazah Yadi berlumuran darah.

Ia sempat bertanya kepada seorang Polisi perihal kejanggalan yang dirasakannya.

"Polisi bilang itu karena penyakit asmanya," ucap Maspupah

Ibu jadi tulang punggung

Sepeninggal Yadi yang berprofesi sebagai juru parkir di Pasar Tanah Abang, sang ibu Maspupah kini menjadi tulang punggung keluarga.

Perempuan berusia 51 tahun itu harus menghidupi ketiga adik Yadi yang masih remaja.

Suami Maspupah juga telah meninggal dunia.

Tadinya, ketika Yadi masih hidup, segala kebutuhan sehari-sehari ditanggung berdua.

"Misalnya kontrakan. Sewa per bulannya kan Rp 800 ribu. Saya Rp 400 ribu, Yadi Rp 400 ribu," kata Maspupah saat ditemui di rumah kontrakannya di Jalan Abdullah, Cidodol, Kebayoran Lama, Kamis (3/10/2019).

Sebelum tewas, Yadi ditangkap Polisi lantaran dianggap sebagai salah satu perusuh pada demonstrasi di sekitar Gedung DPR.

Menurut Polisi, Yadi tewas karena sesak napas setelah menghirup gas air mata yang ditembakkan Polisi.

Tukang Ojek Asal Probolinggo Ini Mengaku Tidak Mau Lagi Kembali ke Papua, Ini Alasannya

Prada Budi Si Suku Anak Dalam Pulang Kampung, Ini Kisah Harunya

Vivo V17 Pro: Handphone dengan 6 Kamera, Ini Spesifikasinya

Namun, Maspupah menilai ada kejanggalan pada kematian anaknya. Ia menduga Yadi mendapat penganiayaan sebelum tewas.

"Saat dimandikan jenazahnya keluar darah dari hidung, kupingnya juga. Punggungnya biru-biru," ujarnya.

Menurut pengakuannya, darah tersebut masih mengucur dari hidung dan kuping jenazah Yadi saat akan dimakamkan.

Maspupah pun sempat menunjukkan foto yang menunjukkan kain kafan sebagai pembungkus jenazah Yadi berlumuran darah.

Ia sempat bertanya kepada seorang Polisi perihal kejanggalan yang dirasakannya.

"Polisi bilang itu karena penyakit asmanya," ucap Maspupah.  (Annas Furqon Hakim)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved