Djaduk Ferianto Meninggal
Djaduk Ferianto Meninggal di Pangkuan Istri, Ini Impian Sang Seniman Adik Butet Kertaradjasa
Sang kakak, Butet Kartaredjasa, menuturkan bahwa penggagas NgayogJazz itu meninggal dunia di pangkuan sang istri.
TRIBUNJAKARTA.COM - Seniman kondang, Djaduk Ferianto, tutup usia pada Rabu (13/11/2019) dini hari sekitar pukul 02.30 WIB.
Sang kakak, Butet Kartaredjasa, menuturkan bahwa penggagas NgayogJazz itu meninggal dunia di pangkuan sang istri.
"Djaduk meninggal dunia tadi malam, setengah tiga, karena serangan jantung. Meninggal dunia di pangkuan sang istri," kata Butet Kartaredjasa, Kakak kandung Djaduk, saat ditemui di rumah duka, Tamantirto, Bantul, Rabu (13/11/2019) siang.

Setelah diperiksa, baru dikonfirmasi bahwa Djaduk Ferianto telah meninggal dunia.
Butet mengaku tidak tahu mengapa adiknya itu terkena serangan jantung.
Namun ia menduga karena dilatarbelakangi aktivitas Djaduk yang belakangan ini terlalu sibuk mempersiapkan sejumlah kegiatan.
"Salah satunya NgayogJazz, yang rencananya akan diresmikan Mahfud MD," katanya.
NgayogJazz yang rencananya akan digelar pada 16 November di Godean itu rencananya akan digelar dengan meriah.
Para pendiri NgayogJazz, dikatakan Butet, sudah diminta oleh Djaduk untuk naik keatas panggung.
Mendampingi Menkopolhukam, Mahfud MD.
"Djaduk ingin perfeksionis. Pekerja keras.Persiapan dilakukan menyedot energi dan konsentrasi yang melebihi dosisnya. Itulah Djaduk," kata dia.

Selain mempersiapkan NgayogJazz, seniman dengan nama lengkap RM Gregorius Djaduk Ferianto itu dijadwalkan akan melangsungkan pertunjukan teater Gandrik di Surabaya. Mengangkat tema "Para Pensiunan".
Teater ini akan dipentaskan di Mall Ciputra. Pada tanggal 5 dan 6 Desember.
Latihan perdana sejatinya diagendakan 14 November besok.
"Saya tidak tahu apakah pentas ini mau dilanjutkan atau tidak. Saya tidak bisa membayangkan suasana hati teater Gandrik. Seperti yang saya rasakan sekarang ini. Butuh perjuangan untuk menata hati," ungkap dia.
Diketahui sebelumnya, putra bungsu Bagong Kussudiardjo, Djaduk Ferianto meninggal dunia pada Rabu, sekitar pukul 02.30 WIB.
Semasa hidupnya Djaduk dikenal sebagai seniman serba bisa.

Ia pernah mendirikan kelompok Rheze yang pada tahun 1978 pernah dinobatkan sebagai juara 1 musik humor tingkat nasional.
Bersama dengan kakaknya, Butet Kartaradjasa dan Purwanto, Djaduk juga pernah mendirikan kelompok kesenian Kua Etnika, yang merupakan penggalian atas musik etnik dengan musik modern.
Jenazah Djaduk saat ini disemayamkan di padepokan seni Bagong Kussudiardjo.
Rencananya, jenazah Djaduk akan dimakamkan dipemakaman keluarga di sembungan, Kasihan Bantul sore ini.
Pesan terakhir

Berita kepergian budayawan dan musisi senior Djaduk Ferianto dibenarkan oleh Putri Sulungnya, Gusti Arirang saat dihubungi Tribunjogja.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/11/19) pagi ini.
Gusti menuturkan, mewakili mendiang ayahnya, ia meminta maaf bila semasa hidup ayahnya ada perberbuatan salah kepada siapapun.
Sekaligus, Gusti mengucapkan banyak terima kasih kepada semua orang, khususnya kepada awak media yang terus mendukung karier dan pergerakan ayahnya di dunia seni selama ini.
Gusti mengingat pesan pesan sang Ayah yang hampir selalu disampaikan ketika bertemu. Terakhir kali sebelum Gusti berangkat ke Jakarta untuk sebuah konser bersama band-nya Tashoora.
"Sebagai sosok Ayah beliau selalu berpesan agar menjaga kepercayaan, selalu hati hati dalam melangkah dan selalu setia dengan pilihan hidup yang diambil," kata basis band Tashoora tersebut lirih.
Lanjut Gusti, mendiang ayahnya tersebut juga selalu memberikan dukungan pada karir anak anaknya.

Gusti mengingat, ayahnya pernah menyatakan salut terhadap perkembangan kariernya di bidang musik bersama Tashoora.
Belum lama ini, Gusti bersama Tashoora pernah terlibat kolaborasi bareng band Kuaetnika yang didirikan mendiang sang ayah. Di lagu berjudul Tatap,Tashoora dan Kuaetnika berkolaborasi.
Keluarga Kraton pun Merasa Kehilangan
Meninggalnya Djaduk Ferianto dianggap sebagai kehilangan besar bagi dunia seni oleh Keluarga Keraton Ngayogyakarta, yang melayat di Padepokan Seni Bagong Kussudiarja, Kasihan, Bantul, pada Rabu (13/11/2019) siang pukul 12.00 WIB.
"Beliau banyak menginspirasi seniman-seniman muda, khususnya di Yogyakarta ya. Jadi, tentunya kita sangat kehilangan sekali," ucap KPH Notonegoro.

Suami dari GKR Hayu, yang merupakan putri keempat Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan GKR Hemas itu, tampak memberi penghormatan terakhir untuk sang seniman legendaris, bersama dua saudari iparnya, GKR Condrokirono dan GKR Bendara.
"Kami dari keluarga Keraton turut berduka cita, nderek belasungkawa. Kabar yang cukup mengejutkan, cukup mendadak, kemarin kita sempat berbincang dengan Mas Djaduk, beliau masih sehat," katanya.
"Kemudian tiba-tiba kami dengar kabar ini, ya sangat mengagetkan. Kami mendoakan, agar keluarga yang ditinggalkan bisa tabah, lalu karya seni Mas Djaduk pun tetap langgeng dan mampu diteruskan," imbuh KPH Notonegoro.
Impian Lewat Ngayogjazz
Mendiang Djaduk Ferianto memiliki impian yang ia salurkan melalui Ngayogjazz.
Board Committee Ngayogjazz Aji Wartono mengatakan, Djaduk fokus dalam persemaian bibit-bibit seniman muda.
"Cita-citanya simpel, ada persemaian bibit-bibit muda. Juga, seni punya pendukungnya dalam masyarakat. Dan masyarakat lebih dekat dengan seni," ungkapnya saat ditemui Tribunjogja.com di rumah duka di Dusun Kembaran RT 05, Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Rabu (13/11/2019) pagi.

Aji juga mengingat pesan Djaduk agar selalu membumi dalam segala hal.
"Membuat apapun itu harus selalu membumi. Segala sesuatu itu harus membumi, harus merangkul masyarakat," ungkapnya. (*/tribunjogja.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Djaduk Ferianto Tutup Usia : Meninggal di Pangkuan Sang Istri serta Impiannya Melalui Ngayogjazz,