Kisah Haer Pria Paruh Baya yang Bertahan Jadi Tukang Patri Rela Dibayar Seikhlasnya
Haer merupakan Ayah 3 anak yang memutuskan mengadu nasib di Jakarta sejak puluhan tahun lalu.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Sudah banyak merasakan pahit manis kehidupan, Haer (73) berikan pesan bagi generasi penerus.
Haer merupakan Ayah 3 anak yang memutuskan mengadu nasib di Jakarta sejak puluhan tahun lalu.
• Kisah Haer Bertahan Jadi Tukang Patri: Bayaran Seikhlasnya, Sering Diberi Orang
Dengan bermodalkan keahlian memperbaiki panci, dandang dan alat masak lainnya, ia memutuskan menjadi tukang pantri.
Selama 10 tahun menjadi tukang pantri, Haer mengatakan sudah melalui banyak cobaan hidup.
Mulai dari hal yang manis hingga hal pahit, terutama pengalaman dan cerita selama menjadi tukang patri.
Ya pada eranya, jasa tukang patri masih banyak dicari orang. Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat banyak memilih membeli peralatan masak yang baru secara lunas maupun kredit.

Hal ini tentunya membuat jasa Haer jarang sekali dipakai hingga tak jarang pulang dengan tangan kosong.
Akibat hal tersebut, sekira sejak 6 tahun lalu, Haer memilih untuk tak mematok tarif untuk jasanya.
Para pelanggannya bisa membayar seikhlasnya kepada Haer untuk tiap alat yang diperbaiki.
Kendati demikian, Haer tak menginginkan anak-anak dan generasi muda lainnya seperti dirinya, yang di usia senja masih tetap bekerja.
"Saya pesan sama generasi muda terutama ke anak-anak saya biar ada persiapan di hari tua. Jadi waktu lagi muda sambil berjuang cari nafkah sambil kumpulin uang," katanya di Jakarta Timur, Selasa (5/11/2019).

Haer mengatakan telat menyadari untuk mempersiapkan masa tuanya. Ia pun baru berpikir ingin sekali memiliki usaha di rumah agar tetap bisa menafkahi istrinya meskipun tak lagi bekerja.
Dulunya, Haer mengatakan sama sekali tak terpikirkan untuk mengumpulkan uang. Saat itu ia hanya terpaku pada anak-anaknya.
"Sebelum ke Jakarta saya pernah kerja di Bandung, di situ uangnya buat anak aja. Enggak sisihkan buat usaha di hari tua. Salahnya di situ, harusnya disisihkan juga untuk hari tua sedikit demi sedikit," jelasnya.