Kisah Kesatria Penantang Api di Jakarta, Jarang Dapat Pujian & Pernah Diancam Celurit
Mereka yang memutuskan untuk menjadi kesatriapenantang api tentunya memiliki niat masing-masing yang terbenam di hati.
Jawabnya, petugas tak pernah berpikir tentang balasannya.
Mereka hanya menjawab panggilan kemanusiaan untuk menolong. Ketulusan sudah menjadi tekad mereka.
Namun masih saja ada warga yang mengira untuk memanggil bantuan petugas pemadam dibutuhkan biaya.
Sikap warga tersebut membuat hati sebagian petugas sedih dan mengelus dada.
Tentu saja tak semua warga Jakarta bertabiat beringas dan susah diatur.
Masih banyak warga di belahan Jakarta lainnya yang bekerja membantu pemadam.
Wahyudi juga mengisahkan ketika ia dan pasukannya tengah duduk letih di pinggir jalan usai pemadaman di daerah dekat Stasiun Tanah Abang.
Tiba-tiba seorang perempuan menghampirinya sambil memberikan sebungkus ongol-ongol, jajanan khas betawi.
“Seorang gadis cantik memberikan bungkusan sambil mengucapkan terima kasih kepada saya dan berlalu begitu saja,” kenang Wahyudi.
“Di tengah cacian warga yang tak puas dengan kinerja pemadam kebakaran, masih ada saja orang yang peduli dengan kami,” ucapnya.
Kisah kehidupan petugas pemadam kebakaran ini dinukil dari penugasan Mahandis Yoanata Thamrin dan Reynold Sumayku untuk kisah feature “Laga Sang Ksatria Penantang Api” yang terbit di National Geographic edisi April 2011. (Mahandis Yoanata Thamrin)
Artikel ini telah tayang di nationalgeographic.grid.id dengan judul Sepenggal Kisah Bahagia dan Haru Para Kesatria Biru di Jakarta