Sisi Lain Metropolitan
Cerita Mimin Selama Pandemi Covid-19: Anak di PHK, Jualan Tak Laku Hingga Buah Membusuk
Saat usahanya sedang terpuruk, Siti Amirah (66) mendapatkan cobaan baru di tengah pandemi Covid-19
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR REBO - Saat usahanya sedang terpuruk, Siti Amirah (66) mendapatkan cobaan baru di tengah pandemi Covid-19.
Amirah atau akrab disapa Mimin merupakan pedagang buah yang tinggal di Jalan Raya Condet Nomor 36, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Sejak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), warung buah sekaligus tempat tinggal ini, semakin sepi didatangi pembeli.
Tak ayal hal ini membuat buah-buah yang dijualnya kerap membusuk karena tak laku terjual.
Sekalipun ada, buah tersebut sudah terlalu matang dan harus segera dijual.
"Sekarang kalau dapat uang Rp 50 ribu sudah paling banyak. Itu pun belum bersih," katanya kepada TribunJakarta.com, Senin (27/4/2020).
Disaat penghasilannya sedang menurun, Mimin mengatakan belum lama ia mendapatkan cobaan baru, yakni anak bungsunya, Yusuf di PHK.
Yusuf di PHK imbas dari pandemi Covid-19 yang turut membuat sejumlah restoran dan rumah makan di Jakarta merugi.
"Disaat seperti ini, anak saya habis dipecat. Itu sekarang di rumah saja sama saya. Mau cari kerja lagi juga kondisinya sedang seperti ini. Makanya belum kerja apa-apa," jelas ibu dua anak ini.
Selain itu, kondisi ekonomi anak pertama juga terbilang memprihatinkan. Penghasilan menantunya juga turut menurun akibat selama PSBB, driver ojek online (ojol) tak diperkenankan membawa penumpang.
"Anak pertama saya sudah nikah. Tapi juga saya jadi mikirin karena suaminya kadang suka enggak dapat uang. Kan menantu saya jadi ojol selama ini. Makanya pikiran saya jadi sana-sini. Banyak yang saya pikirin," katanya.
"Di sini juga kan saya ngurusin adik saya yang enggak kerja dan sudah tua juga. Tapi semoga diperlancar saja rezeki saya," ungkapnya.
Berjuang seorang diri
Dibalik cobaannya saat ini, Mimin tergolong sebagai wanita yang kuat.
Pasalnya, selama belasan tahun ia sudah terbiasa berjuang sendiri dan tak didampingi sang suami.
Meski tak mengingat tahun berapa, Mimin menuturkan perlakuan suaminya menjadi alasannya untuk kabur dari rumah kala itu.
"Saya kabur dari rumah di Bekasi. Dulu kan saya tinggal di sana. Suami saya itu kasar dan sering melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Saya takut kenapa-kenapa makanya kabur," ungkapnya.
"Yang saya ingat, saya kabur pas anak pertama baru menikah, saya pergi dari rumah ke sini (rumah peninggalan orang tua) sama Yusuf karena saya takut kenapa-kenapa," ungkapnya.
Selanjutnya, ia berjualan guna membiayai sekolah anak bungsunya.
Jatuh bangun sudah ia rasakan sedari dulu dalam dunia usaha.
Mulai dari berjualan gado-gado dengan gerobak, es buah, membuka warung sembako hingga berjualan buah pernah ia rasakan.
"Demi anak-anak saya sudah jatuh bangun. Jualan apa aja juga pernah. Sampai jualan pakai gerobak juga pernah dan terakhir saya jualan buah di sini," ungkapnya.
• PMI Jelaskan Penanganan Jenazah Covid-19, Minta Masyarakat Tak Khawatir
• Sama-Sama Mantan Ariel Noah, Luna Maya & Shopia Latjuba Bahas Kegagalan Asmara: Aku Tinggalkan Luka?
• Pasutri di Semarang yang Siksa ART Hingga Babak Belur Ditangkap
Buah sering tak laku
Meskipun sudah lama berjualan buah, sejak wabah virus corona atau Covid-19 serta PSBB usahanya ikut terdampak.
Buah-buahan yang ia beli sendiri di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur kerap tak laku.
Padahal, modal untuk berjualan acap kali ia pinjam dari tetangganya.
"Modal ya seadanya. Sebab untuk beli buah minimal saya harus punya uang Rp 500 ribu. Kalau kurang ya ngutang," jelasnya.
Bila di hari biasanya dalam waktu tiga hari ia pasti belanja, untuk saat ini ia jarang sekali belanja.
Sebab, banyaknya buah yang masih terpajang di depan rumahnya belum habis terjual dan modalnya pun belum kembali.
Pantauan TribunJakarta.com, beberapa buah seperti pisang terlihat sudah menghitam dan terlihat membusuk.
Selain itu, beberapa timun suri juga terlihat sudah terlalu matang dan hampir membusuk namun tak jua terjual.
"Ya beginilah kondisinya. Ada yang sudah mau busuk karena belum laku dan sepi jalanan. Ya tapi gimana, namanya juga orang usaha," jelasnya.
Saat ini, penghasilan Mimin menurun drastis. Bila biasanya ia dapat omset Rp 100 ribu perhari. Untuk saat ini, ia hanya mendapatkan Rp 50 ribu per hari.
"Sekarang kalau dapat uang Rp 50 ribu sudah paling banyak. Itu pun belum bersih," katanya.
Untuk itu, ia mensiasati dengan berjualan lontong dan gorengan untuk makanan berbuka puasa.
"Alhamdulillah ini bulan puasa. Saya masih bisa jualan lontong sama gorengan. Meskipun enggak seberapa, yang penting buat makan dan beli beras aja cukup," jelasnya.