Sisi Lain Metropolitan
Kisah Paimin, Usia 80 Tahun Jadi Tukang Sampah Keliling: Kalau Tak Cari Uang, Keluarga Makan Apa?
Sekuat dan sebanyak apapun Paimin (80) mengeluh, ia mengungkapkan tetap tak bisa berhenti bekerja. Ini kisahnya jadi tukang sampah.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
"Saya buang sampah sama bapak aja," kata Paimin menirukan omongan warga.

"Jadi kalau ditotal ya ada itu 200 orang yang buang sampah sama saya. Itu pun dari beberapa RT ya. Alhamdulillah mereka masih percaya sama saya dan tiap bulan rutin bayar, biasanya Rp 25 ribu, ya ada juga yang kasih Rp 50 ribu. Tergantung gmn sampahnya aja," katanya.
Dalam sebulan, penghasilan bersih Paimin berkisar Rp 700 ribu sampai Rp 1 juta.
"Kalau penghasilan bersih ya enggak nentu ya. Karena kan saya juga ngebagi supir sama kenek sampah. Mereka tiap hari juga bantuin saya angkutin sampah ke dalam truk," katanya.
Kendati demikian, Paimin sebenarnya memiliki kisah pilu. Dibalik upahnya tersebut, ia masih harus menjadi tulang punggung untuk ke-3 anaknya.
Tak sampai di situ, ia juga menanggung biaya makan cucu serta cicitnya.
"Di sini itu kita tinggal bareng-bareng. Makanya istri saya, Masenah (73) selalu masak untuk semua. Habis dapat uang selalu dibelikan beras yang karungan besar. Yang penting keluarga saya masih bisa makan aja. Saya enggak mikirin diri saya sendiri," katanya.
"Saya cuma berdoa supaya anak, cucu saya punya kerjaan yang baik. Sebab selama ini, mereka membantu biaya juga sekedarnya aja. Contohnya seperti anak saya yang kedua, Ade kan jualan sayur. Jadi lauknya dibantu dia tiap hari," jelasnya.
Anak sakit kanker kulit
Cobaan demi cobaan terus dirasakannya. Dikala penderitaan menjadi tulang punggung keluarga belum usai, kini ia mendapati kenyataan anak pertamanya, Didi menderita Kanker Kulit.
"Ditambah anak pertama saya enggak kerja, dia sakit kanker kulit. Itu baru ketahuannya 2 tahun belakangan ini. Makanya biaya dia dan anak-anaknya saya yang tanggung," katanya.
Selain itu, Paimin juga membantu biaya pengobatan Didi sebesar Rp 100 ribu tiap dua hari sekali.
"Alhamdulillahnya rezeki saya ada aja. Kadang ada orang di jalan kasih saya uang. Jadi saya dahulukan buat Didi. Biar pun dia pakai BPJS tapi kalau perban, obat merah dan air infusannya habis, pasti beli sendiri. Sebab kan benjolan seperti bisul itu harus dibersihkan setiap hari," ungkapnya.
• Formula E Digelar di GBK, Ini Rute yang Bakal Digunakan
• Kepala Puskesmas Jombang Sebut Warga Rawa Lele Ciputat Terserang Radang Sendi
"Makanya biarpun saya ribut lelah, tetap saya lakoni kerja begini. Kalau saya enggak nyari uang, saya enggak tahu mereka (anak, cucu, cicit) mau makan apa," ujarnya.
Saat ini, Paimin hanya berdoa agar kehidupan cucu dan cicitnya jauh lebih baik darinya dan orang tua mereka.
Sehingga kehidupan keluarga Paimin bisa jauh lebih baik dari ini ketika cucu dan cicitnya sukses di masa depan.
"Doa saya supaya mereka pada sukses. Biar bisa merubah nasib keluarga. Saya ikhlas di usia segini masih jadi tulang punggung, yang penting cucu, cicit saya ada yang sukses," tandasnya.