Kisah Kesatria Penantang Api di Jakarta, Jarang Dapat Pujian & Pernah Diancam Celurit

Mereka yang memutuskan untuk menjadi kesatriapenantang api tentunya memiliki niat masing-masing yang terbenam di hati.

Editor: Kurniawati Hasjanah
TribunJakarta.com/Muslimin Trisyuliono
Pemadam petugas kebakaran memadamkan api yang membakar pabrik payung milik PT Golden Inpan di Jalan Tole Iskandar No 82 Abadijaya, Sukmajaya, Depok, Jumat (20/4/2018) malam. TRIBUNJAKARTA.COM/MUSLIMIN TRISYULIONO 

TRIBUNJAKARTA.COM - Ada begitu banyak pekerjaan di dunia ini, termasuk pemadam kebakaran.

 Meski sebagian orang ada yang menghindari pekerjaan ini karena beberapa alasan, seperti berbahaya, beberapa orang justru punya pemikiran berbeda.

Mereka yang memutuskan untuk menjadi kesatriapenantang api tentunya memiliki niat masing-masing yang terbenam di hati.

Wahyudi, petugas dari Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana di Jakarta Pusat, punya alasan sendiri.

Lelaki yang telah berkeluarga ini mempunyai pandangan bahwa pekerjaan termulia di dunia ini hanya ada tiga: guru, pemadam kebakaran, dan tukang pos.

Berangkat dari pemikiran itulah Wahyudi awalnya bercita-cita jadi guru.

Setamat SMA ia melanjutkan ke UNJ Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Bahasa Jerman.

Namun, bahasa Jerman tak semudah yang ia bayangkan.

Akibatnya tiga tahun berturut-turut indeks prestasinya di bawah cukup, sehingga ia dikeluarkan.

Suatu hari lowongan pemadam di harian ibu kota membulatkan impiannya untuk menjadi kesatria biru.

Sekelompok personel pemadam kebakaran Group A beristirahat makan siang di Markas Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Provinsi DKI Jakarta.
 

Setelah serangkaian uji masuk dilalui, akhir 2004 ia sudah bertugas sebagai pasukan pemadam.

Salah satu pekerjaan yang dianggapnya termulia itu sudah di bahu Wahyudi, menunggu darma menjaga Ibu Kota.

Petugas pemadam kebakaran adalah pekerjaan unik. ”Orang lain bekerja menghindari bahaya, tapi pemadam justru bekerja menghadang bahaya”, kata Wahyudi.

Pendapatnya bukan tanpa alasan.

Setiap menjalani tugas, seorang pemadam bak bergadai nyawa sejak berada dalam perjalanan, risiko konflik dengan warga atau preman setempat, hingga pemadaman di lokasi kebakaran.

Sesampainya di lokasi kadang petugas disambut umpatan kekecewaan warga karena dianggap terlambat datang dan bekerja sangat lamban.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved