Kontroversi Anggaran DKI Jakarta
Pemprov DKI Usul Juru Tulis Pidato Anies Dibayar Rp97,5 Juta Tuai Komentar Fraksi Gerindra dan PDIP
Kali ini soal upah juru tulis pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diajukan oleh Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri (KDHKLN) DKI.
Penulis: Wahyu Aji Tribun Jakarta | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Sederet anggaran kontroversi yang disusun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Usulan anggaran dalam draf Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran (KUA-PPAS) 2020 kembali menjadi sorotan publik.
Kali ini soal upah juru tulis pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang diajukan oleh Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri (KDHKLN) DKI Jakarta.
Dimana dalam draf KUA-PPAS itu, Pemprov DKI mengajukan anggaran Rp 390 juta untuk upah 4 orang juru tulis.
Menanggapi hal tersebut,Kepala KDHKLN DKI Jakarta Mawardi pun memberikan klarifikasinya.
Menurutnya, ada kesalahan input yang dilakukan pihaknya saat memasukan data ke dalam sistem e-budgeting.
Kesalahan input ini pun disebut Mawardi, imbas dari sistem e-budgeting yang masih menggunakan komponen lama dimana upah juru tulis pidato Gubernur masih berada di angka Rp 5 juta.
Sedangkan, berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1214 Tahun 2019, Anies menetapkan biaya honorarium tenaga ahli non pegawai aparatur sipil negara (ASN) untuk penulis naskah pidato sebesar Rp 8,2 juta per bulan.
"Kami membutuhkan empat orang sehingga tercapai nilai pagu Rp 392 juta. Karena di komponen lama masih Rp 5 juta, maka yang mendekati Rp 392 juta adalah dibagi 12, kemudian dibagi lagi Rp 5 juta sehingga perkaliannya menjadi 6,5 ketemunya," ucapnya, Rabu (6/11/2019).
Mawardi mengklaim, anggaran ini hal yang baru lantaran sudah ada sejak zaman Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Hanya saja, jumlah penulis naskah pidato ini meningkat di masa kepemimpinan Anies Baswedan.
"Penulis naskah dari dulu ada. Tapi tidak banyak, tahun 2019 ini ada dua orang," ujarnya saat dikonfirmasi.
Penambahan jumlah penulis naskah pidato empat orang ini pun disebut Mawardi bukan tanpa alasan.
Ia menyebut, jumlah ini telah disesuaikan dengan banyaknya frekuensi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam memberikan sambutan.

Bahkan, para juru tulis pidato ini juga akan menyiapkan naskah bagi jajaran Pemprov DKI yang mewakili Anies memberikan sambutan.
"Melihat frekuensi sambutan pak Gubernur cukup banyak dan tidak hanya pak Gubernur saja, para asisten yang mewakili juga kami siapkan," kata Mawardi.
Mawardi menjamin, anggaran ini tidak akan kembali membengkak bila posisi Wagub DKI telah kembali terisi.
"Kami sudah antisipasi untuk penambahan Wagub nanti tetap emapat orang," tuturnya.
Tanggapan Gerindra
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Syarif angkat bicara soal anggaran juru tulis pidato Gubernur Anies Baswedan yang nilainya mencapai Rp 390 juta.
Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai pemborosan lantaran tidak adanya pembanding.
"Kita mengatakan ini boros atau tidak, efisien atau tidak, itu harus ada alat pembandingnya. Kita belum cek di kepala daerah lainnya bagaimana," ucapnya, Rabu (6/11/2019).

Adapun anggaran Rp 390 juta untuk juru tulis pidato Anies ini diusulkan oleh Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri (KDHKLN) DKI Jakarta.
Namun, dalam usulan anggaran di draf Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran (KUA-PPAS) 2020, dana tersebut digunakan untuk membiayai 6,5 orang juru tulis pidato.
Jumlah juru tulis pidato yang tak lazim ini pun menimbulkan kecurigaan masyarakat.
Meski demikian, Syarif menduga, hal ini terjadi lantaran kesalahan ketik saat penginputan data.
"Salah ketik menurut saya. Kalau 6,5 orang ini saya duga kesalahan ketik saja" ujarnya.
• Pemprov DKI Usulkan Anggaran Rp 390 Juta Untuk Gaji 4 Juru Tulis Pidato Gubernur Anies
• Anggaran Juru Tulis Pidato Anies Rp 390 Juta, Gerindra: Tak Ada Pembanding untuk Bilang Pemborosan
• Soroti Penambahan Juru Tulis Pidato Gubernur Anies, Fraksi PDI Perjuangan: 2 Saja Cukup
Sebelumnya, Kepala KDHKLN DKI Jakarta Mawardi sempat memberikan klarifikasinya.
Menurutnya, ada kesalahan input yang dilakukan pihaknya saat memasukan data ke dalam sistem e-budgeting.
Kesalahan input ini pun disebut Mawardi, imbas dari sistem e-budgeting yang masih menggunakan komponen lama dimana upah juru tulis pidato Gubernur masih berada di angka Rp 5 juta.
Sedangkan, berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1214 Tahun 2019, Anies menetapkan biaya honorarium tenaga ahli non pegawai aparatur sipil negara (ASN) untuk penulis naskah pidato sebesar Rp 8,2 juta per bulan.
"Kami membutuhkan empat orang sehingga tercapai nilai pagu Rp 392 juta. Karena di komponen lama masih Rp 5 juta, maka yang mendekati Rp 392 juta adalah dibagi 12, kemudian dibagi lagi Rp 5 juta sehingga perkaliannya menjadi 6,5 ketemunya," ucapnya, Rabu (6/11/2019).
Fraksi PDIP: 2 saja cukup

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyoroti penambahan jumlah juru tulis pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi empat orang.
Menurutnya, tidak ada urgensi dalam penambahan jumlah juru tulis pidato gubernur yang sebelumnya berjumlah dua orang ini.
"Yang jadi masalah itu soal jumlah. Bahwa kita membutuhkan penyusun naskah iya betul. Tapi jumlah ini jadi persoalan," ucapnya, Rabu (6/11/2019).
Terlebih, Gubernur DKI Jakarta Anies sendiri memerintahakan jajarannya melakukan penghematan untuk menyesuaikan dengan anggaran yang dimiliki Pemprov DKI.
"SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang lain diminta melalukan penghematan, sedangkan aktivitas yang melekat dengan gubernur itu semua bertambah. Ini kan tidak rasional," ujarnya saat dikonfirmasi.
Gembong pun heran, saat ini anggaran untuk juru tulis pidato gubernur dibebankan kepada APBD.
Padahal, semasa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, anggaran tersebut menggunakan dana operasional gubernur.
"Biasanya zaman Ahok pakai dana operasional gubernur, jadi tidak membebani APBD. Kenapa sekarang mencuat? Karena dibebankan APBD seluruhnya," kata Gembong.
Terkait dengan honor juru tulis pidato gubernur yang juga meningkat dari Rp 5 juta menjadi Rp 8,2 juta, Gembong tidak terlalu mempermasalahkannya.
"Uangnya dinaikan saya sepakat, tapi dua tenaga sudah cukup munpuni. Dua saja cukup tidak perlu nambah jumlahnya," tuturnya. (TribunJakarta/Dion) (*)