Kisah Ki Maun, Kakek Penjual Sapu Keliling di Jaktim, Uang Sering Dipinjam dan Merasa Kesepian

Terbiasa bekerja sejak muda, tak menyurutkan semangat Ki Maun untuk mencari rezeki yang halal di usia senja.

Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, CIPAYUNG - Terbiasa bekerja sejak muda, tak menyurutkan semangat Ki Maun untuk mencari rezeki yang halal di usia senja.

Pasalnya di usia yang sudah menginjak 71 tahun, ia mengaku semangatnya masih sama seperti anak usia 17 tahun.

Sejak tahun 2016, Ki Maun memutuskan menjadi penjual sapu keliling dimulai dari wilayah rumahnya di Jalan Bina Marga, Cipayung, Jakarta Timur.

Areanya berjualan sampai ke wilayah Kecamatan Pasar Rebo.

Sebenarnya, Ki Maun memiliki nama asli Tonge.

Namun nama aslinya itu justru jarang dikenali orang-orang.

Hal ini lantaran 'Ki Maun' merupakan nama yang diberikan oleh masyarakat yang mengenal dirinya saat berjualan sapu.

Viral Foto Anaknya Fans Berat K-Pop Nampang di Billboard Dicemooh, Ibu Elvira Balas Begini

Kronologi Seorang Pria Pamerkan Alat Vital di Dalam Angkutan Umum Kota Depok

Beredar Foto Anak Pergoki Ibunya Ngaku Gadis Jelang Pemberkatan Nikah, Jejak Rekam Rina Terbongkar

"Kurang lebih sudah 3 tahunan jualan sapu, ada sapu lidi, ada sapu lantai,"

"Yang sudah lama tahu saya, orang-orang yang biasa beli manggilnya Ki Maun."

"Jadi mereka tahunya Ki Maun itu ya yang tukang jualan sapu. Kalau tanya Tonge jarang banget yang tahu," ungkapnya di Cipayung, Jumat (18/10/2019).

Setiap harinya, Ki Maun selalu membawa 10 sapu dan diletakan pada punggungnya saat berkeliling.

Bukan tak mampu membawa lebih banyak, hanya saja penjualan sapu kian sepi dan sukar laku terjual.

Sehingga ketika membawa banyak tapi tak laku, ia merasa tenaganya akan terbuang percuma.

"Bawa 10 sapu aja susah lakunya. Kalau rezeki lagi bagus bisa habis dalam satu hari itupun jualan dari pagi sampai malam."

"Tapi kan seringnya susah laku. 10 sapu ini habis 2 hari aja sudah bagus banget," sambungnya.

Sistem Setor

Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo
Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

Ki Maun sebenarnya ingin sekali mengganti barang dagangannya menjadi barang yang mudah laku dan kekinian.

Hanya saja ia terkendala oleh modal usaha.

Waktu muda ia bisa bekerja serabutan apa saja untuk mengumpulkan modal.

Kali ini, ia hanya menggantungkan penghasilannya dari penjualan sapu saja.

Ia memilih bertahan berjualan sapu karena sistem setor.

Sehingga barang dagangan diambil lebih dahulu, baru dibayar usai kelar bekerja.

"Ya abisnya mau jualan lainnya modalnya enggak ada. Kalau ini kan saya ambil dulu, pulangnya setor."

"Untuk sapu lidi dari bos Rp 7.500 dan sapu lantai Rp 12 ribu," ungkapnya.

Nantinya tiap sapu ini akan dihargai mulai Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu.

Harga ini tentunya sudah menghitung mulai dari tenaga yang dikeluarkan untuk berkeliling dan kemungkinan ditawar oleh warga.

"Saya kasih harga segitu aja masih banyak ditawar. Yaudahlah saya ma selalu kasih selama kita jualan ada untungnya," tambahnya.

Rezeki jualan yang tak pernah menentu juga membuat pola makannya ikutan tak menentu.

Jika dalam satu hari sapunya hanya terjual satu usai berkeliling sejak pagi hingga malam hari, Ki Maun hanya makan satu kali.

Ia beralasan karena uangnya tak cukup.

"Saya mah makannya gampang. Yang penting setoran enggak pernah kurang."

"Yang penting kita masih ada usahanya buat cari uang tanpa mengemis," katanya.

Uang Sering Dipinjam dan Tak Balik

Hidup serba pas-pasan dan memiliki 3 anak yang juga memiliki kehidupan yang sama, tak lantas membuatnya berhenti sedekah.

Tiap berkeliling jualan sapu, Ki Maun mengatakan selalu bertemu dengan orang baik.

Pasalnya, secara tiba-tiba ia sering dibelikan makan atau minuman bahkan uang

Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo
Ki Maun alias Tonge (71), penjual sapu keliling di wilayah Kecamatan Cipayung, Ciracas dan Pasar Rebo (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

"Suka ada yang ngasih ke saya. Padahal enggak beli sapu, tahu-tahu kasih uang. Kadang juga saya dibeliin makan sama kopi," jelasnya.

Uang yang diberikan oleh orang-orang tersebut lantas ia kumpulkan.

Sehingga jika ada kebutuhan mendesak bisa digunakannya tanpa merepotkan orang lain.

Tak jarang ia juga memberikan jika ada rekannya yang membutuhkan.

Namun diakuinya selama ini justru tak pernah dikembalikan.

"Kadang juga ada teman, janda juga dia pinjam uang buat anaknya sekolah. Saya kan kasian juga makanya saya pinjamkan."

"Giliran saya butuh saya tanyakan uangnya malah bilang enggak ada terus. Banyak yang begitu pokoknya," sambung Ki Maun.

Kendati demikian, ia tetap mengikhlaskan uang tersebut.

Sebab ia sudah melupakan hal tersebut dan membiarkannya begitu saja.

Mengaku Kesepian

Sejak anaknya beranjak dewasa, ketiga anak perempuan Ki Maun ikut tinggal bersama suaminya.

Ada yang tinggal di Lubang Buaya, Pondok Gede dan Cibinong.

Posisi mereka yang sudah berkeluarga, membuat ketiga anak Ki Maun jarang berkunjung ke kediamannya di Gang Mangga RT 6/2 Kelurahan/Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Oleh karena itu Ki Maun sering kesepian dan tak memiliki tempat untuk berbagi cerita.

"Istri saya sudah lama meninggal, anak jarang nengokin saya. Jadi kalau pulang keliling sapunya pada enggak laku langsung tidur aja."

"Kalau punya istri kan enak bisa cerita, 'sapu enggak laku nih mah, kita makan apa hari ini ya?'," ungkapnya.

Anniversary Pernikahan ke-5, Raffi Ahmad & Nagita Slavina Banjir Air Mata dengar Doa Rafathar

Sampah Kayu dan Bambu Banyak Ditemukan di Kali Pasar Baru

Jelang Pilkades, 15 Desa di Kabupaten Tangerang Rawan Ricuh Hingga Polisi Terjunkan 2.300 Personel

Ki Maun mengatakan bukan tipe orang yang sering keluar jika sudah di rumah.

Ketika sampai di rumah, ia mengatakan biasanya langsung tidur akibat lelah karena seharian berkeliling.

"Rumah saya ma gubuk. Jauh dari mana-mana. Kalau mau ngobrol sama tetangga juga jauh."

"Di situ saya suka sedih. Tapi kalau dipikirin aja malah jadi pusing, makanya saya tinggal tidur aja," tandasnya.

Ia berharap agar anaknya lebih sering mengunjunginya dan berdoa semoga selalu diberikan kesehatan serta umur panjang.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved