Kisah Talib, Menyesal Datang Ke Jakarta Hingga Jadi Pemulung

Merantau dari kampung ke Ibu Kota untuk perbaiki nasib, akhirnya disesali oleh Tasib (50).

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Talib dan keluarganya, memulung demi menafkahi keluarganya, Selasa (19/11/2019) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, MAKASAR - Merantau dari kampung ke Ibu Kota untuk perbaiki nasib, akhirnya disesali oleh Tasib (50).

Tasib merupakan warga Karawang yang belum lama merantau ke Jakarta bersama istri, Endah (50) dan anaknya, Adel (5).

Kehidupan Tasib yang serba pas-pasan dan sulit, membuatnya berpikir ke Jakarta untuk merubah nasib keluarganya.

"Di kampung engga ada rumah. Biasanya tani tapi di sawah orang. Jadi dibayar," katanya di Makasar, Jakarta Timur, Selasa (19/11/2019).

Selain itu, akses di kampung yang jauh dari kawasan perkotaan juga membuat Tasib bingung ketika hendak kemana-mana.

Apalagi di kampungnya, ia tak memiliki kendaraan sendiri meskipun hanya sebuag sepeda motor.

"Modal kaki aja. Kalau kemana-mana ya jalan biar keluarga bisa makan.

Apalagi Endah ini istri kedua saya usai yang pertama meninggal dan Adel ini juga anak dari suaminya dia yang dulu yang sudah meninggal.

Jadi ibaratnya saya ngurusin anak yatim.

Jadi apapun saya usahain biar pada makan," sambungnya.

Cerita Gracia Indri Tentang Sosok Cecep Reza Bombom Hingga Kenangan Sate Blora

Sampai akhirnya ia berpikir ingin merantau dan membawa modal seadanya.

"Begitu sampai sini, ya malahan luntang- lantung.

Sampai akhirnya ketemu sama bos rongsokan.

Saya dikontrakin rumah tapi tiap hari setoran sama dia," ungkapnya.

Mengenang Cecep Reza Bombom dari Aktor Cilik ke Fotografer Andal, Sudah Menikah dan Punya 1 Putri

Pada awalnya, Tasib mengira mencari botol bekas di Jakarta ialah perkara mudah.

Sampai akhirnya ketika bekerja, ia merasakan betapa sulitnya mengumpulkan semua barang tersebut karena banyaknya pemulung lainnya.

Bahkan ia mengatakan harga botol bekas perkilonya hanya dihargai tak lebih dari Rp 5 ribu.

"Sekarang semua ini dihargai murah sama bos.

Sayanya sampai hati itu miris banget.

Kita sudah bersihkan botolnya pas di jual ternyata murah," jelasnya berlinang air mata.

Fakta-fakta 12 Anggota Satpol PP DKI Jakarta Diduga Lakukan Pembobolan ATM Jumlahnya Rp 32 Miliar

Akibat hal tersebut, Tasib mengatakan dirinya menyesal sudah datang ke Jakarta.

Namun ia terpentok biaya untuk kembali ke Karawang.

"Kalau dipikir ya, seengak punyanya di kampung biaya hidup masih murah.

Di Jakarta ternyata serba mahal. Tapi penghasilan saya begini.

Dibilang nyesel ya nyesel banget tapi mau bagaimana lagi.

Saya pengen anak istri saya bisa makan," ucapnya.

Fakta Warga Cipayung yang Bakar Diri di Rumah, Istri Gugat Cerai Hingga Campur Tangan Pihak Ketiga

Dalam satu harinya, Tasib yang tinggal di kawasan Pinang Ranti ini biasa berkeliling hingga ke Bekasi dari pagi sampai malam.

Untuk satu harinya ia hanya mendapatkan penghasilan Rp 30 ribu.

"Kalau setoran tergantung pendapatan kitanya. Jadi tiap hari uang itu cuma cukup buat beli makan aja. Listrik sama air nanti kumpulin lagi," jelasnya.

Meskipun penghasilannya terbilang kecil, Tasib dengan gigih tetap bekerja dan mencari barang bekas.

Tanpa kenal waktu dan hari, Tasib tetap mengajak istri dan anaknya keliling dari pagi hingga larut malam

Hal ini lantaran, uang yang harus disetorkan kepada bosnya ialah hal yang wajib.

"Biarpun disesuaikan, tetap saya tiap hari kita setor. Selain itu kalau enggak mulung, anak sama istri saya makan apa?," ucapnya.

Sering Dihina Mengemis

Setiap hari selalu melalui jalan yang sama dan selalu membawa keluarga, Tasib menuturkan sering dihujat oleh segelintir orang.

Mereka mengatakan Tasib menggunakan Adel sebagai modus untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

"Nangis saya itu kalau ada yang ngomong begitu. Sebab pernah ada yang ngomong, saya itu ngemid bukan mulung," jelasnya.

Kini, isak tangis mulai terlihat diraut wajahnya.

Air matanya seolah menggambarkan pilunya hati seorang ayah yang dituduh tak menafkahi anak dan istrinya secara terhormat.

"Padahal kalau saya maunya ngemis, enggak usah saya bawa beginian (menunjuk keranjang yang berisi hasil memulungnya). Sakit hati saya kalau dihina begitu, ya Allah," tuturnya.

Tak berselang lama, ia segera menghapus air matanya dan mengucapkan tak ingin menyerah.

Hinaan orang lain itu selanjutnya dibalas dengan doa.

"Semoga mereka yang menghina, enggak bernasib sama kayak saya. Aamiin ya Allah," ucapnya.

Selanjutnya, ia memangku Adel dan bertekad akan selalu menafkahi keluarganya.

"Saya enggak mau nyerah gitu aja. InsyaAllah rezekinya ada selama saya usaha. Yang penting anak sama istri bisa makan," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved