Klinik Pengedar Obat Ilegal

Buka Pelayanan Kesehatan, Klinik Pengedar Obat Ilegal di Koja Tak Punya Izin Beroperasi

Klinik milik tersangka ZK (55) yang mengedarkan obat-obatan ilegal ternyata tidak punya izin beroperasi.

TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Kasudin Kesehatan Jakarta Utara Yudi Dimyati saat memberikan keterangan di Mapolres Metro Jakarta Utara, Jumat (21/2/2020). 

"Ada dua jenis obat yang memang tanpa adanya izin edar dan tidak memenuhi standar," kata Yusri di Mapolres Metro Jakarta Utara, Jumat (21/2/2020).

Barang bukti pertama ialah 84 kotak berisikan 2.016.000 butir tablet Hexymer dengan komposisi 2 miligram Trihexyphenidyl.

Barang bukti kedua yakni 375 dus berisikan 37.500 butir tablet Trihexyphenidyl dalam kemasan sachet dengan komposisi 2 miligram.

Yusri menuturkan, obat-obatan ini ilegal lantaran diedarkan tanpa izin.

Obat-obatan dengan kandungan Trihexyphenidyl ini berfungsi sebagai obat penenang yang seharusnya diedarkan dengan resep dokter.

Namun, ZK mengedarkannya ke toko-toko obat sehingga menyalahi aturan.

Anies Baswedan Ajak Masyarakat Ikut Olah Limbah Rumah Tangga, Targetkan 30 Persen Pengurangan Sampah

Pria Pemukul Kucing Sampai Mati Wajib Lapor Tiap Senin dan Kamis Hingga Berkas Dilimpahkan

"Dia memang di rumah bukan dari toko. Tapi si tersangka ini mendistribusikan ke apotek-apotek dan ke toko obat yang ada," ucap Yusri.

Kepada polisi, ZK mengaku mendapatkan obat-obatan itu dari seseorang. Polisi masih mendalami siapa yang mengirimkan barang ke ZK.

Kemudian, dari rumahnya yang ia jadikan klinik yang juga tak memiliki izin, ZK menjual satu kotak merk Hexymer ke toko-toko obat dengan harga Rp 230.000.

ZK sudah menjalankan bisnis obat ilegal ini lebih kurang tiga tahun terakhir.

"Satu kotak ini dihargai Rp 210.000. Yang dia jual Rp 230.000 keuntungan yang dia terima Rp 20.000," jelas Yusri.

Sementara untuk Trihexyphenidyl dalam bentuk sachet, ZK mengambil keuntungan sebesar Rp 2.000.

Adapun setelah ditangkap, tersangka ZK diamankan ke Mapolres Metro Jakarta Utara beserta barang buktinya.

Ia dijerat pasal 197 juncto pasal 196 UU RI no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Ancaman hukumannya 15 tahun penjara dengan denda Rp 1,5 miliar," ucap Yusri.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved