Teror Ular Kobra

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Beberkan Penyebab Maraknya Ditemukan Ular Kobra

Fenomena kemunculan ular kobra yang belakangan ramai dibicarakan tak terlepas dari adanya sebab-akibat.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
Diskusi antara Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK bersama komunitas konservasionis reptil di Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (19/12/2019). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, PENJARINGAN - Fenomena kemunculan ular kobra yang belakangan ramai dibicarakan tak terlepas dari adanya sebab-akibat.

Dalam diskusi yang digelar Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bersama komunitas konservasionis reptil pada hari ini, sebab-akibat fenomena kemunculan ular itu diungkap.

Igor Sonagar dari komunitas Taman Belajar Ular menyatakan, siklus musim hujan yang mundur membuat ular kobra dapat menetas dengan sempurna.

Di tahun ini, menurut Igor, siklus musim hujan cenderung mundur dari yang biasanya di bulan September lantaran adanya kemarau panjang.

Telur-telur ular kobra bisa berkembang dengan sempurna ketika tak diguyur hujan terus-terusan.

Jika biasanya telur sudah membusuk di September, tahun ini bisa menetas dengan sempurna lantaran musim hujan baru terjadi di Desember.

"Karena kemarin kemarau panjang, Desember kita hujan," kata Igor di Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (19/12/2019).

"Jadi, ular ini menetas sempurna, karena tidak ada yang membusuk, makanya jadi banyak populais ularnya," sambungnya.

Igor menilai, fenomena ini merupakan hal baru.

Tak hanya di wilayah Jabodetabek, di luar Pulau Jawa pun fenomena serupa terjadi di akhir tahun inu.

"Kejadian ini baru sekarang aja terjadi. Kalau tahun lalu tidak sebanyak ini dan ternyata rata di Kalimantan pun sama, ini Desember ini musimnya baby kobra menetas," kata Igor.

Sementara itu, Kasubdit Sumber Daya Genetik Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian LHK, Mohammad Haryono menilai, musim hujan berakibat pada terganggunya habitat ular kobra.

Lubang-lubang di tanah yang menjadi tempat tinggal mereka akan terendam air hujan, sehingga ular kobra akan keluar dari sarangnya.

"Setiap satwa, setiap makhluk hidup, tentunya dia akan berpindah dari tempat yang kurang aman menjadi ke yang aman itu," kata Haryono.

"Ketika lubang-lubang itu mulai tergenangi atau tertutupi dengan air, dia akan berpindah ke tempat yang lebih nyaman, yang lebih kering, yang lebih tinggi. Itu saya kira makhluk hidup mempunyai naluri alamiah seperti itu," lanjutnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved